Jeno sedang mengaduk kopi di dapur. Tangannya meraih ponsel di atas meja, kemudian melihat ramalan cuaca. Mendengus kesal dibanting ponselnya keras."Hujan lagi," omelnya.
Tidak tahu mengomel dengan siapa. Mungkin pada dirinya sendiri yang terlalu membenci hujan. Beberapa hari ini memang sering hujan. Dan itulah yang selalu membuatnya kesal. Kalau saja boleh, ingin rasanya dia pindah sementara waktu ke Mesir. Mungkin saja di sana dia tidak akan bertemu hujan.
Ceklek!!!
Pintu terbuka. Mata coklat Jeno terbelalak lebar saat beradu tatap dengan seorang wanita anggun yang berdiri tepat di depan pintu utama.
"Kamu sudah sarapan, Sayang?" sapa wanita anggun itu lembut. Wanita itu tersenyum ramah sambil mengangkat kotak makanan di kedua tangannya. Dengan harapan Jeno menyambutnya dengan antusias.
Jeno membeku. Apa dia tidak salah lihat. Seharusnya mama tidak datang hari ini. Apa yang membuat wanita itu mengunjunginya. Mungkinkah mama tahu? Bisa saja asisten dokter Kim yang memberitahunya.
"Kenapa melihat mama seperti itu, Jen? Ada yang berbeda dari mama? Kerutan mama bertambah?"
Sang mama langsung menuju dapur. Matanya melirik curiga Jeno yang masih mematung dengan sendok di tangannya. Namun, dia mencoba bersikap tidak peduli. Mungkin saja Jeno terkejut, karena hari ini dia memang datang lebih awal dari jadwal.
"Kamu seperti sedang menyimpan sesuatu di rumah ini. Jangan-jangan pacar kamu menginap di sini?" selidik Sang mama dengan tangan yang sibuk mengeluarkan makanan dari dalam kotak.
Jeno masih diam membisu. Tenggorokannya terasa kering. Kini dia menimbang-nimbang, haruskah dia mengatakannya.
Ceklek!!!
Pintu lain terbuka. Sendok di tangan Jeno terjatuh di lantai. Tutup kotak makanan di tangan mama Jeno pun terjatuh. Wanita itu mengerjapkan mata beberapa kali menatap gadis berambut panjang yang baru keluar dari kamar dengan wajah khas bangun tidur.
"Dia siapa?"
.
.
.Flashback
Jeno mendecak kesal menatap rintik hujan menyentuh tanah. Untung dia selalu membawa payung. Suasana di koridor kampus sunyi.
Jeno menghentikan langkah. Seorang gadis berambut panjang sedang berjalan santai di bawah guyuran hujan? Tubuh Jeno bergetar. Dia memang selalu takut dengan hal yang berbau horor. Pandangan matanya menyapu sekeliling. Tidak ada siapa pun. Apa dia akan menjadi santapan hantu gadis berambut panjang malam ini? Dirinya membatin.
Mata Jeno terbelalak lebar saat gadis itu terjatuh di tanah? Apa dia pingsan? Atau pura-pura pingsan? Apa hantu juga bisa melakukan itu? Batin Jeno terus menerka-nerka. Dan dia masih tetap pada posisinya. Kakinya seperti membeku tanpa bisa bergerak. Apa dia juga sudah disihir?
Sudah 5 menit lebih Jeno masih tetap pada posisinya. Dan hantu gadis itu. Ah, tunggu bisa saja itu bukan hantu. Perasaan Jeno mulai tidak karuan. Apa dia akan disalahkan kalau sampai membiarkan orang mati kedinginan di bawah guyuran hujan? Tidak. Jangan lagi. Setengah berlari, Jeno mendekati tubuh gadis itu.
Setelah dekat Jeno mencoba menatap ragu wajah Sang Gadis dengan posisi masih berdiri. Lagi-lagi dia gemetaran. Bukan karena dingin yang menyusup masuk di sela-sela lubang porinya, tapi pikirannya berkecamuk takut. Bagaimana kalau hantu di depannya ini tiba-tiba menggigit?
Bimbang. Jeno memberanikan diri berjongkok menatap wajah Sang gadis ragu. Sulit terlihat, wajahnya tertutupi oleh anakkan rambutnya. Sedikit bergetar tangan besar Jeno menepisnya. Jeno terkejut setelah menatap wajah pucat Sang gadis dengan bibir yang juga membiru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last December (Tamat)√
FanfictionTuhan.. Jika memang masih ada sedikit kebahagiaan yang kumiliki. Aku ingin memberikan semuanya untuk Hyera. Tidak masalah aku pergi lebih cepat, asal gadis itu benar-benar bahagia tanpaku.