Jeno mencoba menyusul Hyera dengan langkah besar. Sepertinya dia tahu kalau Hyera sangat kesal. Dia memang mengakui kesalahannya. Bertindak semauanya ikut serta dalam proyek Hyera, dan semena-mena membuat keributan di sana.
"Ra, tunggu!"
Jeno berlari kecil karena Hyera semakin jauh. Gadis itu terus berjalan tanpa menoleh ke belakang. Hingga akhirnya langkah Hyera terhenti saat dia sudah berhasil menangkap tangannya.
"Kamu marah?"
Hyera mendengus tanpa menoleh. Tatapannya tertuju pada jalanan yang sudah sunyi. Wajar saja ini sudah pukul 18.00.
"Maafkan aku," ujar Jeno pelan.
Hyera mencoba melepaskan tangan Jeno dan hendak beranjak, tapi tangan laki-laki itu terlalu kuat menahan. Hingga akhirnya dia memilih mengalah dan beralih menatap Jeno. Tetap saja, setengah hati dia masih enggan menatap laki-laki yang lebih tinggi darinya itu.
"Kenapa kakak seperti anak kecil?" sungut Hyera masih melemparkan tatapan tidak suka pada Jeno.
"Aku tidak suka____"
"Aku lelah mendengar ucapan yang sama setiap hari," potong Hyera cepat.
"Ra, aku janji kejadian ini tidak akan terulang lagi esok," ucap Jeno meyakinkan, wajahnya penuh penyesalan. Dia tahu Hyera marah karena sikapnya. Namun, siapapun tolong mengerti bagaimana perasaannya jika melihat Hyera berdekatan dengan laki-laki lain. Apalagi Dejun.
"Terserah. Aku pusing, ngantuk, ingin cepat pulang," acuh Hyera masih dengan nada ketus. Sungguh kepalanya pusing menghadapi manusia seperti Jeno. Bertindak semaunya dan labil.
"Aku janji__"
"Terserah. Besok aku akan bicara dengan pak Sehun untuk mengganti anggota panitia," tegas Hyera masih tidak mau kalah. Semua memang salah Sehun yang menyetujui Jeno ikut serta. Jika menyulitkan dia juga berhak menggantinya bukan?
Jeno menarik lengan Hyera dan merangkulnya erat. Disandarkan kepalanya di bahu Hyera manja. Tidak. Dia tidak akan membuat keributan dalam hubungan mereka yang masih seumur jagung. Apapun akan dilakukan untuk membujuk kekasihnya.
"Ra____"
"Susah mengurus anak bayi," cibir Hyera, tapi sedikit bibirnya mulai tersenyum. Entah kenapa kini amarahnya meredup dengan sikap Jeno. Laki-laki ini memang seperti anak kecil. Apa Hyera memang sudah disihir oleh Jeno. Bahkan melihat Jeno bermanja-manja saja dia sudah luluh. Kini dia yang terlihat labil.
"Raa____" rengek Jeno masih memegang erat lengan Hyera. Suaranya bahkan dibuat manja. Sedikit hatinya terlonjak senang melihat sudut bibir Hyera mulai terangkat naik. Gadis yang baik hati, pengertian dan bonusnya cantik. Hyera memang kekasih idaman.
Mau tidak mau akhirnya Hyera pun tersenyum. Dia memang tidak bisa mengabaikan sisi manis beruang besarnya satu ini. Keduanya akhirnya saling menatap dan tertawa lebar. Degan gemas Hyera mencubit kecil hidung bangir Jeno.
Namun, Hyera kembali menarik senyumnya saat menatap Jeno yang tiba-tiba muram melihat ke depan. Hujan turun. Laki-laki itu mengeluarkan payungnya sambil mendecak. Perlahan dia menarik tubuh Hyera lebih dekat.
"Kenapa pula akhir-akhir ini sering tiba-tiba hujan?" gerutu Jeno pelan. Sejujurnya dia memang tidak ingin ucapannya terdengar oleh Hyera. Tidak masalah hujan, tohnya dia membawa payung.
"Benar juga, Kak," ujar Hyera ikut menatap kecewa ke arah langit.
Hyera menoleh ke arah Jeno. Apa laki-laki ini sangat membenci hujan? Di awal mereka bertemu sudah menggambarkan Jeno tampak risih dengan hujan. Dan selama mereka tinggal bersama, Hyera selalu melihat Jeno penuh persiapan membawa payung, walau saat tidak hujan sekalipun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last December (Tamat)√
FanfictionTuhan.. Jika memang masih ada sedikit kebahagiaan yang kumiliki. Aku ingin memberikan semuanya untuk Hyera. Tidak masalah aku pergi lebih cepat, asal gadis itu benar-benar bahagia tanpaku.