Jeno melirik Hyera yang baru keluar dari kamar. Kaca mata menempel di wajahnya. Gadis itu tampak kelelahan. Pasti sedang mengerjakan tugas, pantas saja dia tidak melihatnya sejak pulang kuliah tadi. Bahkan sepertinya dia tidak masuk kerja lagi.
Hyera yang baru keluar kamar melirik Jeno. Laki-laki itu tampak sedang asyik dengan handphone-nya. Dilipatkan tangan di dada sembari tersenyum mencibir. Laki-laki pemilik segalanya, tak terkecuali pemilik keahlian membuat orang sekitar kesal. Hyera menggeleng malas kembali mengabaikan, kemudian mengambil minuman dari dalam kulkas.
"Buatkan aku makanan!" perintah Jeno.
Hyera mendecak menatap Jeno yang bahkan tidak berpaling dari handphone di tangannya.
"Kakak belum makan?" tanya Hyera. Dilihatnya jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 23.00. Ini sudah larut malam. Pikirnya.
"Kebiasaan."
Kali ini Jeno melirik Hyera tajam. Seolah dia bukan pendosa yang menyuruh orang membuatkan makanan di tengah malam.
"Iya ... Iya ...."
Hyera mengangguk pasrah. Dengan gerakan malas dia mulai mengeluarkan semua bahan dari dalam kulkas. Padahal dia ingin segera istirahat tadi.
Selang beberapa menit Permintaan Jeno akhirnya selesai. Membuat omelet cara aman untuk menghemat waktu, karena dia butuh istirahat secepatnya untuk presentasi esok.
"Sudah selesai, Kak."
"Bawa ke sini!" perintah Jeno masih belum juga berpaling daei benda pipih di tangannya.
Lagi-lagi Hyera senyum terpaksa sambil mengusap-usap dada. Sabar.
Hyera membawa omelet beserta minum dan lengkap dengan sendoknya ke tempat Jeno kemudian meletakkan di atas meja. Tentu harus lengkap, dia tidak ingin Jeno berteriak ke kamarnya hanya karena minuman ataupun sendok. Dia hendak beranjak, tapi tiba-tiba ditahan oleh Jeno.
"Jangan pergi dulu. Duduk sini!"
"Aku mau tidur, Kak."
"Ck!" Jeno melotot lebar.
Pasrah. Hyera akhirnya menurut. Kenapa sisi anak kecil Jeno sekarang kembali. Tidak masalah besok, tapi jangan sekarang.
"Nyalakan tv-nya!" perintah Jeno lagi.
"Ya, ampun."
Hyera menepuk keningnya sendiri. Sungguh menyesal dia keluar kamar tadi.
"Sudah bosan bekerja di sini?" tanya Jeno tanpa melirik.
"Tidak."
Hyera mendengus samar. Namun, dia kembali tersenyum lebar saat Jeno menoleh ke arahnya. Jeno pun mulai menyantap omelet di depannya.
"Remote-nya! Jangan tunjuk gigi malam-malam. Seram," cibir Jeno ketus.
Hampir saja Hyera memukul kepala Jeno. Sabar. Lagi-lagi batinnya menenangkan. Syukurnya batin dan emosinya bisa berdamai sekarang. Jika tidak, mungkin wajah Jeno sudah dicakar-cakarnya habis.
"Itu di sebelah kakak," sahut Hyera masih tersenyum tanpa menunjukkan gigi.
"Ambil!"
"Ya ampun, Kak. Lebih dekat kakak!" sungut Hyera dengan nada protes. Sedikit dinaikkan nada suaranya. Jelas saja di kesal, remote dan Jeno hanya berjak 5 senti.
"Kamu membantah perintahku? Ambil!" tegas Jeno lagi.
"Semoga kakak masuk surga dan tidak akan merepotkan orang di sana juga nanti. Amin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Last December (Tamat)√
Fiksi PenggemarTuhan.. Jika memang masih ada sedikit kebahagiaan yang kumiliki. Aku ingin memberikan semuanya untuk Hyera. Tidak masalah aku pergi lebih cepat, asal gadis itu benar-benar bahagia tanpaku.