Hyera beranjak menuju halaman depan. Mama sedang keluar karena ada yang ingin ditemui mendadak. Jeno sedang berbicara dengan kakek di kamar.Sekali lagi Hyera mendencak kagum. Rumah orang tua Jeno benar-benar sangat besar. Dan sampai sekarang dia masih belum bisa menghentikan kekagumannya pada semua yang ada di rumah ini.
Taman di depan rumah bahkan seperti hutan yang dirawat dengan baik. Ada beberapa pohon menjulang tinggi berbaris rapi dengan beberapa tanaman kecil di sela-selanya. Gemericik air mancur di kolam, dengan ikan-ikan di dalamnya menambah pesona pada taman. Bangunan megah yang ditopang oleh pilar-pilar kokoh berdiri tegak seolah melindungi apapun yang ada di dalamnya. Ini memang benar-benar seperti istana. Melihat rumah Jeno saja sudah sangat besar dia rasa. Dan ternyata rumah orang tuanya lebih mewah.
"Aku minta maaf."
Hyera hampir melompat mendengar suara besar dari belakangnya. Seketika dia tersenyum tipis. Netra gelapnya menatap lekat mata coklat Jeno yang terlihat sayu. Laki-laki bersurai hitam itu sedang berdiri dengan tangan yang terselip di kantong celana. Jeno terlihat lebih tampan sekarang, mungkin karena ucapannya barusan.
Namun, Hyera bingung. Tentu dia bingung dengan tingkah aneh Jeno yang tiba-tiba ketus dan tiba-tiba lembut seperti ini. Ah, dia hampir lupa. Bukankah Jeno labil. Dia memang harus terbiasa dan juga harus mencari sisi Jeno yang sebenarnya. Dari pembicaraan dengan keluarga Jeno tadi, dia sedikit goyah dengan pemikirannya kalau Jeno laki-laki jahat yang tidak punya hati. Bisa saja sebaliknya.
"Aku yang minta maaf, Kak. Seharusnya aku tidak melakukannya semalam," ucap Hyera dengan kepala tertunduk.
Jeno tersenyum tipis. Wajah polos Hyera lagi-lagi menggodanya. Bukan tanpa alasan. Salahkan saja gadis ini yang selalu membuatnya ingin mengganggunya lebih.
"Tidak impas," celetuk Jeno.
Hyera sontak mengangkat kepala. Menatap wajah serius Jeno lebih seksama. Kepalanya seperti dipukul keras hingga membuatnya benar-benar tersadar. Apa dia juga harus mendapatkan apa yang Jeno dapat darinya?
"Ja-jadi maksud Kakak?"
Jeno terkekeh renyah kemudian mengambil duduk di samping Hyera. Pikirannya melayang jauh. Ucapan kakek tentang Dejun masih terngiang jelas di telinganya.
Dia banyak membicarakan hal penting saat bersama kakek tadi. Khususnya Dejun dan papanya. Tidak terkecuali Hyera, gadis yang saat ini duduk di sebelahnya. Gadis yang bisa saja akan menjadi buruan papa Dejun. Biasanya dia tidak akan mau mendengar apapun ucapan kakek. Namun, entah kenapa kali ini dia malah memercayainya. Tidak ingin menolak. Apa mungkin saja karena itu Hyera.
Semua keterangan kakek yang mengatakan, kalau Hyera sebenarnya butuh perlindungan dan dia harus menjaganya. Semua didengar dengan baik, bahkan dia berjanji untuk melindungi gadis itu. Kakek tidak mau memberitahu secara detail apa yang akan dilakukan papa Dejun, bahkan sampai dia memohon tadi. Lagi pula kata kakek itu hanya asumsinya saja. Tidak masalah, dia tidak peduli. Dia akan mencari tahu sendiri nanti.
"Kamu manyukai Dejun?" tanya Jeno tanpa menoleh. Tatapan nanar tertuju pada air mancur di depannya.
Hyera menoleh, mata gelapnya mengerjap beberapa kali. Jeno kenapa? Dari mana suara lembutnya? Apa suara rekaman yang baru didengar?
"I-iya," jawab Hyera kaku.
Jeno tertawa samar dan mengalihkan pandangan ke arah Hyera. Sedikit mengintimidasi.
"Ternyata kamu menilai orang hanya dari tampang."
Hyera menaikkan alisnya sebelah. Belum selesai bingung atas sikap lembut Jeno, kini dia malah bingung lagi dengan pernyataan Jeno.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last December (Tamat)√
FanfictionTuhan.. Jika memang masih ada sedikit kebahagiaan yang kumiliki. Aku ingin memberikan semuanya untuk Hyera. Tidak masalah aku pergi lebih cepat, asal gadis itu benar-benar bahagia tanpaku.