Mungkin dia sudah lupa makanya tidak menyapa. Atau pura-pura lupa karena malu, dulu pernah saling suka?
***
Susana canggung kini terasa di dalam mobil Arion. Mereka berdua sama-sama tidak membuka suara sejak masuk ke dalam mobil tadi, sedangkan Zenzi masih terlelap tidur di bangku belakang.
"Rumah lo dimana?" tanya Arion memecahkan keheningan.
"Gue gak mau pulang."
Arion terpelonjak kaget. "Kenapa?"
Meisya menghela nafasnya dalam, "Lo pasti tau masalah gue, lo udah liat kejadian itu di sekolah." ujarnya terdengar lelah.
"Sumpah, waktu itu gue gak lihat kejadian yang lo maksud. Waktu itu gue cuman liat lo berdiri sendirian di parkiran sambil ngeliat ke luar gerbang." Meisya menoleh ke arah Arion, raut wajahnya terlihat bingung.
"Lo gak lihat?"
Belum sempat Arion menjawab, tiba-tiba seseorang menepuk bahu Meisya pelan, sontak Meisya menoleh ke belakang dengan perasaan kaget. "Si-siapa?"
"Adik gue." sahut Arion.
Zenzi menggerakkan tangannya, memberikan isyarat kepada Meisya. Meisya terlihat serius memperhatikan gerakan tangan Zenzi begitu juga dengan Arion. Setelah gerakan tangan mungil Zenzi berhenti, barulah Meisya menoleh pada Arion.
"Kata dia lo gak boleh nangis," Meisya diam, mencerna setiap kata-kata yang Arion katakan. "Namanya Zenzi, dia adik tiri gue tapi udah gue anggap adik kandung gue sendiri. Zenzi itu tuna wicara." lanjut Arion sambil menyalakan mesin mobilnya.
Meisya kembali menoleh ke belakang, menatap Zenzi yang tengah tersenyum kepadanya. Zenzi tiba-tiba menangkup wajah Meisya lembut, lalu mengusap sisa air mata di pipi Meisya. Kedua sudut bibir Meisya terangkat, membentuk senyuman yang indah.
"Makasih Zenzi." ucap Meisya tulus.
Zenzi mengangguk.
"Jadi rumah lo dimana?" tanya Arion lagi. Meisya terpaksa harus memberi tahu dimana keberadaan rumahnya. Sebenernya dia tidak ingin pulang ke rumah saat ini. Ada seseorang yang dia takutkan di sana, yaitu papahnya sendiri. Akhir-akhir ini Meisya takut dengan sikap papahnya yang semakin kasar, tadi saja Meisya ditampar keras oleh papahnya. Alasanya hanya karena Meisya tidak mau keluar dari kamarnya.
Meisya sangat ketakutan saat itu, itulah kenapa dia mengunci kamarnya rapat-rapat. Papahnya yang sudah hilang kesabaran akhirnya membuka kamar Meisya dengan mendobrak paksa pintu kamar Meisya. Saat pintu kamar terbuka, kaki Meisya bergetar hebat, begitu juga papahnya yang langsung menarik rambut Meisya kuat lalu membawanya keluar kamar dan menampar pipi Meisya keras.
Tanpa berpikir panjang Meisya lari dari rumah, berlari sekuat tenaga agar menjauh dari rumahnya. Hingga akhirnya Meisya lelah, dia ingin menangis sekeras-kerasnya. Kakinya bisa tiba-tiba tidak bisa berjalan saat Meisya ketakutan, itu berawal saat dia di kunci di dalam lemari saat dulu umurnya 10 tahun.
"Udah sampe,"
Lamunan Meisya buyar seketika, dengan tatapan setengah kosong, Meisya menoleh. "Udah sampe, lo gak mau turun?" Arion menunjuk rumah putih yang terjaga oleh gerbang cokelat besar. Meisya melihat sekitar, berdoa agar dia nyasar saja dan tidak kembali lagi ke rumahnya itu, tapi hal itu tidak mungkin karena tadi Meisya sudah memberi tahu alamat rumahnya pada Arion.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M SORRY [SELESAI]
Teen Fiction"Gue itu bodoh suka sama orang yang suka sama orang lain!" Kalian pernah mengatakan hal itu pada diri sendiri? Jika pernah, kalian mungkin kini berada di posisi yang sama seperti Meisya. Entah alasannya apa yang membuat dirinya begitu mencintai Ar...