27. Jadi panitia

169 44 13
                                    

Senyum Jeno merekah saat netra coklatnya menangkap Hyera di pintu perpustakaan. Sudah seminggu mereka menjalin hubungan. Sedetik pun dia tidak membiarkan waktu kosongnya tanpa gadis itu. Kapan pun saat tidak ada jam kuliah, dia selalu berusaha berada di sekitar Hyera. Bahkan saat gadis itu berada di dalam kelas, dia akan duduk di luar menunggunya. Dia juga tidak segan-segan mengintip dari balik jendela.

Jeno melangkah pelan, mengikuti Hyera keluar dari perpustakaan. Bibir tipisnya tak henti-hentinya mengembang indah mengamati gadis bersurai panjang di depannya. Dari belakang bisa dilihatnya potongan wajah Hyera yang sesekali tertutupi rambut karena tertiup angin. Sangat manis.

Namun, tiba-tiba tepukan pelan menghentikan langkah Jeno. Dia menoleh. Ternyata Jaemin. Seketika senyumnya memudar.

"Kita perlu bicara," ucap Jaemin dengan nada ketus.

"Apa? Aku sedang buru-buru," sahut Jeno yang masih menoleh ke arah Hyera yang sudah hampir menghilang dari pandangan.

"Soal Hyera."

Jeno menatap Jaemin lama, senyum sinis terukir di wajah tegasnya. Anggap saja dia keceplosan, jika dia sampai mengatakan pada Jaemin tentang hubungannya dengan Hyera, dia siap menerima amarah dari kekasihnya itu.

"Bicara di sini saja. Kenapa Hyera?" tanya Jeno penuh percaya diri. Seolah dialah yang paling berhak atas hidup Hyera.

"Pecat dia! Dan kau suruh dia pergi dari rumahmu."

Sudah diduga, Jaemin memang laki-laki yang akan menjadi sandungan hubungannya dengan Hyera.

"Sebenarnya apa hubunganmu dengan Hyera? Kurasa kau terlalu sering ikut campur dengan hidupnya?"

"Aku ... orang terdekat Hyera. Aku yang bertanggung jawab untuk Hyera. Jadi aku tidak bisa membiarkan Hyera tinggal di rumahmu lebih lama," terang Jaemin penuh percaya diri. Wajahnya masih tenang.

"Jangan berlebihan. Kau ayahnya? Orang tua Hyera?" sungut Jeno kesal. Bertanggung jawab dengan Hyera? Bukankah seharusnya itu dia?

"Jangan banyak bicara. Yang jelas Hyera tidak bisa terus menerus tinggal denganmu!" bentak Jaemin sambil melotot lebar.

"Tidak usah mengatur hidupku!" bentak Jeno tak kalah keras. Mata tajamnya menyorot Jaemin tajam. "... juga Hyera."

"Apa kau tidak punya hati? Kau sudah memanfaatkan Hyera______"

"Aku mencintai Hyera. Aku tidak manfaatkanya. Dan juga aku tulus ingin membantunya," ungkap Jeno lantang. Seolah seluruh dunia harus tahu dia bangga dengan dirinya yang sudah menjadi pemilik Hyera.

Jaemin tersentak. Genggaman tangannya mengerat dengan mata memerah. Dari ucapan Jeno barusan, semuanya sudah jelas kalau Hyera dan Jeno sudah menjalin hubungan. Apa dia sudah terlambat? Kenapa secepat itu?

"Kalau kau mencintainya, seharusnya kau tidak menjadikan dia pesuruhmu, Berengsek!" dengus Jaemin dengan suara bergetar. Mata merahnya menatap Jeno tajam. Hatinya masih berontak untuk tidak membenarkan pikirannya sendiri. Lebih tepatnya menyela.

"Tidak usah ikut campur urusan kami. Kalau kau keberatan cukup melihat dari jauh saja, karena kami tidak suka diganggu. Apalagi aku."

Jeno menepuk pelan pundak Jaemin sambil berlalu. Dia tidak ingin melanjutkan pembicaraan yang akan membuatnya hilang kendali. Dia sadar diri, jika ini berlanjut, emosinya bisa saja tersulut. Demi hubungannya dengan Hyera yang masih terbilang muda, dia akan menahannya. Memberitahu Jaemin akan hubungannya dengan Hyera sepertinya sudah cukup.

Napas Jaemin memburu. Dieratkan genggaman tangannya keras. Hatinya hancur. Kenapa dia kehilangan kesempatan lagi?

"Lee Jeno, berengsek! Aku akan pastikan kau menarik kata-katamu barusan!" teriak Jaemin dengan suara bergetar. Sungguh nalurinya enggan menyatu dengan realita. Mendengar penjelasan yang bisa saja karangan Jeno saja. Akan tetapi, tetap saja hatinya hancur tak bersisa. Dia rapuh. Dan lagi itu karena Hyera, gadis yang senantiasa ada di sampingnya, tapi tak dapat diraihnya.

Last December (Tamat)√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang