Tepat pukul enam, Arion sampai di rumah. Dia memarkirkan motornya di garasi lalu masuk ke dalam rumah. Namun, saat membuka pintu Arion sedikit kaget saat melihat Reina yang duduk di kursi tamu. Cewek itu tersenyum lebar saraya melambaikan tangannya ke arah Arion.
"Baru pulang?" sapanya saat Arion sudah duduk di samping cewek itu. Arion hanya menganggukkan kepalanya. "Tumben pulang telat, gak biasanya lo kayak gini. Gue udah nunggu lo dari tadi tahu!" Reina cemberut, kedua tangannya dilipat di dada.
"Ada urusan tadi,"
"Urusan apa?" tanya Reina penasaran, dia sedikit mendekatkan tubuhnya ke arah Arion. Arion refleks memundurkan wajahnya lalu menatap gadis itu lekat. "Cewek ya?"
Arion terpaku sesaat, kemudian berdehem pelan. "Lo udah baikkan?" tanyanya mengalihkan pembicaraan. Arion menempelkan telapak tangannya di atas kening Reina. Mengecek suhu tubuh gadis itu yang beberapa hari lalu sempat panas.
Reina menurunkan tangan Arion dari keningnya lalu memundurkan tubuhnya lagi, "Lo kalau ditanya soal cewek pasti dialihin, bilang dong Ion kalau ada cewek yang lo suka!" rengek Reina.
"Harus, ya?"
"Iya, dong! Gue kan sahabat lo!"
"Kalau ceweknya lo gimana?"
"Hah?" mulut Reina sedikit terbuka sangking kagetnya. Jantung Reina berpacu lebih cepat secara tiba-tiba. Kedua mata mereka saling menatap, mereka bungkam seribu bahasa. "Gue?" tanya Reina.
Detik berikutnya Arion tertawa terbahak-bahak, matanya sampai menjadi sipit. Dia memegang perutnya yang terasa sakit karena terlalu banyak tertawa.
Reina memajukan bibirnya, sebal. Dipukulnya perut Arion keras. "Pake ketawa lagi!"
Arion mengacak-acak rambut Reina gemas, "Lo baper, ya?"
"Enggak!"
"Yehh marah!" Arion menangkup pipi Reina gemas, pandangannya menatap Reina dalam. Penutup kepala dari jaket yang Reina pakai, Arion pasangkan hingga menutup setengah kepala gadis itu. Reina diam saja diperlakukan seperti ini oleh Arion, dia terlalu sibuk mengatur detak jantungnya."Balik sana, bentar lagi mau ujan." kata Arion sambil menunjukkan senyuman terindahnya.
Tarik nafas, Reina!
Reina berdiri tegap. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Reina langsung melangkah keluar rumah Arion. Meninggalkan Arion yang masih duduk manis di ruang tamu. Jika Reina tidak cepat-cepat pergi dari hadapan Arion, bisa-bisa jantungnya meledak ditempat.
"Hati-hati, Rein!" teriak Arion di dalam rumah. Reina mendengus kesal. Padahal, jarak rumah hanya terpisah oleh lima rumah saja.
***
Memberi Meisya bimbingan belajar mungkin kini menjadi kegiatan mingguan rutin bagi Arion. Setidaknya dalam satu minggu, dia memberikan dua kali bimbingan belajar untuk Meisya. Dari bel pulang sekolah berdering, hingga pukul lima sore.
Awalnya Arion keberatan sekali dengan permintaan kepala sekolahnya ini, tapi setelah menjalankannya, tidak buruk juga. Arion bahkan bisa lebih mengingat rumus dan cara yang dia ajarannya karena terus mengulang materi itu. Mungkin, ini hikmah dari perintah ini.
"Aish!" Dengusan Meisya menggema di dalam kelas yang hanya menyisakan mereka berdua ini.
Arion melirik gadis itu sebentar, kemudian beralih menatap bukunya lagi.
"X, kemana sih, lo? Busen tahu gue cari lo!" ujar Meisya frustasi. Angka-angka yang sedari tadi dicarinya, belum juga menemukan jawaban yang tepat. Tak selang beberapa lama, Meisya kembali mengejutkan Arion dengan menggebrak meja. "Pusing!!!" Meisya berteriak keras seraya menjambak-jambak rambutnya kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M SORRY [SELESAI]
Teen Fiction"Gue itu bodoh suka sama orang yang suka sama orang lain!" Kalian pernah mengatakan hal itu pada diri sendiri? Jika pernah, kalian mungkin kini berada di posisi yang sama seperti Meisya. Entah alasannya apa yang membuat dirinya begitu mencintai Ar...