35. Mafia

1.6K 127 7
                                    

Menjadi seorang mafia bukanlah keinginan Hyunjin. Dia terpaksa-lebih tepatnya dipaksa-oleh ayahnya yang merupakan ketua mafia terbesar di dunia.

"Papa, kenapa tidak langsung memimpin kelompok yang besar?" Tanya Hyunjin kepada Chanyeol-ayahnya karena sungguh, Hyunjin sangat tidak tertarik untuk mengurusi berandal-berandal kecil yang lemah.

"Kau harus belajar dari bawah putra ku."

"Lalu apa gunanya pelatihan ku dari kecil selama ini Papa?"

"Pelatihanmu? Kurasa kau masih perlu berlatih nak."

"Masih perlu berlatih? Ck! Yang benar saja!."

Dor

"Argh. Hampir saja Papa!"

"See? Kau bahkan tidak bisa menghindari tembakanku."

"Itu karena kau adalah Papa. Aku tidak akan bisa melawanmu."

Hyunjin memegang bahunya yang terkena tembakan Chanyeol. Tidak sakit, hanya saja darah yang keluar cukup banyak. Hyunjin tidak mau pingsan di depan ayahnya hanya karena kehabisan darah.

Ceklek

"Chanyeol, aku membawakan kopi unt-"

Dor

Prang

"Astaga Chanyeol! Sudah berapa peluru yang kau tembakan pada anakku hah?!" Chanyeol baru saja menembakkan pelurunya kearah Baekhyun, dan dengan cepat Hyunjin berlari untuk melindungi sang ibu. Baekhyun sungguh terkejut, bahkan kopi yang dia bawakan untuk Chanyeol sampai terjatuh.

"Hyunjinie! Ayo ke ruang operasi. Mama ambil peluru mu. Dan kau Park, bisakah melatih putramu dengan cara yang lebih baik?" Lebih baik? Dia seorang mafia. Bagaimana bisa baik?

Peluru yang bersarang pada Hyunjin sudah Baekhyun ambil. Sekarang Hyunjin kembali masuk keruang kerja sang ayah.

"Ada apa?"

"Pergi ke Hanlim School. Anak-anak nakal banyak yang berulah disana."

"Baiklah."

"Jangan sampai terluka."

"Hm. Hyunjin juga menyayangi Papa." Bagaimana pun juga, mereka tetap keluarga. Saling menyayangi. Chanyeol hanya bisa bersenyum tipis setelah Hyunjin keluar dari ruangannya. Senyuman itu, senyuman yang hanya keluarganya saja yang bisa melihatnya.

Sesampainya di lokasi, Hyunjin hanya bisa berdecak di dalam mobilnya. Bagaimana bisa? Ayahnya memerintahkan untuk menyelesaikan masalah soal senjata milik ayahnya dicuri oleh orang-orang tidak tahu diri itu. Hyunjin tahu, ayahnya itu bahkan tidak peduli jika senjata itu dicuri karena senjata yang dicuri itu hanya sebagian kecil, bahkan sangat kecil dari beberapa senjata yang tidak diperlukan.

"Jeno, kau selesaikan. Aku tunggu di mobil." Hyunjin datang hanya dengan Jeno.

"Baiklah, tunggu sebentar bos."

Hyunjin mulai membuka laptop yang memang sengaja dibawa. Dia melanjutkan pekerjaan kantornya yang belum selesai.

Brak

Hyunjin melihat kesamping saat melihat seseorang baru saja masuk ke dalam mobilnya lalu menutup pintu dengan kasar.

"Si tampan sialan-jeno itu tidak akan menemukan ku disini hahaha."

Orang yang baru saja masuk ke mobilnya itu tidak sadar jika ada Hyunjin disini. Dengan cepat Hyunjin menekan tombol kunci di mobilnya lalu mengambil pistol yang selalu berada di pinggangnya. Menodongkan pistol tersebut ke kepala orang itu.

Bisa dilihatnya orang tersebut terkejut, lalu menatap Hyunjin dengan tatapan yang terlihat ketakutan tetapi lelaki itu berusaha untuk menutupinya.

"Tersesat?"

"Ck! Pasti teman si tampan sialan. Mau membunuhku?" Bukannya menjawab pertanyaan Hyunjin, lelaki itu malah kembali bertanya kepada Hyunjin dengan nada yang seolah menantang. "Aku juga akan membunuhmu." Lelaki itu ikut mengeluarkan pistol dari balik jaket yang ia kenakan lalu menodongkannya kepada Hyunjin. Hyunjin tidak takut. Sama sekali tidak.

Sret

Secepat kilat Hyunjin memutar tangan sang lawan lalu mengambil pistol digenggamannya.

"Jeongin? Nama yang indah baby foxy." Hyunjin melihat tato ditangan lelaki itu bertuliskan "jeongin" saat dengan tidak sengaja lengan bajunya terbuka.

"Sialan! Lepaskan!"

Biasanya semua lawan Hyunjin akan takut dengan mendengar suaranya saja. Tapi tidak dengan Jeongin yang membuat Hyunjin merasa tertantang juga penasaran.

Jeongin meronta saat tubuhnya dengan mudah diangkat oleh Hyunjin lalu mendudukkannya dipangkuan Hyunjin.

"Eunghh." Jeongin merutuki mulutnya yang mengeluarkan suara aneh tersebut karena saat dirinya meronta, tangan Hyunjin yang menahannya tidak sengaja mengenangi miliknya.

"Kau submisive hm?"

"T-tidak! Jelas-jelas aku seorang dominant! Kau tidak bisa lihat atau bagaimana!"

"Ya, aku melihatnya. Dan kau memang seorang submisive dengan semua kecantikanmu."

"Aku d-dominant!"

"Tunjukkan." Dengan segera Hyunjin melepas seluruh pakaian Jeongin. Sungguh, Hyunjin tidak pernah seperti ini sebelumnya. Dia sangat dilarang kedua orang tuanya untuk melakukan hal-hal seperti itu.

"A-apa yang kau lakukan?!" Hyunjin tidak menjawab, dia hanya melepaskan dasi yang dia pakai untuk menutup mulut Jeongin.

"Hmpp! Hiks! Hmpp! Hmpp!" Jeongin memang tidak takut dengan apapun. Kecuali Tuhan dan kedua orang tuanya. Tapi Jeongin sadar, dia seorang submisive yang juga seorang carrier. Jeongin tidak mau sampai orang yang tidak dikenal dan tentu saja tidak dia cintai mengambil keperjakannya dan menanamkan benihnya di tubuh Jeongin.

Hyunjin sudah mulai membuka celananya saat suara telfon di ponselnya mengalihkan perhatiannya.

Tanpa melihat siapa yang menelfon, dia langsung mengangkatnya dengan amarah karena sudah mengganggu.

"Sialan! Ada ap-"

"Don't fuck him my son. Ingat dengan  tugasmu? Pulang dan bawa dia kerumah." Ucap Chanyeol lalu mematikan telfon secara sepihak.

Hyunjin lupa, dia masih mempunyai seorang ayah yang notabenya adalah pimpinan mafia. Hyunjin juga lupa jika semua yang dilakukannya masih diawasi sepenuhnya oleh orang tuanya. Dan apa tadi? Ayahnya menyuruhnya untuk membawa pulang Jeongin?

Hyunjin melepas ikatan dasi pada mulut Jeongin lalu kembali mengikatnya untuk menutupi matanya. Hyunjin tidak tahu dengan apa yang dilakukannya. Tetapi melihat Jeongin dengan mata yang tertutup dasi dan tubuhnya yang tidak tertutup apapun membuat sesuatu dalam dirinya berteriak puas.


Makasih udah vomen~

hyunjeong ~ oneshootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang