"Ha-halo."
Terdengar suara gugup Hyera dari balik Handphone.
"Apa kabar?"
Seketika Jeno melihat seorang gadis bersurai panjang sedang duduk di depannya. Terlihat menatapnya gugup dengan tangan mengepal erat pada Handphone di telinganya. Jeno mengulumkan senyum tipis. Dia benar-benar merindukan gadis itu, mendengar suaranya saja sudah membuatnya ingin segera bergerak dan memeluknya.
"Aku sehat. Kakak bagaimana? Kakak sehat, kan?"
Dasar gadis naif. Jeno menggerutu dalam hati. Jelas terdengar suara khawatir Hyera dari sana. Kini dia yakin dengan keputusannya menghubungi gadis naif ini untuk memberi penjelasan. Dia memang memutuskan menghubungi Hyera karena desakkan mama. Kata mama Hyera terus menanyakan kabar karena khawatir. Lagi dan lagi Hyera Si keras kepala kembali. Gadis itu memang sulit dihentikan.
"Aku kelelahan. Semalam kami jalan-jalan sampai kemalaman."
Sunyi. Hingga kemudian terdengar helaan napas samar dari sana. Jeno yakin Hyera kecewa. Jelas saja kecewa. Dia tahu dari mama kalau Hyera bahkan tidak pernah membiarkan satu kesempatan pun untuk menanyakan kabarnya.
"Wah. Pasti sangat menyenangkan."
Hyera berseru antusias. Namun Jeno yakin gadis itu sedang berakting sekarang. Detik berikutnya suasana sunyi. Keduanya tenggelam dalam kebisuan lagi.
"Ra," panggil Jeno memecah sunyi.
"Hmmm?"
"Berhentilah menjadi gadis naif. Berhenti menjatuhkan harga dirimu dengan melakukan hal tidak penting. Kamu paham maksudku, kan? Aku minta jangan lagi memedulikanku, karena aku tidak nyaman."
"Tapi aku masih bekerja dengan kakak," pungkas Hyera cepat.
"Kita sudah putus, Ra. Aku benar-benar tidak lagi nyaman dengan hubungan kita karena Dejun. Kamu harus mengerti perasaanku."
"Aku dan Dejun hanya teman. Aku cuma sayang dan mencintai kakak."
"Kamu bukan gadis egois yang memaksakan perasaan orang lain, Kan?"
Kembali suasana sunyi. Entahlah Jeno sendiri mencoba membuang kemungkinan kesedihan yang merundung gadis di sana. Bisa saja sekarang dia menangis. Itu jelas, bahkan sangat jelas kalau Jeno menganggap Hyera seperti gadis yang egois.
"Kamu memang masih bekerja denganku, tapi seharusnya kamu ingat dengan batasan-batasan dan peraturan-peraturan kita. Ingat keputusan ada di tanganku. Tolong hargai keputusanku. Jadi berhenti seolah kita masih menjalin hubungan."
"Kak ...."
"Atau, anggap saja kamu kemarin menemukan anak kecil dan mengasuhnya. Dan saat anak itu sudah menemukan orang tuanya, kamu harus rela mengembalikannya."
"Tapi aku tidak bisa, Kak."
Hyera menyahut dengan suara bergetar. Seketika isak tangis mulai terdengar dari sana. Hati Jeno mengilu. Sakit. Lagi-lagi gadis itu menangis karenanya. Sungguh Jeno adalah laki-laki berengsek.
"Aku masih bingung. Kenapa tiba-tiba? Kalau karena Dejun aku akan menjelaskan pada kakak sekali lagi. Kami hanya teman. Kakak harus percaya padaku."
Jeno mengeratkan genggaman tangannya. Entahlah. Dadanya seperti akan meledak. Sesak. Kenapa dia harus menghadapi keadaan sesulit ini? Kenapa? Dia baru saja sakit kehilangan Hyera dan sekarang dia semakin sakit saat harus memalsukan perasaan pada gadis rapuh di sana.
"Apa karena aku terlalu kasar? Apa karena aku selalu berbicara tidak sopan pada kakak? Atau mungkin karena aku ceroboh? Aku bisa menjadi gadis baik, tidak akan marah-marah lagi. Aku juga akan membawa botol minumku mulai sekarang. Aku ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Last December (Tamat)√
FanfictionTuhan.. Jika memang masih ada sedikit kebahagiaan yang kumiliki. Aku ingin memberikan semuanya untuk Hyera. Tidak masalah aku pergi lebih cepat, asal gadis itu benar-benar bahagia tanpaku.