"Chenle ngga kidal," jawab Mark.
"Kenapa?" Mark bertanya setelah melihat Eunseo dan Ten saling pandang, kemudian Ten menjawab, "Lo yakin Chenle ngga kidal?"
Mark mengangguk, "Tapi waktu dia mukul Jungwoo, dia bisa pake tangan kirinya. Cuma lebih dominan tangan kanan. Jadi lukanya Jungwoo yang paling parah ya sebelah kiri. Kenapa emang?"
"Lo nonton berita ngga? Kata polisi kemungkinan pelaku yang bunuh Jisung itu kidal?" tanya Eunseo, Mark jelas mengerutkan dahinya. Ia sendiri tidak menonton berita itu.
"Maksudnya?"
"Lukanya Jisung lebih dominan sebelah kanan. Muka sebelah kanannya hampir hancur, ngga mungkin kan pelakunya mukul dari samping atau dari belakang? Kebanyakan orang kalo mukul juga dari depan."
Mark diam, mencerna kata-kata yang disampaikan oleh Eunseo perihal pelaku yang kidal.
"Tapi gue yakin Chenle yang mbunuh. Ngga mungkin ada orang lain."
Eunseo membuang napas lagi, kini lebih halus.
"Terus lo tau dari mana kalo mukanya Jisung-"
"Gue liat langsung di pasar, waktu gue belanja," suara Eunseo bergetar. Entah kenapa rasanya ingin menangis mengingat dirinya melihat Jisung yang menjadi korban pembunuhan secara langsung.
"Gue liat mayatnya Jisung," Eunseo menunduk, lalu ia membuang napas panjang. Sesak sekaligus ngilu membayangkan luka-luka itu.
Mark menunduk sambil menariki rambutnya, ia mencoba menahan tangisnya. Karena keheningan lama menyelimuti mereka, akhirnya Eunseo bertanya lagi, "Terus menurut lo, Chenle bakal tega ngga sampe motong lidah segala?"
Mark menatap kedua hazel Eunseo cukup lama, lalu laki-laki itu menunduk lagi sambil menyembunyikan wajah di antara kedua lengannya.
"Gue ngga tau. Tapi bisa aja dia ngelakuin itu-"
"Tapi kenapa Jungwoo engga?"
Mark diam, dia mulai berpikir kenapa Jungwoo dan Jisung diperlakukan berbeda walaupun perlakuan Chenle pada mereka sama-sama kejam dan menyakitkan.
"Mungkin karena di tempat yang berbeda? Mana mungkin Chenle bawa benda tajem ke kampus dengan niatan motong lidah orang. Ya ngga Mark?"
Mark masih diam, tidak merespon pendapat Ten dan malah sibuk dengan pikirannya, namun ia masih mendengarkan.
"Mark?" panggil Ten.
"Bisa jadi," jawab Mark lirih sambil menunduk, kemudian ia melanjutkan kalimatnya, "Kalian tunggu aja sampe gue di bunuh, lidah gue bakal di potong apa ngga-"
"Mark!" tegas Eunseo, Mark menoleh dengan wajah pasrahnya.
"Kenapa? Toh gue bentar lagi mati karena udah mbeberin semuanya tentang dia dan pertemanan gue sama temen-temen gue-"
"Tapi lo jangan ngomong gitu! Lo tau kan sekarang lo itu buronan?"
"Iya kenapa?"
"Mending lo nyerahin diri daripada jadi korban selanjutnya. Lebih baik lo di penjara dan masih bisa hidup daripada lo di siksa terus di bunuh, dan ngga ada yang tau lo nantinya bakal di apain sama dia," ujar Eunseo, Mark malah tertawa kecil, seolah-olah hal seperti itu sama sekali tidak membuatnya takut.
"Dari awal gue punya niatan buat khianatin Chenle, gue udah siap dengan segala kondisi apapun. Toh semua orang yang hidup juga bakal mati-"
"Tapi ngga harusnya lo menyia-nyiakan hidup. Segala perbuatan yang udah lo lakuin itu bisa di perbaiki. Lo masih bisa di maafin, lo harus nebus kesalahan lo daripada nyerahin diri ke psiko!"
KAMU SEDANG MEMBACA
[COMPLETED] CRIMINAL
Детектив / ТриллерApa kau tahu pelajaran apa yang paling berharga di dunia yang kejam ini? Mengenal rasa sakit. Kau tidak tahu apa yang ada di hati seseorang saat kau membuka mulutmu itu. WARNING⚠️🔞 © piscack, 2019 cover by © piscack