BAB 14 - KEJADIAN DULU

2.5K 241 1
                                    

Meisya masih berdiam diri di tempat. Tatapannya lurus menatap mobil Arion yang terparkir di parkiran sekolah. Arion yang melihat, mengernyit bingung.

"Masuk, mau hujan sebentar lagi." ujar Arion lalu masuk ke dalam mobilnya. Gadis itu tersadar, cepat-cepat dia masuk ke dalam mobil. Langit sudah mendung di atas sana. Tak akan lama lagi, hujan turun.

Sudah setengah perjalanan, tetapi belum juga ada yang membuka suara. Arion fokus menyetir, sedangkan Meisya sibuk memainkan kukunya. Lebih tepatnya Meisya gugup sekarang. Tak mau terus gugup seperti ini, Meisya berdehem pelan mencoba membuka pembicaraan dengan Arion. Karena dia tahu, Arion tipe cowok yang cuek.

"Lo bawa mobil berarti Reina sekolah hari ini, ya?" tanya Meisya.

"Hm,"

"Kenapa gak suka pulang bareng Reina?"

"Dia kalau berangkat bareng gue, tapi kalau pulang bareng temennya." jawab Arion.

Meisya mengangguk paham, lalu kembali membuka suara, "Kemarin, lo nungguin gue gak diparkiran?" Meisya menatap Arion yang juga menatapnya sebentar lalu kembali fokus ke depan.

"Enggak, kemarin gue pulang duluan."

Bohong!

"Ohh.. Gue takutnya lo nungguin gue kemarin. Soalnya tante gue telpon waktu gue udah di jalan pulang, dia bilang kalau lo disuruh anter gue pulang. Gue khawatir aja gitu lo nunggu gue lama, soalnya kemarin gue pulang telat." Meisya menundukkan kepalanya seraya memainkan kukunya lagi. "Gak mungkin lo mau nungguin gue, iya kan?" Meisya kembali menatap Arion, senyuman lebar dia paksakan untuk dilekukan.

Arion hanya mengangguk setuju.

Suasana kembali hening. Hanya suara deru kendaraan di luar yang mengisi kekosongan. Meisya menatap keluar jendela dengan tatapan kosong. Kembali teringat kejadian enam tahun yang lalu. Kejadian terburuk dihidupnya, sekaligus mengubah semua hidupnya hingga saat ini.

"Hari ini, tepat enam tahun lalu kejadian itu terjadi. Kejadian yang merenggut nyawa kakak gue," ujar Meisya tiba-tiba. Gadis itu tak menatap Arion sama sekali, pandangannya masih keluar jendela.

"Malam itu, gue sama kakak gue lagi berdua di rumah. Pembantu gue baru aja pulang kampung sedangkan papa mama kerja keluar kota. Awalnya, kami kayak biasa aja gitu main, bercanda-bercandaan bareng, masak mie bareng, pokoknya kami seneng malam itu. Tapi siapa sangka, suasana yang awalnya seneng berubah jadi tidak menggenakan. Rumah gue kebakaran malam itu, kakak gue lupa matiin kompor waktu dia masak mie. Gue yang lagi tidur di kamar terus denger alarm kebakaran nyala, malah ngumpet di bawah meja belajar dan bukan lari keluar. Bodoh memang gue." mata Meisya mulai memanas, nafasnya sesak dan kakinya lemas saat kembali mengingat kejadian itu.

Saat itu juga Arion ingat perlakuannya yang sempat menjahili Meisya. Saat itu dia memasang sirine kebakaran, dan Meisya malah melindungi diri di bawah meja. Jadi, ini alasan lo, Sya. Batin Arion.

"Kakak gue datang ke kamar gue, niatnya mau nyelametin gue yang masih ketakutan di bawah meja. Dia gendong gue keluar, tapi jalan buat keluar udah ke tutup sama api. Gue nangis kenceng banget di sana, itu semakin membuat kakak gue kebingungan dan gugup pastinya. Dia nyuruh gue lari ke atas, karena memang tempat yang paling aman. Kata dia, dia bakalan nyusul ke atas tapi sekarang dia bakal cari jalan keluar dulu. Gue lari ke atas dan kembali ngumpet di bawah meja. Gak lama, kakak gue telpon nyuruh gue loncat ke kolam renang. Gue tanya, gimana sama keadaan kakak gue. Dia bilang kalau dia juga bakalan nyusul ke atas. Tapi saat gue loncat ke kolam renang gue baru mikir, gimana kalau kakak gue kehabisan oksigen di sana?" air mata Meisya berjatuhan. Pipinya sudah basah oleh air mata.

"Dan bener, kakak gue kehabisan oksigen di sana. Gue? Selamat karena gue masuk ke dalam kolam renang. Beruntung ya gue?" akhirnya Meisya menoleh kearah Arion, senyum dan air matanya datang bersamaan. Tapi ketahuilah, itu bukan senyum bahagia, justru senyum kesedihan yang selalu Meisya tunjukkan.

Arion meminggirkan mobilnya tiba-tiba lalu mengambil tasnya yang berada di jok belakang. Dikeluarkannya sapu tangan hitam milik Arion kemudian menyodorkannya pada Meisya.

"Maaf," kata Arion pelan, sapu tangannya belum diterima oleh Meisya.

"Maaf kenapa?"

"Maaf karena gue gak cari bahan pembicaraan, gue diem terus dari tadi. Gue tahu lo nyeritain itu karena gak ada pembicaraan lain. Jadi secara gak sengaja gue udah bikin lo nangis. Sekali lagi, maaf." jelas Arion. Cowok itu meraih tangan Meisya, lalu memberikannya. Kini sapu tangan itu beralih ke tangan Meisya.

Meisya terpaku. Dirinya terlalu terhipnotis oleh sosok Arion.

"Usap air mata lo, mulai sekarang gue yang cari bahan pembicaraan." ujar Arion kembali menyalakan mesin mobilnya. Mobilnya kembali membelah jalanan kota.

Perlahan Meisya mengusap air matanya, tapi cairan bening itu terus keluar tanpa permisi. Meisya tertawa kecil, menertawakan dirinya yang menangis tetapi juga tertawa.

"Hiks.. Lo lucu banget, Ion, hiks.." Meisya terkekeh pelan.

"Lah, malah makin nangis!" Arion kebingungan.

"Gue ketawa!!"

"Tapi nangis juga."

"Lo sih!" seru Meisya.

Meisya boleh jujur? Jika tangis itu adalah tangis terharu atas perlakuan Arion. Bukan tangis kesedihan yang butuh bahu untuk bersandar.

Lebih baik pendam saja, biarkan dia merasa bersalah. Sesekali mengerjai Arion tidak papa, kan?

***

Bersambung....

Jangan lupa votemant guysss! Dadah goodbye, much:*

I'M SORRY [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang