Jeno sedang berjalan menggunakan payung di bawah derasnya hujan. Pandangannya hanya tertuju ke tanah, seolah tanah lah yang menuntunnya jalan. Dengan earphone di telinga laki-laki bertubuh bongsor itu sama sekali tidak memedulikan betapa ributnya suara sekitar. Bahkan derasnya hujan pun sama sekali tidak didengar.
Entah kenapa kali ini rumahnya terasa sangat jauh. Hingga dia memperbesar langkah kaki untuk bisa mendapatkan rumahnya segera.
Namun, Jeno tersentak kaget ketika tiba-tiba seseorang ikut berjalan di sampingnya. Menghentikan langkah mata coklat Jeno menatap tajam seorang gadis bersurai panjang di sampingnya. Gadis itu mendongak, berusaha menatap Jeno yang memang jauh lebih tinggi darinya. Dia tersenyum manis. Bahkan sangat manis. Jeno bahkan sampai tertegun sesaat, menatap betapa manisnya senyuman itu.
"Boleh aku menumpang sebentar?" tanya Sang gadis dengan wajah tenang. Seolah tidak menyadari kalau Jeno sedang menatapnya tidak suka.
Apa dia memang sepolos itu? Gerutu Jeno dalam hati. Merasa kesal, akhirnya Jeno kembali melanjutkan langkah.
Namun, setelah 5 langkah, Jeno kembali berhenti dan menoleh ke belakang. Gadis tadi masih tetap berdiri, tapi kali ini di bawah pohon.
Jeno tersenyum tipis. Apa dia bodoh? Bagaimana bisa dia berlindung di bawah pohon yang tidak lagi memiliki daun utuh. Jeno menatap sekeliling, mungkin dia tidak punya pilihan lain. Gadis itu tampak sedang memeluk lengannya sendiri sambil menatap ke arah depan. Pakaiannya terlihat basah. Mungkin dia kedinginan. Sepertinya dia menunggu seseorang.
Melangkah malas, akhirnya Jeno mendatangi gadis itu lagi. Kemudian membagi payung yang memang tidak pas untuk tubuh mereka berdua.
Gadis itu tampak terkejut. Mata bulatnya mengerjap beberapa kali. Lagi-lagi dia menunjukkan deretan gigi putihnya. Jeno tertegun. Senyumnya benar-benar manis, bahkan bisa menutupi bibirnya yang tampak memucat. Darahnya berdesir. Matanya terpaku menatap wajah pucat dan senyum lebarnya.
"Terima kasih," ucap gadis itu pelan.
Jeno masih diam membisu. Walau dia tidak bisa mendengar apa yang gadis itu ucapkan karena Earphone di telinga. Namun, dia masih sedikit mengerti dari gerak bibirnya.
Mungkin karena kesal Jeno hanya menatap saja. Tiba-tiba gadis itu menarik earphone dari telinganya. Jeno tersentak. Merasa kesal, dia pun menepiskan tangan gadis itu kasar.
"Maaf," ucap gadis itu sambil menatap Jeno penuh penyesalan. Diremas tangannya sendiri sambil menggigit-gigit kecil bibir pucatnya. Tubuhnya juga bergetar, dia menggigil.
Jeno lagi-lagi membeku. Tiba-tiba dia menyesal sudah bertindak kasar. Dialihkan tatapan ke sembarang arah. Kini dia merasa tidak tega melihat keadaan Sang gadis.
Sedang memusatkan tatapan pada Sang gadis. Tanpa sadar pikiran Jeno mulai melayang jauh. Seketika lembaran-lembaran lama yang hampir lenyap dari ingatan perlahan terkumpul. Lagi-lagi dia mengingat orang itu. Seseorang yang bahkan sangat sulit dilupakan. Seseorang yang merupakan kesalahan besar baginya. Seseorang yang celaka karenanya. Seseorang yang harus ditinggalkan, walau tidak rela. Mendecak kesal Jeno pun beranjak meninggalkan Sang gadis yang tampak bingung.
##
Jeno merebahkan tubuh di tempat tidur. Diletakkan lengan besarnya di atas kepala. Matanya tertutupi, tapi pelipisnya basah. Dia menangis. Lagi-lagi menangis. Entah kenapa mimpi itu kembali lagi.
Sudah lebih dari 2 tahun dia melepaskan Hanna dari hidupnya. Gadis yang memberi ruang di hatinya hingga dia bisa mengecap cinta untuk pertama kali, tapi juga gadis yang mengajarkan cara melepaskan cinta pertamanya pula.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last December (Tamat)√
Fiksi PenggemarTuhan.. Jika memang masih ada sedikit kebahagiaan yang kumiliki. Aku ingin memberikan semuanya untuk Hyera. Tidak masalah aku pergi lebih cepat, asal gadis itu benar-benar bahagia tanpaku.