Winter and tears ~End~

334 21 19
                                    

"Oya kak, sebentar lagi libur. Bagaimana kalau kita membuat rencana liburan?"

"Boleh."

"Kak!!" teriak Hyera dari ruang tamu. Terlihat Jeno yang berlari terburu-buru menuruni tangga.

"Kenapa lama sekali?"

Hyera mengomel sambil mendecak kesal. Gadis yang sudah rapi lengkap dengan syal di lehernya tampak cemberut, walau Jeno sudah di depannya.

"Maaf sayang. Cerewetnya," goda Jeno sambil mencubit kecil pipi Hyera. Dibelainya kepala gadis itu sambil tersenyum manis. Sejujurnya dia menikmati omelan dan wajah menggemaskan Hyera sekarang. Entah karena dia memang sangat merindukan kekasihnya ini, jadi apapun yang dilakukan gadis ini adalah moment berharga baginya.

"Rencana kita jalan-jalan waktu salju pertama. Nah, sekarang sudah lewat 15 menit." Hyera masih melanjutkan omelan. Bibirnya pun masih manyun.

"Sudah, ayo. Ditambah kamu mengomel, sudah lewat 17 menit," sela Jeno sambil menarik lengan Hyera cepat. Gadis itu akhirnya menurut tanpa menyahut.

.
.
.

Hyera menatap takjub butiran salju di sepanjang jalan. Beberapa pohon tanpa daun terlihat diselimuti salju putih. Sungguh pemandangan yang indah. 

20 menit lalu Hyera yang sedang menatap keluar jendela berlari kegirangan menyerbu Jeno saat mendapati salju pertama turun. Tanpa menjelaskan pada Jeno dia langsung menuntut janjinya pada laki-laki itu. Sebenarnya dia sudah melihat ramalan cuaca pagi ini, tapi tidak terlalu berharap. Namun, sepertinya dia tidak boleh meragukan ramalan cuaca lagi setelah ini, karena ternyata salju benar-benar turun sekarang. Kota Seoul kini terlihat lebih berwarna karena butiran salju yang berlomba-lomba turun menyentuh tanah. Sungguh pemandangan indah yang memanjakan mata.

Tidak bisa dipungkiri, hati Hyera sedang terlonjak senang sekarang. Menikmati malam putih dan dingin dengan laki-laki yang sangat dicintainya. Tanpa memudarkan senyum, dieratkannya tangannya pada genggaman Jeno. Tubuhnya benar-benar menghangat. Padahal laki-laki di sampingnya sedang menatapnya khawatir.

"Dingin ya?"

Sembari merapikan syal Hyera, Jeno memasukkan tangan mereka berdua ke dalam jaketnya. Walau sama-sama memakai sarung tangan, tapi tetap saja dia khawatir melihat pipi gadis di sampingnya yang tampak memerah.

Hyera tersenyum dan menyandarkan kepala di lengan Jeno. Sudah hampir satu jam mereka berjalan menelusuri jalan yang lumayan ramai. Namun, dia masih enggan menghentikan langkah. Dia tidak lelah, atau pun kedinginan. Ingin terus dan terus menelusuri jalanan putih itu. Malah kakinya terus semakin bersemangat saat Jeno memasukkan tangannya ke dalam jaket. Sesekali dia tertawa senang saat memijak gumpalan salju kecil di pinggir jalan. Dan sesekali juga dia mendongak menatap Jeno yang juga ikut tersenyum ke arahnya. Tidak masalah Jeno menganggapnya anak kecil. Hanya dia yang tahu bagaimana bahagianya dia sekarang. Mewujudkan mimpinya berjalan menelusuri salju putih dengan kekasihnya, Lee Jeno. Laki-laki yang sangat dirindukannya. Laki-laki yang kerap kali hanya hadir di dalam mimpinya.

"Kita duduk dulu, ya."

Tiba-tiba Jeno menahan tangan Hyera. Sontak dia menggeleng keras. Karena, kalau boleh jujur  berjalan 5 jam lagi pun dia masih sanggup.

"Tidak mau!"

"Nanti kamu capek, Ra."

Jeno memegang kepala Hyera lembut. Lebih tepatnya melindungi kepala Hyera agar tidak kedinginan. Namun, satu tangan di dalam jaketnya masih tetap menggenggam erat tangan Hyera. Kalau boleh dia ingin membawa gadis ini masuk ke sebuah kafe dan memberinya coklat panas sekarang. Atau kalau pun tidak, dia ingin membuat gadis ini beristirahat sebentar saja.

Last December (Tamat)√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang