Hyera merapikan kucir rambutnya dan menutup pintu kamar. Namun, dia terkejut saat tubuh besar Jeno sudah berdiri tepat di depannya. Laki-laki itu tampak kelelahan dengan peluh di pelipisnya. Apa dia baru saja berlari? Hyera membatin.
"Aku pergi kerja, Kak," pamit Hyera tidak bersemangat.
Sungguh aneh, sejak tadi Hyera hanya memikirkan pertemuan Jeno dengan seniornya Jenny. Apa yang mereka bicarakan? Apa mereka memang memiliki hubungan? Bahkan dia sampai lupa kalau dia bahkan belum makan.
"Aku dan Jenny hanya teman dekat."
Langkah kaki Hyera terhenti. Dengan cepat dia menoleh, menatap wajah lelah Jeno. Dalam hati masih bertanya-tanya, untuk apa laki-laki ini menjelaskan padanya. Dan anehnya wajah Jeno tampak serius.
"Kami sudah dekat sejak kecil. Dia hanya bingung kenapa kita bisa tinggal serumah. Tapi, tenang saja aku sudah menjelaskan semuanya, kalau kita tidak menikah. Kamu hanya bekerja di rumah ini," jelas Jeno panjang lebar.
"Kenapa kakak menjelaskannya padaku? Itu bukan urusanku," ketus Hyera sambil tertawa kecil. Sungguh dia tidak mau terjebak lagi dengan tingkah aneh Jeno.
Jeno memegang tengkuknya sendiri. Bodoh. Kenapa juga dia menjelaskan pada Hyera. Apa itu penting buat Hyera. Dia juga bingung, seperti ada sesuatu di dirinya yang menyeru dan meminta untuk melakukan itu.
"Ta-takutnya kamu berpikir macam-macam," jawab Jeno gagap. Dialihkan tatapan ke arah lain. Ingin rasanya dia menghilang dari hadapan gadis yang saat ini menatapnya heran. Apa Hyera sedang mengejeknya sekarang?
Hyera tersentak. Sungguh dia terkejut dengan lontaran Jeno. Apa mungkin dia memang tahu apa yang ada di pikirannya?
"Tentu tidak."
Hyera terkekeh ringan sambil menepuk tangannya sendiri. Konyol sekali jika dia sampai berpikir macam-macam tentang dua seniornya tadi. Walau sebenarnya memang benar.
"Lagi pula, aku juga tidak mau kalau sampai kamu mendapat omongan tidak enak anak-anak di kampus. Kamu harus menjaga citra beasiswamu juga, kan?" tambah Jeno lagi. Sebisanya dia menormalkan nada suaranya yang sedikit gagap.
"Maksudnya?"
"Yang penting aku sudah meminta Jenny untuk tidak memberitahu orang lain kalau kamu tingal denganku. Karena takutnya orang menilai kamu tidak-tidak."
Hyera terdiam. Otaknya berputar keras, menelaah ucapan aneh Jeno. Apa dia terlalu percaya diri kalau Jeno sedang menghawatirkannya? Apa mungkin tindakkan Jeno mengancam teman kelompoknya karenanya juga? Bukankah Hyera sempat kesal waktu itu saat tahu Jeno sudah menginterogasi Dejun.
"Sudah sana, nanti kamu terlambat. Hati-hati," ucap Jeno sambil melambaikan tangan.
Tersenyum, melambaikan tangan. Dua hal yang sangat dibodohi Jeno saat ini. Kenapa dia melakukannya? Runtukkan demi runtukkan masih menyeru di dalam benaknya, sampai gadis itu menghilang di telan pintu.
##
Hyera melangkah ringan menelusuri lorong sunyi. Sore ini hatinya benar-benar sangat senang. Tentu karena Jeno. Entah hanya perasaannya saja, tapi akhir-akhir ini Jeno memang terlihat bersikap lebih manis dari sebelumnya. Melambaikan tangan saat dia hendak berangkat tadi. Dan itu pertama kalinya. Dan lagi, soal seniornya Jenny ternyata mereka memang hanya teman masa kecil.
Untuk kali ini dia memang bisa menyingkirkan sikap ketus Jeno yang sering muncul tiba-tiba. Hyera melompat kegirangan. Tidak peduli dengan sebagian benaknya yang masih mencoba menolak pemikirannya sendiri, kalau dia mulai merasa nyaman dengan laki-laki labil itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last December (Tamat)√
FanfictionTuhan.. Jika memang masih ada sedikit kebahagiaan yang kumiliki. Aku ingin memberikan semuanya untuk Hyera. Tidak masalah aku pergi lebih cepat, asal gadis itu benar-benar bahagia tanpaku.