"Hyera!"Hyera melangkah cepat menjauhi Hendery yang menujunya. Sayangnya kakinya tidak sepanjang kaki Hendery, hingga dengan mudah laki-laki sudah meraih tangannya.
Hendery menatap Hyera dari ujung kaki ke kepala. Gadis itu menunduk. Pikirannya tidak tenang sejak semalam, dan dia butuh penjelasan dari gadis ini langsung.
Jeno memang labil. Rasa kesal Hyera memang belum mereda sejak kejadian semalam. Kenapa pula Jeno memberi tahu Hendery kalau mereka tinggal serumah. Bagaimana kalau Hendery memberi tahu semua teman-temannya. Dejun dan Sanna. Hyera sungguh sudah habis akal menghadapi sifat kekanak-kanakan Jeno.
"Kamu memang tinggal di rumah Jeno? Kenapa kamu tidak pernah memberitahu kakak?" tanya Hendery. Susah payah mengatur napas karena mengejar Hyera tadi.
"Iya, Kak. Maaf. "
Hyera menjawab singkat. Bukannya tidak ingin, tapi dia juga tidak tahu bagaimana mengambil sikap.
"Kalian sudah menikah?" tanya Hendery lagi.
Dengan cepat Hyera menggeleng keras.
"Tidak, Kak. Aku bersumpah tidak."
"Syukurlah."
Hendery mengembuskan napas keras. Terlihat jelas wajah leganya. Dia bahkan tidak bisa tidur semalam gara-gara memikirkan gadis di depannya ini. Kecewa. Tentu saja dia kecewa karena ternyata Jeno maupun Hyera menyembunyikan keadaan mereka yang tinggal serumah. Apa mungkin ada sesuatu yang tidak diketahuinya lagi selain ini?
"Kakak sudah tahu kalau kamu bekerja dengan Jeno, tapi kakak tidak menyangka kalau kamu sampai tinggal dengannya," sambung Hendery lagi. Kali ini wajahnya terlihat kecewa.
"Aku butuh pekerjaan, Kak," jawab Hyera pelan.
Entah kenapa kini Hyera malah merasa bersalah pada seniornya itu. Kepalanya semakin tertunduk dalam.
"Begitu ya." Hendery memegang dagu. Otaknya mulai bermain-main, alih-alih mencari jalan yang mungkin bisa menguntungkannya. "Bagaimana kalau bekerja dengan kakak saja? Kakak bisa membayar kamu dua kali lipat."
Hendery mendapati wajah Hyera yang barubah canggung. Sedikit dia merasa tidak enak dengan ucapannya, takut jika saja Hyera menganggap dia sudah merendahkannya. Bisa saja dia tidak suka karena dianggap gadis yang bisa tinggal dengan semua laki-laki. Hendery memejamkan mata. Tangan besarnya memegang pundak kecil Hyera pelan.
"Kakak tidak bermaksud apa-apa, Ra. Kakak hanya tidak senang kamu selalu direndahkan Jeno. Kakak tidak suka," jelasnya dengan suara lembut.
Hyera tersenyum manis seraya mengangguk pelan. Ini pertama kalinya dia mendapatkan sisi lembut dan serius Hendery. Apa dia terlalu percaya diri jika beranggapan kalau Hendery sedang mengkhawatirkannya?
"Aku tidak apa-apa, Kak. Selama ini aku nyaman-nyaman saja."
Hendery mengamati lamat-lamat wajah tenang Hyera yang masih menyisakan senyum. Manis seperti biasa. Deretan gigi putih dan mata kelamnya tetap membuat jantungnya bergemuruh. Namun, kali ini perasaanya berbeda. Ada rasa takut. Takut jika saja Hyera menjauh dan menuju Jeno.
"Ra, selama ini kamu sadar tidak?"
Kening Hyera mengernyit, menatap Hendery heran. Tatapan Hendery sedikit berbeda. Laki-laki itu mendekatkan tubuh masih dengan tatapan aneh. Otaknya tidak berhenti berpikir. Kenapa semua orang di sekelilingnya mulai bertingkah aneh akhir-akhir ini.
"Ma-maksudnya?"
"Kalau kakak sebenarnya___"
"Pembantuku ternyata di sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Last December (Tamat)√
FanficTuhan.. Jika memang masih ada sedikit kebahagiaan yang kumiliki. Aku ingin memberikan semuanya untuk Hyera. Tidak masalah aku pergi lebih cepat, asal gadis itu benar-benar bahagia tanpaku.