🌟23. Penjelasan.🌟

25.7K 2.3K 102
                                    

Jadilah pendengar yang baik, sebelum berubah menjadi komentator yang handal.

-Sabrina-

∆∆∆

Sepanjang perjalanan pulang, otak Naufal penuh oleh bayangan Sabrina. Bagaimana gadis itu memandang Naufal seolah dirinya adalah monster berbahaya. Naufal memang tidak terlihat sisi hangatnya bila dalam mode marah.

Contoh saat Naufal menghajar Elang dengan brutal. Dalam urusan pria, jika kamu mengalah maka kamu akan kalah. Darah dibalas darah, begitupun yang lainnya.

Naufal menstandarkan motornya kemudian masuk ke dalam rumah. Pipinya bengkak menunjukkan lebam berwarna ungu. "Sshh, aw! Elang, sialan!"

"Pulang sekolah gak pake salam. Maen dud— Yaa Allah, muka lo kenapa? Lo abis berantem, apa tawuran lagi?!" Andra meneliti wajah bonyok sang adik.

Berharap matanya salah lihat pada kondisi di hadapannya saat ini. "MAMA! ANAK MAMA NAKAL LAGI, NIH!"

"Diem kampret! Ngapa pake ngadu segala, aelaaah..." kesal Naufal bertampang kusut.

"Apa sih, Andra? Itu Mama lagi di dap— Inalillahi, itu muka kamu kenapa, Fal?" Eva sampai melempar spatula dari tangannya. Duduk di samping Naufal guna mengecek luka di wajah si putra bungsu.

Andra mendelik. "Lo ada masalah apa lagi, sih? Berapa kali gue kasi peringatan, jauhi yang namanya tawuran. Malang kita gak tau kapan datengnya. Banyak korban jiwa gegara hal kek gini!"

"Tunggu, Mama ambil kotak P3K dulu." tergopoh-gopoh wanita baya tersebut mengambil barang yang dimaksud.

"Gue gapapa, bang. Cuma lecet dikit." sesekali Naufal meringis memegangi luka di bagian sudut bibir.

Andra hampir menabok adiknya jika tidak ingat wajah saudaranya sedang tidak baik. "Sekarang lo bilang cuma lecet. Gimana kalo besok? Lo bukan anak SD lagi yang musti gue kasi ultimatum yang sama berkali-kali!"

Plak!

Geplakan maut di paha berasal dari sang Mama, alhasil membuat Naufal meringis. "Dengerin kata abang kamu! Biarpun kamunya somplak, tetep aja Mama khawatir kalo kamu kenapa-kenapa. Sini dulu,"

Naufal menurut saat kapas bercampur cairan antiseptik mulai menyentuh wajahnya. "Pelan-pelan, Ma. Aduduh!"

"Lo ada masalah apa sebenarnya?" Andra mulai memperhatikan luka di wajah Naufal. "Gak ada luka dalam, kan? Cuma jotos di muka lo doang?"

"Kagak kok." jawabnya santai. "Temen gue, si Pasha di keroyok sama anak sekolah lain. Sampai kondisi Pasha kritis. Gak terima dong kami semua. Belum lagi tantangan mereka ke sekolah kami."

Sang kakak menimbang, sementara sang ibu fokus membersihkan luka anaknya. "Lo juga sama Galins dan Algi?"

Naufal mengangguk. "Iya. Kami— aduh, sakit, Ma."

"Lebih sakit Mama, Fal! Untung Papa kamu gak di sini. Mama gak tau bakal jadi apa kalo dia liat wajah kamu seperti ini. Dra, perasaan dulu pas SMA kamu gak begini. Adikmu sekolah berantem? Apa Mama harus masukin kamu ke pesantren?!" Eva mencerocos Naufal. Ibu mana yang tega melihat anaknya pulang membawa luka.

Napas Andra berhembus jengah. Tindakan adiknya tidak salah, namun juga tidak bisa dibenarkan. Naufal menempel memeluk Ibunya. "Uyuyu... Naufal gapapa, Ma. Bersyukur Papa gak di sini. Bisa ditambah bonyok Naufal."

Melihat adiknya berusaha menenangkan Ibu mereka, Andra turut ambil bagian. "Udah, Ma. Dia anak cowok. Fisiknya kuat, kok. Yang penting sekarang dia baik-baik aja."

Abstract CoupleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang