Jaemin sedang duduk di taman belakang rumah sakit. Di sampingnya ada Jeno yang terduduk kursi roda. Laki-laki bersurai coklat yang tampak menawan walau memakai pakaian pasien sekali pun. Wajar saja Hyera tergila-gila padanya. Ada slang infus terlilit di punggung tangannya. Sedangkan botol infus tersangkut di tiang kursi roda.
Jeno menatap nanar tanah basah. Akhir-akhir ini hujan sering datang. Mau tidak mau pikirannya tertuju pada Hyera. Apa gadis itu membawa payung? Apa dia makan dengan baik? Bagaimana kalau dia terkena flu karena hujan?
Jaemin melirik ke samping, dan tatapan mata Jeno masih kosong. Wajah Jeno benar- benar sangat pucat, bahkan lebih pucat dari biasanya. Matanya juga terlihat cekung. Lagi-lagi dia menghela napas samar.
"Bagaimana kabar Hyera?" tanya Jeno memecah kesunyian. Dia sadar sejak tadi Jaemin menatapnya iba. Dan itu membuatnya tidak nyaman. Kalau bukan karena ingin tahu tentang Hyera, sebenarnya dia enggan bertemu dengan laki-laki di sampingnya ini.
"Sekarang dia lebih sehat di banding kemarin-kemarin."
Jaemin melirik ke arah Jeno seraya tersenyum tipis. Sudah diduga, pertanyaan pertama Jeno adalah gadis itu.
"Oya?"
"Hmmmm ... sekarang dia lebih ceria dan bahkan punya lebih banyak teman," tambah Jaemin. Tatapannya semakin fokus untuk bisa melihat lebih jelas raut wajah Jeno.
Jeno tersenyum tipis, dan mengangguk-anggukan kepala pelan.
"Aku juga heran, dia bahkan tidak pernah menanyakan kabarmu."
"Aku senang mendengarnya." Jeno bergumam pelan. Sembari menoleh, bibir pucatnya mengulumkan senyum.
"Tapi semuanya bohong."
Jaemin akhirnya mengalah. Kini dia tidak tega melihat wajah pasrah rivalnya yang mulai tidak bersemangat.
"Aku tahu."
"Dasar budak cinta," sungut Jaemin mencibir. Dia tidak peduli ucapan Jeno barusan adalah kebenaran, atau tidak. Yang pasti rasa bersalahnya sedikit berkurang.
Kembali mereka dirundung sunyi. Tidak terdengar suara pasien atau siapa pun sama sekali, itu karena mereka sedang berada di belakang bangunan rumah sakit. Dan mereka memang sengaja bertemu di tempat ini, karena tidak ingin terganggu oleh suara sekitar. Ya, tidak mudah mendapatkan tempat nyaman dan tenang seperti ini. Siapa pun di rumah sakit ini seharusnya mengenal siapa Lee Jeno. Cucu semata wayang pemilik rumah sakit ternama di Seoul. Jadi wajar saja dia bisa mendapatkan taman privasi elite yang hanya dia bisa memasukinya.
Sepoi angin terasa menyentuh surai kedua laki-laki yang tampak gusar. Menghasilkan ketenangan dalam menikmati buaian lamunan pada sosok yang sama. Keduanya tenggelam dalam pikiran yang sama, Kang Hyera. Gadis yang kerap kali membuat keduanya berada di dunia kebohongan.
"Aku tidak yakin besok kita bisa bertemu lagi. Bisa saja ini pertemuan terakhir kita," ucap Jeno tiba-tiba. Matanya kembali menatap lurus ke depan. Nada suaranya terdengar lemah, dan putus asa.
Jaemin menoleh cepat. Jelas dia terusik dengan lontaran tidak menyenangkan dari Jeno barusan. Apa otak laki-laki ini juga sedikit rusak?
"Maksudmu?"
"Jaga Hyera."
Jeno menatap tanah nanar. Jari panjangnya menekan kuat pegangan kursi roda.
"LEE JENO!!"
"Maafkan aku. Maaf, kalau aku terlalu pesimis," sambung Jeno masih dengan wajah dingin.
"Aku tidak suka dengan ucapan gilamu. Kau tahu apa yang terjadi kalau sampai Hyera mendengar ucapanmu barusan? Kau sama saja membunuhnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Last December (Tamat)√
FanficTuhan.. Jika memang masih ada sedikit kebahagiaan yang kumiliki. Aku ingin memberikan semuanya untuk Hyera. Tidak masalah aku pergi lebih cepat, asal gadis itu benar-benar bahagia tanpaku.