.
.
.Hyera melangkah lunglai sambil menatap tapakkan kakinya sendiri.
Rindu. Dia sangat merindukan Jeno. Dia sangat ingin mendengar omelan Jeno saat dia lupa membawa botol minum. Bukan Jaemin. Dia hanya ingin Jeno yang mengomelinya dan menyodorkan botol minum padanya.
Hyera mendengus sambil menendang batu kecil keras. Kenapa sesulit itu menerima kenyataan? Kenapa sulit membuang semua hal tentang Jeno dari hidupnya? Padahal dia tahu kalau kebersamaanya dengan Jeno tidak sebanding dengan Jaemin.
Entahlah. Seolah dia sudah bergantung sepenuhnya pada Jeno. Dia takut kalau sampai seseorang menggantikannya. Dia hanya ingin Jeno. Jeno yang perhatian walau ketus. Jeno yang bisa bersikap manis di sela-sela sikapnya yang menyebalkan. Jeno yang pemarah, tapi kekanak-kanakkan. Semuanya. Dia sangat merindukan semua tentang Jeno.
Langit menggelap. Matahari kini menyusup bersembunyi di balik awan kelabu. Angin lembut berembus menghasilkan seruan-seruan akibat gesekan ranting pinus. Sepertinya akan hujan. Sial. Hyera tidak membawa payung.
Langkah Hyera terhenti. Pelupuknya memanas saat tetesan hujan mulai membasahi permukaan kulitnya. Kenapa hujan? Apa langit juga tahu kalau dia sangat merindukan Jeno? Semoga saja ini panggilan untuk Jeno. Karena laki-laki itu sangat membenci hujan, tentu dia akan datang membawa payung yang sengaja dia tinggalkan tadi. Bukan hanya tadi, bahkan beberapa hari ini.
Apa laki-laki itu akan benar-benar datang? Bukankah mereka sudah putus? Bahkan dia sudah tidak peduli lagi dengannya. Tetapi, bisa saja Jeno akan khawatir jika dia terkena flu. Batin Hyera masih terus menerka-nerka. Bukan hanya menerka, tapi berharap.
Dan benar saja. Hyera mengulumkan senyum saat dirasa tubuhnya terlindungi dari tetesan hujan. Dengan cepat dia membalikkan tubuh. Namun, wajahnya kembali kecewa saat mendapati Jaemin yang sedang memegang payung dengan raut dingin.
Hyera terpaku karena kecewa, tapi juga heran dengan air muka laki-laki di depannya. Tidak tahu tatapan apa yang Jaemin berikan padanya. Sangat tajam dan menusuk. Dia belum pernah mendapatkan tatapan itu sebelumnya. Sedikit Jaemin menarik sudut bibirnya, hingga seulas senyum tipis tercetak di wajahnya. Akan tetapi, raut asing di wajah Jaemin masih terlihat jelas.
Deras hujan mulai mengelilingi mereka berdua, segera Jaemin menarik tubuh Hyera untuk lebih dekat dengannya. Melindungi gadis bertubuh mungil itu dalam lengan lebarnya agar tidak basah. Bahkan dia tidak peduli lengan sebelahnya sudah basah kuyup.
Hyera yang awalnya tersentak, memilih diam karena dia memang tidak punya pilihan. Kakinya bergerak kaku mengikuti langkah Jaemin dan membiarkan sebagian tubuhnya dalam kungkungan laki-laki di sampingnya. Entah kenapa sekarang dia merasa gugup saat bersama seniornya ini. Mungkin karena pembicaraan tidak mengenakkan tadi?
"Kamu juga lupa membawa payung? Atau memang belum punya payung?" tanya Jaemin memecah kebekuan. Sejujurnya dia gugup memeluk lengan sebelah Hyera. Berharap saja gadis di sampingnya tak mendengar jantungnya yang berpacu kencang, atau telinganya yang memerah. Karena Hyera satu-satunya gadis yang tahu keadaannya saat gugup, dan malu.
"Tidak punya payung," jawab Hyera singkat, masih enggan menoleh. Langkah kakinya juga terasa kaku. Sepertinya karena dingin.
"Kenapa tidak beli?"
"Tidak punya uang."
"Hmmmm. Ya sudah, kakak akan membelikanmu besok."
"Tidak usah, Kak."
Jaemin kembali diam. Sesaat kemudian tidak ada lagi pembicaraan, hanya derai hujan mengiringi langkah kaki mereka berdua.
"Ra."
![](https://img.wattpad.com/cover/190235821-288-k426344.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Last December (Tamat)√
FanficTuhan.. Jika memang masih ada sedikit kebahagiaan yang kumiliki. Aku ingin memberikan semuanya untuk Hyera. Tidak masalah aku pergi lebih cepat, asal gadis itu benar-benar bahagia tanpaku.