Hyera memijit-mijit pelipisnya pelan. Sesekali matanya juga terpejam. Dia tidak menyadari sejak tadi laki-laki depannya sedang mengamatinya."Kenapa? Sakit?" tanya Jeno sambil mengunyah roti lapis di mulutnya.
"Tidak, Kak."
"Kalau sakit, tidak usah masuk kuliah," ucao Jeno lagi. Nadanya masih terdengar ketus, dan dia sadar gadis bersurai panjang di depannya sontak menatapnya tidak suka.
"Hari ini aku ada kuis, Kak."
"Makanya jangan terlalu memaksa belajar. Tohnya kamu memang pintar," ketus Jeno sambil meraih susu dan meminumnya santai.
Hyera menyipitkan mata. Sesekali dia juga memiringkan kepala. Otaknya semakin aktif bekerja mencoba menyelidiki raut tajam wajah Jeno. Apa dia terlalu berlebihan jika menilai laki-laki bermulut tajam ini memiliki hati nurani?
Jeno tersedak. Siapa pun akan canggung saat ditatap lama orang yang sedang diomeli.
"Ada apa lagi?" tanya Jeno gugup. Diusapnya susu yang mengalir di dagu.
"Semalam kakak yang mengangkatku ke kamar?" todong Hyera sambil memiringkan kepala lagi. "Aku mencoba berpikir sejak tadi. Bukanya semalam aku tidur di ruang tamu, tapi kenapa saat bangun aku sudah di kamar," sambungnya.
Jeno tersentak. Cepat-cepat dia meraih susu lagi dan menenggaknya sampai habis.
"K-kenapa aku? Jangan bicara sembarangan!" bentak Jeno dengan suara keras. Namun, tubuhnya panas dingin. Dibuangnya tatapan ke sembarang arah, takut jika saja Hyera melihat wajahnya yang mungkin saja sudah semerah tomat.
Karena takut, Hyera masih menahan tawa. Wajah gugup Jeno terlihat jelas. Dia sudah mendapat jawaban tepat di depan mata. Apa Jeno memang segugup ini saat ketahuan berbohong? Pikirnya.
"Terima kasih ya, Kak," ucap Hyera sambil mencondongkan wajah ke arah Jeno kemudian meminum susunya sekali tenggak.
"Bukan aku!" tegas Jeno. Lebih tepatnya berteriak. Tubuhnya kembali memanas mendapati Hyera yang menatapnya penuh kemenangan. Perasaanya mulai tidak nyaman, dia seperti seseorang yang kepergok mencuri sesuatu dari Hyera.
"Sekali lagi terima kasih ya, kak. Tapi, lain kali tidak usah. Aku sudah terbiasa tidur di ruang tamu, kok."
Ucapan Hyera kini membuat Jeno terdiam. Senjata apa lagi yang akan gadis ini lemparkan padanya?
"Sebenarnya dari dulu aku tidak pernah punya kamar. Makanya aku selalu tidak nyaman saat tidur di kamar," ungkap Hyera sambil tersenyum manis.
Jeno mengerjapkan mata beberapa kali. Lagi dan lagi ucapan Hyera membuatnya terpaku, lebih tepatnya terenyuh. Hyera memang gadis licik. Cepat-cepat dia melemparkan tatapan tajam. Hampir saja dia lengah.
"Jangan terlalu percaya diri, Pembantu. Aku tidak berharap kau memimpikan itu, tapi kurasa kau sudah berharap besar padaku," ketusnya.
Hyera tertawa kecil sambil menganggukkan kepala ringan. Ucapan Jeno tajam seperti biasa, tapi entah kenapa tubuhnya malah terasa melambung.
"Oya terima kasih juga untuk sarapannya, Kak." Hyera mengacungkan roti lapis ke arah Jeno kemudian kembali memasukkan ke dalam mulut kecilnya.
"Aku berangkat," pamit Jeno dan langsung beranjak dari duduknya. Sungguh dia lelah berlama-lama dengan Hyera. Ternyata ucapan ketusnya sudah tidak mempan lagi dengan gadis bermental baja, Kang Hyera. Malah mata bulatnya bahkan terlihat semakin berbinar, menambah kegaduhan di dalam jantungnya. Kasihan jantungnya yang kelelahan, padahal ini masih pagi.
"Loh? Sarapannya belum selesai, Kak!" teriak Hyera yang langsung bangkit dari duduk.
"Semoga sukses," ucap Jeno sambil mengangkat tangan tanpa menoleh.
![](https://img.wattpad.com/cover/190235821-288-k426344.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Last December (Tamat)√
FanficTuhan.. Jika memang masih ada sedikit kebahagiaan yang kumiliki. Aku ingin memberikan semuanya untuk Hyera. Tidak masalah aku pergi lebih cepat, asal gadis itu benar-benar bahagia tanpaku.