3. Rumah

408 91 93
                                    


Hyera mematung di depan pintu menatap nanar beberapa tas dan koper yang sudah tersusun rapi. Menghela napas berat kemudian dia membungkuk. Tangannya sibuk memunguti beberapa barang dan hendak memasukkan semuanya ke dalam.

"Kenapa dimasukkan lagi? Kamu bisa pergi sekarang!"

Bentakan keras seseorang mengejutkan Hyera. Ditegakkan tubuhnya segera.

Seorang wanita separuh baya sedang berdiri angkuh di depan pintu. Tatapannya menunjukkan betapa sangat kesal dan marahnya wanita itu. Walau Hyera sering mendapatkan tatapan tidak senang dari orang ini, tetap saja tatapan kali ini lebih tajam dari biasanya. Sepertinya bibi benar-benar marah.

Sejak meninggalkanya kedua orang tua Hyera, dia tinggal dengan bibinya dan Nayeon sepupunya. Wanita itu yang membiayai sekolahnya sejak sekolah dasar sampai dia SMA. Hyera sangat bersyukur, karena walaupun hidup mereka pas-pasan wanita itu tetap mau mengurusnya dan menyekolahkannya. Makanya dia tidak pernah ambil pusing dengan sikap ketus bibinya maupun sepupunya.

"Bibi, aku akan berusaha sendiri. Aku tidak akan merepotkan kalian," ucap Hyera sambil kembali memegang barang-barangnya erat. Seulas senyum manis dilemparkan pada wanita yang masih menatapnya tidak suka.

"Jangan banyak alasan. Sekarang kamu pergi! Aku memang bukan orang tua yang baik. Jadi kamu bisa pergi dan mencari orang yang lebih baik dari kami," sahut bibi dengan nada ketus.

Hyera menghela napas samar dengan kepala tertunduk. Lagi-lagi ini terjadi. Padahal dia pikir bibinya akan mendukung karena dia mendapat beasiswa. Namun, ternyata amarahnya malah semakin parah.

"Ck! Hei, minggir!!"

Tubuh Hyera oleng. Jika tidak memegang sudut pintu mungkin di sudah terjungkal tadi. Nayeon, sepupunya. Gadis yang memiliki temprament melebihi tingkat dewa.

"Nayeon, kamu sudah pulang, Sayang," sapa Sang bibi menyambut gadis pemilik rambut sebahu yang sudah berdiri di samping Hyera. Cepat-cepat dia langsung mengambil tas dari lengan anaknya.

Hyera menghela napas samar dan kembali menarik semua barangnya untuk kembali masuk.

"Kau tidak mengerti atau bodoh? Semua barangmu sudah di luar, itu artinya kau diusir. Jadi kau tinggal pergi. Setidaknya hargai mama yang sudah membereskan semua barang-barangmu. Sudah, cepat pergi! Atau kau ingin kutendang?" bentak Nayeon dengan suara keras. Matanya melebar seolah ingin melompat keluar.

Hyera tidak peduli. Sedikitpun bahkan dia tidak takut dengan wajah marah Nayeon. Dia sudah biasa mendapatkan ocehan dan teriakkan Nayeon seperti ini. Bahkan lebih kasar dari ini pun dia sudah sering.

"Aku tidak punya tujuan. Tolong kalian mengerti. Aku tidak akan menyusahkan kalian. Aku janji," pinta Hyera memelas. Ditatapnya bergantian kedua orang yang tampak tidak menunjukkan keramahan sedikit pun.

"Kau pikir kami bodoh? Beasiswa? Kenapa tidak kau buktikan saja pada kami beasiswamu itu mulai sekarang. Pergi sana! Kembalilah saat kau benar-benar tidak akan menyusahkan kami lagi!" teriak Nayeon dengan suara lebih meninggi.

Gadis pemilik rambut sebahu itu berkacak pinggang dengan mata melebar. Sepertinya emosinya benar-benar sudah sampai ke ubun-ubun. Dan saat itu Sang bibi langsung berdiri mencoba menenangkan anaknya.

"Aku___"

"Hyera, pergilah! mungkin sudah cukup kami merawatmu. Sekarang Nayeon juga harus kuliah bagaimana mungkin aku bisa mengurusmu juga," ucap bibi dengan suara merendah. Wanita itu menatap Hyera sayu, seolah mengharapkan Hyera untuk memberinya pengertian.

Hyera beranjak mendekati bibinya lagi.

"Bibi, aku janji___"

"JANJI ... JANJI. BERHENTI MENGUMBAR JANJI. KARENA KAMI SUDAH MUAK DENGANMU? MAU SAMPAI KAPAN KAU JADI BENALU!!!"

Last December (Tamat)√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang