Ruangan bernuansa putih terasa hening, hanya suara alat pendeteksi jantung yang mengisi ruangan itu. Tampak seorang pria yang terus berdiri di samping seorang wanita yang terbaring di atas kasur dengan alat medis yang menempel di tubuhnya. Pria itu mengusap wajahnya frustasi, kecelakaan lima hari lalu membuat anaknya lahir prematur dan istrinya terbaring di atas kasur. Namun tak ada perubahan signifikan terhadap istrinya itu. Begitupun dengan anaknya yang masih berada di ruang inkubator.
"Andai saja kau tak bersikukuh untuk pergi sendiri, sayang." lirih pria itu, lalu setetes air mata kembali meluncur dipipinya.
Pintu terbuka, nampak seorang wanita paruh baya menghampiri pria itu dan mengusap bahunya pelan. "Bersabarlah dan terus berdoa nak."
"Eomma," ucapnya lirih dan menjatuhkan kepalanya di bahu wanita paruh baya itu. Bahu yang menjadi sandarannya saat ini, untuk menumpahkan segala keresahannya.
"Eomma pun merasakan apa yang kau rasakan, Jun."ucap Kim Hae Na berusaha untuk menenangkan anak sulungnya itu.
"Seharusnya aku yang mengantar mereka pergi ke rumah eommonim, bukan membiarkan mereka pergi tanpa didampingi supir"
"Ini bukan salahmu Junmyeon."tenang Hae Na.
"Kalau saja aku tak pergi ke Gangnam, mereka tak akan mengalami hal seperti ini, Eomma!" Junmyeon mengacak rambutnya, dia merasa gagal menjaga anak dan istrinya itu.
Hae Na sedikit tersentak mendengar suara dari anaknya itu, namun wanita paruh baya itu tetap merengkuh bahu Junmyeon.
"Sebaiknya eomma pulang saja. Ini sudah malam." lirih Junmyeon, melepaskan rengkuhan Hae Na dan kembali duduk di antara kedua ranjang yang terdapat Istrinya.
"Tapi nak-"
"Pulanglah."
Hae Na menghembuskan nafas beratnta, mengusap bahu Junmyeon kemudian pergi menjauh dari ruangan tersebut.
Kini ruangan itu kembali sunyi, Junmyeon meraih jemari istrinya dan menggenggamnya erat, sesekali mengecupnya. "Kapan kau akan bangun dari tidurmu, kau tak merindukan ku ?"
"Kembalilah, sudah terlalu lama kau berbaring di atas ini. Bangun dan kita akan pergi jalan-jalan bersama, kita bertiga akan jalan-jalan ke Everland. Bukan kah itu yang kau inginkan." lagi-lagi Junmyeon bermonolog, kemudian pria itu terisak.
"Aku bisa gila jika kau tak segera siuman, aku bisa gila." lirih Junmyeon, isak tangisnya semakin nyata.
Hingga suara panjang dari pendeteksi suara terdengar. Junmyeon membelalakan matanya melihat garis tersebut berubah menjadi garis lurus. Pria itu segera memencet bel darurat agar Dokter segera datang menangani istrinya.
"Bertahanlah, kumohon bertahanlah!"
"Tidak! Kumohon bertahan!"
Kriiiingggg!
"Tidakkk!!!"
Junmyeon terbangun dari mimpi buruknya, kenangan pahit yang selalu membayanginya selama enam tahun terakhir ini. Junmyeon mengusap kasar wajahnya, kemudian menoleh kearah jam yang menunjukkan pukul enam pagi.
Pintu kamar terbuka dan menampilkan seorang anak perempuan berusia enam tahun dengan wajah khas bangun tidurnya mulai menghampiri Junmyeon.
"Appa mimpi buruk ?" tanya anak itu dengan tangan yang masih mengucek-ucek matanya.
Junmyeon menggeleng kemudian mengangkat tubuh kecil anaknya keatas ranjang dan mengecup pipi chubby anaknya itu. "Ani. Appa terjatuh dari kasur."
"Benar ? Lantas mengapa Appa berteriak ?"tanya gadis kecil itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Becoming Stepmother [REVISI]
Romance"Menikahlah dengan saya dan jadilah Ibu untuk Naeun."ucap Junmyeon menatap Joohyun. Joohyun terdiam, ini terlalu tiba-tiba baginya. Dan tak menyangka jika Junmyeon memintanya untuk menjadi Istri dan Ibu untuk Naeun, sedangkan pria itu pun yang telah...