"Sori ya, gue tiba-tiba batalin buat nganterin lo balik."
Mungkin ini sudah yang ketiga kalinya Arion berbicara seperti itu. Meisya sudah bilang tidak apa-apa tetapi Arion masih saja meminta maaf seperti barusan. Jujur sih, Meisya sedikit kecewa karena Arion membatalkannya begitu saja. Ya, alasannya karena tadi orang tua Reina tiba-tiba menelepon Arion, mengatakan bahwa Reina dibawa ke rumah sakit.
Tidak usah ditanya lagi bagaimana reaksi Arion setelah mendengar itu, cowok itu terlihat panik. Padahal Meisya jarang sekali melihat Arion panik seperti tadi. Sebegitu cintanya, ya? Pikirnya.
"Lo gapapa balik sendiri?" tanya Arion.
"Gapapa, santuy aja!" Meisya menepuk pundak Arion pelan, sok akrab. Ini entah Meisya yang merasakannya saja, atau Arion juga merasakannya, jika akhir-akhir ini mereka nampak lebih dekat. Tidak secanggung dahulu. Entahlah, Meisya merasa begitu, semoga Arion juga.
Arion melirik bahunya yang ditepuk Meisya barusan, beberapa detik kemudian dia tersenyum manis.
Aduh, mampus! Diabetes gue! Teriak Meisya dalam hati. Tanpa sadar dia ikut tersenyum melihatnya.
"Sok akrab banget lo." kata Arion.
Jleb!
Senyum Meisya hilang seketika. Malu mendominasi kali ini. Meisya merutuki dirinya yang merasa sok akrab dengan Arion tadi, berarti sudah dipastikan jika Arion belum merasakan kedekatan seperti yang Meisya rasakan.
"Boong, deh. Kita kan memang temen." sambung Arion ketika melihat ekspresi Meisya yang nampak malu.
Meisya memaksakan tersenyum sambil garuk-garuk tengkuknya yang tidak gatal. Entah kenapa dia merasa ada yang mengganjal ketika Arion mengatakan kata 'teman' tadi. Tapi kalau dipikir-pikir, memang kenyataannya begitu, kan?
"Udah lo sana! Reina nunggu lo noh!" usir Meisya, mencairkan suasana. Arion mengangguk mengiyakan lantas kembali masuk ke dalam mobilnya. Meninggalkan Meisya di pinggir jalan. Miris memang.
Sekarang, waktu menunjukan pukul tujuh malam. Jalanan tidak terlalu lenggang, masih banyak kendaraan umum yang masih beroperasi. Meisya melambai-lambaikan tangannya pada angkot yang Meisya tahu jika itu adalah angkot jurusan ke rumahnya. Angkot itu berhenti lantas kembali melaju setelah Meisya naik.
Keadaan angkot lumayan penuh. Meisya dapat melihat beberapa anak sekolah yang baru pulang, mungkin mereka juga memiliki urusan sama seperti Meisya sekarang. Angkot melaju cukup cepat, tak terasa kini Meisya sudah sampai di depan gerbang kompleks perumahannya.
Meisya harus sedikit berjalan untuk sampai di rumahnya. Tapi tak apa, udara malam ini terasa sejuk di kulit Meisya. Dia menikmati perjalanan pulangnya kali ini sampai-sampai tak menyadari jika sudah saja di depan rumah.
"Assalamualaikum, Meisya pulang!" ujar Meisya sedikit berteriak. Tak ada sahutan dari dalam sana, hanya suara dentuman jam dingin yang terdengar. Meisya tersenyum sambil menunduk, menertawakan dirinya yang kadang melakukan hal itu padahal tahu jika di rumahnya tidak ada siapa-siapa. Hanya ada asisten rumah tangga yang biasanya pulang sore hari.
Sedih banget ya gue...
Tak mau larut dalam kesedihanya, Meisya naik ke lantai atas, tempat dimana kamarnya berada. Rebahan, hal pertama yang Meisya lakukan saat baru saja pulang sekolah. Menghilangkan rasa lelah, setelah melakukan kegiatan seharian ini. Meisya kadang suka kebablasan, sampai-sampai dia tertidur pulas. Sama seperti saat ini. Hampir menginjak ke alam mimpi, suara ponselnya berdering nyaring, membuatnya terbangun seketika.
"Hallo, Tan?" sapa Meisya pada tante Sena. Terdengar suara isakan tangis di seberang sana membuat Meisya langsung merubah posisi tubuhnya menjadi duduk. "Kenapa, Tan? Ada masalah apa? Cerita sama Meisya?" tanya Meisya bertubi-tubi.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M SORRY [SELESAI]
Teen Fiction"Gue itu bodoh suka sama orang yang suka sama orang lain!" Kalian pernah mengatakan hal itu pada diri sendiri? Jika pernah, kalian mungkin kini berada di posisi yang sama seperti Meisya. Entah alasannya apa yang membuat dirinya begitu mencintai Ar...