24. Gusar

174 49 10
                                    

Musim gugur datang. Pepohonan mulai berubah warna, dari hijau menjadi kuning kemerah-merahan. Dedaunan dan bunga-bunga mulai rontok satu per satu.

Tetapi, tidak dengan pohon pinus. Dedauannya masih tampak hijau tak dipengaruhi oleh musim. Batangnya kokoh tegak lurus menjulang angkuh menuju langit biru, tanpa awan. Hari yang cerah, tapi tidak dengan wajah gadis yang tampak muram di sebuah bangku taman kampus.

Hyera merebahkan kepala di atas meja. Jari kecilnya mengetuk-ngetuk pelan buku yang baru dipinjamnya dari perpustakaan tadi. Pikirannya sedang tidak karuan.

Sungguh Hyera bingung memikirkan Jeno. Kemarin Jeno menyatakan perasaan hingga membuatnya kebingungan. Dia menganggap ucapannya tulus dan benar dari dalam lubuk hati.

Namun, entah kenapa sekarang dia malah ragu. Pagi tadi saat dia keluar kamar hendak membuat sarapan seperti biasa, Jeno malah tidak terlihat. Padahal dia berharap pagi ini akan ada hal istimewa menyambutnya. Sepertinya Jeno hanya bermain-main dengan pengakuannya semalam.

Kecewa. Tentu saja Hyera kecewa. Walau dia malu saat mengungkapkan perasaanya waktu itu, tapi dia sungguh-sungguh. Dia berharap perasaanya bersambut. Ini pertama kalinya dia berani menyatakan perasaan pada seseorang. Itu juga karena dia sangat frustrasi menahannya selama ini, dan tidak ada salahnya mengungkapkan. Namun, sekarang dia menyesal.

Hyera benar-benar menyedihkan, menyukai orang seperti Jeno. Seharusnya dia berhati-hati saat menaruh perasaanya pada orang setelah ini.

"Kasihan bukunya dipukul-pukul, padahal dia tidak bersalah."

Hyera sontak mengangkat kepala dari atas meja. Terlihat laki-laki bersurai hitam sedang tersenyum manis. Dejun. Laki-laki itu menyodorkan cup kopi ke arahnya. Hyera meraihnya malas.

"Kamu sudah selesai?" tanya Hyera pelan. Nada suaranya jelas tidak bersemangat. Bukan karena tidak suka dengan Dejun ataupun karena Sanna tidak masuk kuliah hari ini. Namun, dia memang sedang tidak bersemangat melakukan apapun.

Tadi Dejun menemui pak Sehun karena ada yang harus dibicarakan. Dan dia memilih menunggu di taman karena tidak ingin mengganggu. Dan Jeno. Entahlah. Sungguh Hyera tidak ingin tahu dengan keberadaan anak labil itu. Padahal biasanya saat dia keluar kelas, laki-laki itu sudah melemparkan tas ke arahnya. Sekarang dia sangat kesal, bahkan menyebut namanya di dalam hati saja pun tidak ingin.

"Sudah. Makan yuk!" ajak Dejun.

Hyera menyesap kopinya. Mata bulatnya mengamati wajah Dejun lamat-lamat. Lukanya sudah sembuh, tapi bekasnya masih ada. Sedikit dia lega.

"Ck! Aku tidak punya uang," sahut Hyera enteng.

"Aku yang traktir," tawar Dejun sembari terkekeh renyah. Dia tahu betul Hyera kesal dengan ajakannya.

"Oke! Hari ini aku sedang tidak ada jadwal ganti shift." Hyera meletakkan cup kopi di atas meja. Seraya melipatkan tangan di atas meja, dia menatap Dejun antusias. "Bagaimana kalau kita ke tempat yang lebih menyenangkan," ucapnya penuh semangat.

Dejun tersenyum lebar. Dan ikut mengangguk keras. Baru kali ini dia merasa bersemangat saat ingin melakukan hal lain selain belajar. Tentu itu karena Hyera. Entahlah, untuk sekarang ini apapun yang akan dilakukan, jika itu bersama Hyera dia akan bersemangat.

"Taman hiburan?" Dejun melebarkan mata memberi saran pada gadis di depannya.

Hyera langsung menarik tangan Dejun cepat dan beranjak.

##

Hyera terperangah menatap sekeliling. Ini pertama kalinya dia memasuki tempat ramai dan penuh warna warni setelah 12 tahun lamanya.

Last December (Tamat)√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang