BAB 34 - KEHILANGAN

5.8K 314 0
                                    

Because you're my world.


***


< Jangan lupa votement!>

Penglihatan yang awalnya kabur kini semakin jelas menampakkan wajah seorang wanita paruh baya tengah menatapnya khawatir. Suara isak tangisnya mulai jelas terdengar.

"Meisya kamu sudah sadar?" tanya Tante Sena di sela tangisnya yang kian menjadi. "Tante panggilkan dokter, ya."

Tante Sena memencet tombol yang ada di samping ranjang Meisya, lalu tak lama dokter datang dengan perawat lainnya. Mereka lantas memeriksa keadaan Meisya dengan seksama.

Meisya berusaha membuka alat bantu pernafasannya, ingin menanyakan sesuatu pada dokter tersebut. Dokter bernama Bram itu mendekati Meisya.

"Sahabat saya gimana dok?" tanya Meisya.

Dokter Bram menegakkan tubuhnya kembali, lalu terdiam sejenak. Dokter Bram menoleh pada Tante Sena yang langsung dibalas gelengan kepala.

"Dia sedang ditangani dokter," jawab dokter Bram. "Kamu fokus pada kesehatan kamu saja."

"Dia gak a..pa-apa kan dok?" tanya Meisya lagi.

Dokter Bram menoleh pada Tante Sena lagi yang semakin membuat Meisya percaya bahwa terjadi apa-apa pada Reina.

Meisya memaksakan untuk merubah posisinya tidurnya menjadi duduk. Saat itu juga Meisya merasa seluruh tubuhnya seakan remuk redam. "Akh..."

"Meisya jangan memaksakan diri," Tante Sena mencoba untuk menidurkan Meisya kembali, namun gadis itu tetap memaksakan dirinya.

"Jawab Meisya tante, Reina kenapa?" desak Meisya.

Tante Sena menggenggam tangan Meisya erat, "Kamu fokus pada diri kamu sendiri dulu, ya?" bujuknya.

"Reina kenapa tante?!" air mata Meisya tidak bisa dibendung lagi. Tangisnya pecah. "Jawab yang jujur,"

Tante Sena ikut menangis melihat Meisya kesakitan seperti ini. Beliau semakin mengeratkan genggamannya. "Reina ada, kamu tenang aja."

"Terus kenapa tante nangis? Tante tinggal bilang aja Reina baik-baik aja kayak aku."

Tante Sena menunduk dengan air mata yang berjatuhan, "Reina brain death." jawabnya pelan.

Deg!

Nafas Meisya seakan tersekat sesuatu, sesak sekali rasanya. "Maksud tante mati otak?" tanyanya memastikan.

Tante Sena mengangguk. Tangisnya kembali berjatuhan, tak terbayang seberapa remuknya hati Meisya saat ini.

"Tante gak bercanda, kan?!" Meisya menguncang lengan tantenya. Tante Sena menggeleng pelan. "Bilang kalau ini bercanda! Bilang kalau ini mimpi!!" teriak Meisya menutup telinganya bruntal.

"Meisya, Meisya, kamu tenang dulu. Ini bukan salah kamu, ini sudah jalannya." Tante Sena memeluk Meisya erat. Di dalam pelukannya, Meisya menangis tersedu-sedu.

Dia tak berhenti menyalahkan dirinya.

"Meisya harus ketemu Reina tante!" pinta Meisya. "Ini mungkin terakhir kalinya Meisya ketemu dia. Meisya mohon."

I'M SORRY [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang