30. D-day

195 49 17
                                    

"Aduh, kak sakiiittt!" ringis Hyera sambil mencoba melepaskan tangannya dari Jeno.

Mendengar pekikkan Hyera, Jeno tersadar dan melepaskan pegangannya. Cepat-cepat diperiksanya tangan Hyera. Pergelangannya tampak memerah. Sambil menggerutu Hyera menarik tangannya, wajahnya tampak kesal.

"Maafkan aku," ucap Jeno penuh penyesalan.

"Kakak selalu kasar. Kenapa kakak selalu memaksa?"

Hyera memegangi pergelangan tangannya yang terasa panas.

"Aku tidak suka kamu berbicara akrab dengan Hendery. Anak itu juga, sudah tahu kita pacaran, masih juga sering menggodamu," gerutu Jeno. Kini dia meraih tangan Hyera dan mengusap-usapnya lembut. Sungguh dia sangat menyesal.

"Kak Hendery hanya ingin berteman, tidak lebih," terang Hyera. Suaranya sedikit meninggi. Jujur saja dia sangat kesal. Siapa yang tidak kesal jika harus menjelaskan hal yang sama setiap kali.

"Dia bisa berteman dengan yang lain. Kenapa harus kamu? Jenny juga bisa," sela Jeno tak mau kalah.

"Kakak cemburu?" tanya Hyera sambil mendekatkan wajahnya.

Jeno mendengus, dan detik berikutnya dia mengangguk pelan.

"Iya. Jelas aku cemburu. Siapa yang tidak cemburu melihat kekasihnya digoda laki-laki lain. Apalagi Dejun," ucapnya cepat.

"Begitu terus sampai kakek-kakek," ketus Hyera sambil menarik kembali tangannya. Jeno memang belum dewasa. Entah sampai kapan dia akan terus menghadapi sifat kekanak-kanakkan laki-laki bermarga Lee ini.

"Loh, kamu tidak cemburu kalau ada gadis yang mendekatiku?"

Jeno menatap Hyera sinis. Dan Hyera mengangguk pasti.
"Kalau kakak tidak suka, kenapa aku harus cemburu," sahutnya enteng.

Jeno menghela napas panjang. Wajahnya berubah kesal. Kini ada banyak pertanyaan muncul di benaknya.

"Kamu masih mencintaiku?"

"Kenapa kakak bertanya begitu?"

"Karena kamu aneh. Semua pasangan pasti cemburu kalau salah satu dari mereka dekat dengan lawan jenis. Jangankan dekat, menyebutkan namanya saja bisa menimbulkan pertengkaran," ujar Jeno menerangkan. Sungguh dia tidak habis pikir dengan kekasihnya. Apa Hyera memang mencintainya? Atau hanya rasa suka semata, selayaknya suka pada boneka yang suatu saat bisa digantikan oleh robot.

Hyera terdiam. Otaknya sedang berpikir keras. Apa memang seperti itu? Pengetahuannya tentang menjalin hubungan memang sangat minim.

"Aku tidak tahu, Kak. Ini kan pertama kalinya aku pacaran," ucapnya pelan. Sedikit nyalinya menciut untuk kembali berdebat dengan Jeno. Kepalanya tertunduk, tangan kecilnya memain-mainkan ujung tasnya sendiri.

Jeno tersenyum lebar, kemudian mengusak-usak rambut Hyera pelan. Sungguh dia memang sudah bertingkah menyebalkan sejak tadi. Gadis sebaik dan semurni Hyera harusnya tidak menjadi korban sifat menyebalkannya.

"Kamu memang unik. Ini kenapa aku tidak bisa melepaskanmu pada siapapun," ucap Jeno di sela tawa ringannya.

Hyera mengangkat kepala. Didapatinya Jeno yang sedang menatapnya penuh. Mata coklatnya menyipit, melengkung indah. Dia sangat menyukainya. Merasa semakin bersemangat dia pun ikut tersenyum, dan berjinjit menangkup kedua pipi Jeno dengan tangannya.

"Kakak tetap menjadi satu- satunya orang yang paling aku cinta," ucapnya sambil mencubit-cubit kecil pipi Jeno.

Jeno tersenyum lebar. Lagi-lagi jantungnya bergemuruh. Tak ingin membuat Hyera kesulitan dia pun membungkukkan sedikit tubuhnya.

Last December (Tamat)√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang