Hyera menggigit bibir dalamnya saat mendapati Jaemin dari arah berlawan. Lagi-lagi pikirannya teringat dengan kejadian semalam. Tubuhnya panas dingin. Ini ke empat kalinya dia dan Jaemin hampir berpapasan, dan sejak tadi mereka hanya saling menghindar. Namun, kali ini sepertinya dia memutuskan untuk tidak melakukannya. Memberanikan diri, Hyera menatap gugup Jaemin yang sudah hampir mendekat.
"Ra, bisa minta waktumu sebentar?"
Hyera sontak menghentikan langkah. Entah bagaimana kakinya memaku, seolah ada magnet yang menahannya. Sedikit kaku, Hyera menoleh ke samping dan mengangguk pelan.
.
.Hyera menatap ke luar Jendela. Jaemin melipatkan tangan di atas meja. 5 menit mereka sudah duduk diam tanpa ada yang berani mengeluarkan suara. Jaemin menyesap kopinya dan kembali berdehem pelan.
Hyera menunduk, mengepal erat jemarinya di bawah meja. Sungguh dia malu baradu tatap dengan seniornya untuk saat ini. Jelas karena kejadian semalam.
"Kakak minta maaf, atas apa yang terjadi semalam."
Hyera masih menundukkan kepala. Jemarinya tidak tinggal diam memain-mainkan kukunya di bawah meja. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Karena dia memang belum punya persiapan untuk bertemu dengan Jaemin secepat ini.
"Ra, kamu masih marah? Kakak benar-benar khilaf."
"Tidak, Kak. Tidak apa-apa," jawab Hyera masih dengan kepala tertunduk.
"Terus, kenapa kamu masih belum mau menatap kakak. Kamu masih terlihat marah." Jaemin melanjutkan ucapannya lagi.
Hyera mengangkat kepala. Ragu-ragu dia menatap Jaemin kemudian kembali menunduk. Masih juga enggan beradu tatap dengan senior di depannya.
Menghela napas berat Jaemin merebahkan pundaknya di sandaran kursi. Jika begini akhirnya, dia sungguh menyesal. Kenapa dia ceroboh sekali.
"Kakak tidak boleh mencintaiku."
Ucapan pelan Hyera mengejutkan Jaemin. Secepat kilat laki-laki itu menegakkan pundak dan menatap gadis di depannya gugup.
"Kenapa? Maksud kamu bagaimana?"
Hyera mengangkat kepala. Memberanikan diri dia tersenyum manis. Laki-laki bersurai coklat di depannya masih mengamatinya lamat-lamat. Terlihat penasaran.
"Kakak harus mendapatkan orang yang jauh lebih baik dariku. Jangan sia-siakan hidup kakak yang sempurna untuk gadis sepertiku."
Hyera membuang tatapan ke luar jendela. Mengamati jalanan dengan kerangka pohon tanpa daun. Ini pertama kalinya dia berani menyela Jaemin. Lebih tepatnya menolak. Makanya dia tidak sanggup menatap wajah laki-laki yang selalu dibanggakannya ini.
"Hyera, kamu kenapa?"
"Aku akan menjadi orang yang paling jahat di dunia kalau terus-terusan berada di samping kakak. Selama ini aku sudah banyak menyusahkan Kakak. Jadi ... Sekarang aku sudah membuat keputusan, kalau aku tidak akan bergantung pada Kakak lagi. Bahkan sampai menjadi benalu di hidup Kakak."
Hyera kembali menoleh, menatap wajah sendu Jaemin lembut. Seulas senyum tipis dilemparkan tulus pada senior kebanggaanya itu.
Jaemin terdiam. Bibirnya terkatup rapat. Lidahnya terasa kelu untuk kembali menyela ucapan lembut Hyera barusan. Bahkan untuk bernapas pun terasa sulit. Apa ini hukuman untuknya? Apa ini adalah hukuman karena berani mengabaikan Jeno yang sakit di sana? Apa ini juga hukuman untuknya karena mengingkari janjinya pada Jeno.
###
"Kenapa kamu bisa di sini?" Hendery menatap bingung Dejun yang terlihat terengah-enggah di depannya. Sepertinya laki-laki ini habis berlari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last December (Tamat)√
FanfictionTuhan.. Jika memang masih ada sedikit kebahagiaan yang kumiliki. Aku ingin memberikan semuanya untuk Hyera. Tidak masalah aku pergi lebih cepat, asal gadis itu benar-benar bahagia tanpaku.