40. Ketahuan Hendery

181 36 16
                                    

Musim gugur hampir berakhir. Tim basket Jeno masih rutin melakukan latihan seperti biasa. Walaupun Jeno jarang mengikuti latihan beberapa bulan terakhir ini, tapi sore ini dia meringankan kakinya untuk datang ke lapangan, tetap saja hanya sekedar melihat-lihat. Kondisi fisiknya tidak seperti dulu. Jadi sangat tidak memungkinkan untuk dia turun ke lapangan. Sejujurnya kakinya sangat gatal ingin berlari mengikuti teman-temannya bermain, tapi dia juga tidak ingin membuat semua orang tahu keadaanya. Makanya dia datang hanya untuk melihat-lihat saja.

Sebenarnya Jeno sendiri bingung. Kenapa tiba-tiba dia ingin datang ke lapangan yang sudah lumayan lama tidak dipijaknya. Bisa saja karena dia memang butuh pengalihan dari suasana hatinya yang beberapa hari ini tidak menentu.

Dan sekarang ruangan ganti sudah sunyi. Semua orang sudah pulng. Hanya menyisakan bau keringat khas laki-laki yang mengganggu indra penciuman. Sejujurnya Jeno tidak betah, tapi sahabatnya Hendery, Si penakut memintanya untuk menemani mengganti pakaian.

"Hend, aku pulang duluan ya."

Jeno memegangi perutnya sambil sesekali meringis. Lagi-lagi perutnya ngilu. Entah kenapa akhir-akhir ini sering terjadi, padahal dia rajin meminum obatnya.

Pandangan Jeno menyapu sekeliling. Tidak ada siapapun. Hanya dia dan Hendery dari tim basket yang masih tersisa. Semua sudah pulang setelah latihan tadi.

"Ck! Tidak setia kawan kau, Jen. Tunggu sebentar lagi, aku takut," sungut Hendery dari jarak jauh. Dia sedang sibuk memasukkan barang-barangnya ke dalam tas.

"Aku pergi dulu."

Jeno berlalu sambil memegangi perutnya. Ngilu di perutnya tidak dapat ditahannya lagi, terasa semakin menyiksa. Bahkan bulir keringat mengalir di kening pucatnya.

"Kau kenapa? Sakit? Alasan. Tunggu sebentar, ini hampir selesai. Sebentar, Jeno tampan, aku mau mengambil sepatu dulu ke rak sebelah," cerocos Hendery sambil berlari kecil menuju ruang sebelah.

Ngilu di perut Jeno semakin menyiksa. Segera dia berlari ke kamar mandi saat sesuatu dari mulutnya berdesakkan hendak keluar.

"Jen, kau kenapa?"

Langkah Hendery terhenti melihat Jeno yang terlihat kesakitan menuju kamar mandi. Diikutinya laki-laki yang tampak kesakitan itu sampai ke dalam kamar mandi. Dia semakin panik saat darah segar keluar dari mulut Jeno. Belum lagi sahabatnya itu tampak gemetaran dengan wajah sepucat kapas.

"Jen, kau kenapa?" tanya Hendery panik.

Hendery mengusap-usap pundak Jeno pelan. Tubuhnya bergetar hebat. Sungguh ini pemandangan yang sangat mengejutkan baginya.

Jeno tidak menyahut. Laki-laki pucat itu masih membersihkan sisa darahnya di sekitar bibirnya. Hingga kemudian dia tertunduk diam sambil mengatur napas kembali. Dengan tangan yang masih bergetar dia merogoh tasnya, mengeluarkan botol plastik dan mengambil pil dari dalam. Diraihnya botol minuman yang disodorkan Hendery kemudian ditenggaknya tergesa.

Jeno masih membisu. Terduduk lemas di lantai sambil menutupi wajah. Diembuskan napas yang terasa berat tanpa berani menatap Hendery yang masih jongkok, diam tanpa suara. Terlihat jelas kalau dia sangat syok.

"Jangan beri tahu siapa siapa?" ucap Jeno dengan suara yang masih bergetar. Terdengar lemah. Diturunkan perlahan tangannya, tapi tetap belum berani menatap Hendery.

Hendery mengangguk pelan, masih dengan wajah gugup. Dia bisa menangkap situasi yang tidak baik saat ini, tapi masih enggan untuk bertanya.

"Ayo kita ke dokter, sekarang," tawar Hendery hati-hati.

"Aku mau pulang."

Jeno mencoba bangkit dari duduk. Namun, tenaganya masih belum pulih.  Hingga dia harus memegang tembok untuk menahan tubuhnya yang sempoyongan.

Last December (Tamat)√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang