🌟22. Tawuran Hati.🌟

26.5K 2.2K 139
                                    

Gue lebih menghargai yang ceplas-ceplos, tapi masih tau batas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gue lebih menghargai yang ceplas-ceplos, tapi masih tau batas. Ketimbang yang sok lemah lembut padahal lagi gibahin orang. Uwuww...

-Naufal-

∆∆∆

Mencoba menepi dari zona nyaman, memangkas rasa ego atas nama prinsip, juga berperang dengan otak beserta hati. Dialah Sabrina. Dipertemukan oleh takdir dengan pemuda yang jauh dari kata dingin.

Sifat hangat pemuda tersebut yang tiba-tiba mencuri tawa lepas Sabrina. Merampas cuma-cuma lelapnya. Hingga merebut keteguhannya dalam berpendirian.

Banyak bicara.

Banyak tersenyum.

Banyak bergaya.

Tapi ... Banyak menghadiahi rasa.

Lihat, Sabrina mulai terpaku di depan cermin. Membayangkan Naufal yang sibuk mengumbar rayu pun janji padanya. "Astagfirullah..."

"Sayang, belum tidur, nak?" Zarra datang. Membawa segelas susu untuk putri terbaik yang pernah ada.

Sabrina tersenyum. "Baru selesai ngerjain PR, Ma. Kok Mama belum tidur?"

"Belum ngantuk. Nih, Mama buatkan susu buat kamu." wanita bermata belo itu meletakkan nampan ke atas meja.

"Terima kasih, Ma. Nanti aku minum." balas Sabrina begitu lembut.

"Bi," Zarra memanggil, kemudian duduk di tepian ranjang. "Mama perhatikan, dua hari belakangan ini kamu pulangnya telat. Kerja kelompok di rumah, Maya?"

Sabrina tidak punya kemahiran dalam berbohong. Ia akan berkeringat bila terpaksa menyimpan sesuatu. "Ma, Bina boleh jujur?"

"Tentu, sayang. Kenapa?" lembut Zarra menyimak.

Apapun tanggapan Ibunya, Sabrina tidak akan mempermasalahkan. Poinnya adalah, ia harus jujur. "Sebenarnya, selama dua hari ini Bina pulang sama Naufal."

"Naufal, Naufal, umm..." Zarra mengingat-ingat. "Yang ketemu di supermarket?"

Anggukan putrinya cukup sebagai jawaban. "Di sekolah ada satu masalah yang menimpa Maya, Ma. Dan Naufal turut membantu. Tapi, Bina malah suudzon dan main tampar. Sabrina merasa bersalah."

"Astagfirullah. Sayang, harusnya utamakan menjadi pendengar dulu, baru bertindak sebagai komentator." peringat Zarra bermakna nasihat. "Lalu?"

"Setelah itu, Bina minta maaf ke Naufal. Tapi syarat supaya dimaafkan harus pulang bareng dia selama satu minggu penuh." jelas Sabrina lega.

Cerita kaula muda, pikir Zarra. "Ekhem... Kalau Mama boleh tau, masalahnya apa? Dan kesalahpahaman seperti apa?"

Jika sudah begini, kewajiban Sabrina adalah menceritakan semuanya. Tanpa ada yang dikurangi, atau bahkan dilebih-lebihkan. Zarra adalah pendengar yang baik. Sosok Ibu yang penuh pengertian. "Subhanallah..."

Abstract CoupleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang