20. Ungkapan rahasia

189 54 25
                                    


"Aku minta maaf," ucap Jeno pelan. Matanya menatap iba pada gadis pucat yang sudah berhenti dari tangisnya.

Hyera mengangguk pelan. "Aku yang minta maaf karena sudah berlebihan."

Jeno mengulumkan senyum tipis. Entah keberanian dari mana dia menyelipkan rambut Hyera yang sedikit menutupi wajahnya. Ibu jarinya terjulur menghapus sisa air matanya hati-hati. Tidak ada tanda-tanda gadis itu protes, hingga dia semakin berani mendekatkan tubuhnya.

"Ini pertama kalinya aku melihatmu menangis? Ternyata kamu bisa menangis juga," ujar Jeno pelan. Wajahnya sedikit menunduk untuk melihat wajah Hyera lebih jelas.

"Kakak pikir aku robot? Aku juga punya hati," ketus Hyera masih dengan kepala tertunduk. Suaranya tidak terdengar jelas, masih tertutupi dengan sisa isak tangisnya.

Lagi-lagi Jeno terkekeh. Suara ketus dan sisa tangis Hyera malah membuatnya sedikit lega. Ternyata Hyera sudah sedikit lebih baik, buktinya dia sudah membentaknya.

"Kamu itu unik. Sekaligus aneh. Makanya kadang aku tidak menganggapmu  manusia."

Hyera mengangkat kepala. Mata berairnya menatap Jeno tidak suka. Jelas dia tidak senang dengan ucapan Jeno barusan. Apalagi laki-laki itu kini tersenyum tanpa dosa.

"Maksud kakak aku bukan manusia?"

"Malaikat."

"Heh?"

Hyera mengerjapkan mata beberapa kali. Jantungnya mulai tidak karuan lagi. Malaikat? Bukankah itu sebuah pujian untuknya. Bibirnya terangkat sedikit.

"Monster."

"Ck! Kak!"

Hyera mendecak kesal kemudian memukul pundak Jeno keras. Namun, laki-laki itu malah kembali terkekeh sambil memegangi pundaknya sendiri.

"Kamu itu kadang menakutkan. Tapi terkadang juga lembut dan baik. Bahkan terlalu baik," ucap Jeno sambil mengusak-usak rambut Hyera kasar. Rambutnya terlihat berantakkan, dan Jeno malah semakin gemas melihat wajah manyunnya. Seperti kucing kecil yang sedang merajuk.

"Ck! Kakak kemuji atau menghina?" sungut Hyera sambil merapikan rambutnya kembali.

"Aku juga tidak tahu. Yang pastinya aku suka," sahut Jeno tanpa melepas tatapannya dari Hyera. Hatinya menghangat, matanya senantiasa bergeming pada wajah manyun Hyera. Apa Hyera selalu secantik ini saat sakit?

"Hmm?"

Kening Hyera mengernyit. Lagi-lagi dia dibuat bingung. Mata gelapnya mendelik menatap Jeno penuh tanya. Apa ini memang keahlian Jeno? Membuatnya melayang dan terjatuh dalam satu waktu?

"Suka punya pembantu sepertimu," celetuk Jeno dengan tawa lebar. Tawanya semakin melebar saat menatap mata Hyera yang membulat penuh, belum lagi mulutnya yang terbuka. Perutnya sampai sakit, karena tawanya tak kunjung berhenti. Menggoda Hyera sepertinya akan menjadi hobi barunya mulai sekarang, sangat menyenangkan.

Hyera terperangah menatap wajah Jeno yang hanyut dalam tawa. Matanya menghilang, tenggelam menghasilkan garis membentuk bulan sabit. Sangat indah. Rasa kesalnya melebur, bahkan menghilang bersama derai tawa Jeno yang menghasilkan kelopak bunga di sekitar. Tak dapat ditahan, jatungnya pun bergemuruh.

"Sudah, ah. Sebentar aku akan mengambil bubur dulu."

Jeno beranjak dari duduknya. Perasaannya semakin tidak karuan melihat wajah menggemaskan Hyera saat tersipu dan kesal secara bersamaan. Jadi untuk keamanan jantungnya, dia harus mengakhiri segera.

Hyera tersadar. Buaian tentang indahnya wajah Jeno sontak mencair.

"Aku bisa sendiri. Aku juga harus ke kampus," ujar Hyera sambil melepas selimutnya.

Last December (Tamat)√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang