Hidup itu pilihan. Kamu mau melangkah pergi? Itu pilihanmu.
***
Penutupan kegiatan camping berjalan dengan lancar tadi. Kini semua murid berbenah untuk pulang. Acara itu sungguh menguras tenaga, tapi tetap menyenangkan. Sekolah meliburkan sekolah selama 1 hari agar para murid dapat beristirahat dan kembali sekolah pada keesokan harinya. Tentu saja hal itu membuat murid-murid senang sekali.
Arion, kembali mengecek arloji yang terpasang di pergelangan tangan sebelah kirinya. Ini sudah kesekian kalinya dia mengecek benda itu. Terlihat jelas bahwa dia sedang menunggu seseorang. Arion menyenderkan tubuhnya di mobil hitam miliknya, lalu melipat tangannya di dada.
"Ion!" Arion menoleh, ternyata itu Reina, orang yang sedari tadi ditunggunya. Gadis berhoodie merah itu berjalan mendekat dengan senyum yang merekah. Jantung Arion berdetak kencang ketika melihat senyum itu. Ingin rasanya dia membalas senyum itu, tapi dia tutup rapat-rapat dengan ekpresi datarnya. "Maaf ya nunggu lama," ujarnya.
"Gapapa." Arion mengitari mobilnya lalu masuk ke dalam mobilnya, diikuti oleh Reina yang duduk di kursi kosong yang ada di samping Arion. "Pake sabuk pengamannya." ujar Arion seraya menyalakan mesin mobilnya.
"Siap, Bossku!" Reina mengangkat tangannya membuat posisi hormat, seakan-akan Arion itu memang boss-nya. Tak lama mobil Arion melesat meninggalkan halaman sekolah.
Reina membuka kaca mobil, tatapannya tertuju keluar jendela. Menatap jalanan kota yang ramai lancar, serta cuaca sore hari yang mendung.
"Mau hujan," ucap Reina pelan.
Arion hanya bergumam pelan menanggapinya, sorot matanya fokus ke depan.
"Lo ingat gak, Ion, pertama kita sahabatan deket gara-gara apa?" tanya Reina tiba-tiba.
"Inget, di minimarket."
Reina kembali menutup kaca mobil, di luar rintik hujan mulai berjatuhan. "Waktu itu aku diajak mama beli sabun ke minimarket depan komplek, terus aku sama mama pergi ke sana. Sampe di sana, aku lihat kamu duduk di kursi minimarket sendiri sambil makan es krim. Aku kira kamu anak hilang tahu gak sih." Reina terkekeh kecil mengingat kejadian saat itu.
"Mama nyuruh aku buat ambil gula yang ada di rak tapi gak sengaja aku nyenggol sekardus telor dan telor itu pecah gak ke sisa. Aku panik banget di situ, terus nangis. Mama dateng dengan wajah panik, dia nyangka aku kenapa-kenapa padahal aku cuman gak sengaja senggol sekardus telor."
"Reina memang cengeng." timpal Arion. Reina mengangguk sambil tersenyum, tapi memang begitu adanya. Gadis itu memang tipikal cewek yang cengeng.
"Mama suruh aku duduk di bangku depan minimarket karena mama lagi sibuk ganti telor yang pecah itu. Di sana aku masih nangis sampai seguk-segukan, karena aku mikir dulu kalau aku melakukan kejahatan yang berat."
Arion terkekeh pelan. Terbayang tingkah Reina yang dulu.
"Tapi, tiba-tiba anak cowok yang aku kira anak hilang itu, nyamperin aku sambil nyodorin eskrim coklat bekas dia makan tadi. Aku bingung waktu itu tapi tetep aku terima eskrim pemberian dari kamu walaupun itu bekas kamu."
"Aku tanya, kamu baru pindah ke sini? Kamu cuman ngangguk. Dulu kamu itu pendiem banget! Sekarang juga masih sih, tapi gak separah dulu. Dulu kamu kalau aku tanya cuman ngangguk kalau enggak gumam aja. Tapi, sikap kamu yang pendiem justru melengkapi sama sikap aku yang bawel. Karena di minimarket itu kita jadi deket, sering main bareng, berangkat sekolah bareng, terus ya jarak rumah kamu cuman ke tutup sama lima rumah aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M SORRY [SELESAI]
Teen Fiction"Gue itu bodoh suka sama orang yang suka sama orang lain!" Kalian pernah mengatakan hal itu pada diri sendiri? Jika pernah, kalian mungkin kini berada di posisi yang sama seperti Meisya. Entah alasannya apa yang membuat dirinya begitu mencintai Ar...