54. Lonely

243 30 7
                                    

Gemuruh angin berseru memecah sunyi. Ranting meranggas berpegangan saling memperkukuh. Matahari meredup disembunyikan awan abu-abu. Langit mulai menggelap.

Keciprak air beradu dengan tanah seolah melepas rindu yang telah lama terpendam. Rumput tampak bahagia menyambut air yang mengenainya menghasilkan rona sejuk. Namun, tidak dengan gadis yang saat ini hanya mematung menatap nanar air yang sedikit mengenai kakinya.

Hatinya kembali sakit. Apa mungkin langit juga merasa apa yang dia rasa? Merindukan seseorang yang dia harapkan datang dan menemaninya di bawah guyuran hujan. Ternyata hujan memang tidak selamanya indah. Apa semua kenangan indah tentang hujan akan menghilang setelah ini?

Mata Hyera memanas. Desakkan dari kelopak matanya mencoba menerobos keluar. Melepaskan sesak karena lelah bertarung dengan nalurinya untuk segera melupakan Jeno. Sungguh dia ingin menghentikan kegilaannya sendiri. Melupakan Jeno, membiarkan kenangan masa lalunya hanyut terbawa hujan yang akhir-akhir ini sering datang. Kemudian membuka lembaran baru dengan orang yang ada di sampingnya.

Hyera menggeleng keras. Batinnya memang selalu saja menolak. Bahkan setiap kali dia memikirkan hal kotor itu. Hyera memang gila, bahkan memikirkan membuang kenangan tentang Jeno adalah hal kotor baginya. Apa dia memang sudah tidak waras? Entahlah. Dia hanya merasa sakit saat harus membuang Jeno dalam pikirannya. Seolah dia menjadi orang yang paling jahat di dunia. Seolah dia membuat orang lain kecewa. Hanya pikirannya sendiri, tapi tetap saja menyiksa.

Hyera sendiri bingung. Entah kenapa dia malah sering menghawatirkan Jeno. Seolah Jeno bukannya bersenang-senang di sana. Tatapan panik mama dan wajah pucat Jeno sering bermunculan di kepala. Mungkin saja Jeno memang sedang dalam keadaan tidak baik. Dan lebih parahnya, Hyera sampai sering bermimpi buruk tentang Jeno. Seolah Jeno akan menghilang dan meninggalkannya. Tetapi, bisa saja tidak. Mungkin karena dia terlalu merindukannya sehingga muncul mimpi aneh dan pikiran-pikiran aneh dalam tidurnya.

###

"Terus bagaimana kerja kamu? Apa hari ini kamu juga pulang malam lagi?"

"Iya, Ma. Banyak yang tidak masuk kerja selama satu bulan ini. Liburan. Sebagian juga pulang kampung," ucap Hyera dengan nada tidak bersemangat.

"Loh. Jangan dipaksakan, Ra. Kamu harus menjaga kesehatan juga. Enak saja mereka liburan. Eh, kamu yang badannya remuk nanti," ujar mama dengan nada protes dari sana.

"Tidak apa-apa, Ma. Kan, aku digaji," sahut Hyera sambil terkekeh lebar.

"Ya, tetap saja kamu harus menjaga kesehatan, Sayang. Pokoknya jangan sampai nanti waktu kami balik malah tidak kenal sama kamu."

"Maksudnya?"

"Badan kamu terlalu kurus, sampai buat kami pangling nanti."

Derai tawa keduanya meledak.

"Mama ada-ada saja."

Tawa Hyera terhenti. Perlahan dia mengeratkan tangannya sendiri sembari menggigit bibir dalamnya.

"Hmmm ... kak Jeno masih belum mau bicara denganku ya, Ma?" tanya Hyera pelan penuh hati-hati. Hyera mendengar embusan napas pelan dari sana. Dia yakin jawabanya masih sama.

"Tidak apa-apa, Ma," cetus Hyera mencoba bersikap tenang.

"Kamu sabar dulu, ya. Dia masih membutuhkan waktu."

Hyera menggaruk tengkuknya sendiri. Tersenyum tipis mencoba menunjukkan kalau dia tidak masalah dengan jawaban mama barusan. Padahal jelas-jelas wanita itu tidak bisa melihatnya.

"Aku tidak apa-apa, Ma. Mama harus menjaga kesehatan juga di sana. Aku mau berangkat kerja dulu."

"O. Iya, hati-hati, Sayang."

Last December (Tamat)√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang