𝙵𝚛𝚒𝚎𝚗𝚍 𝚉𝚘𝚗𝚎
🍁
Pagi Hari, Aurel sudah rapi dengan seragam sekolahnya dan bergegas ingin berangkat sekolah. Aurel menuju ke lantai bawah menuruni anak tangga dan menemukan ibu tirinya berdiri di bawah tangga seperti sedang menunggunya.
Menghela napas pelan. Aurel berusaha untuk tidak peduli dan memilih tetap berjalan tetapi, sayangnya tangannya di tahan oleh wanita itu.
"Malam ini ada tamu yang akan datang. Jadi kamu nggak boleh keluar kamar. Mengerti!" ucapnya mengancam.
Aurel tertawa mengejek. "Anda pikir ini rumah anda?! anda nggak berhak melarang-larang saya di rumah ayah saya sendiri!" balas Aurel ketus dengan tatapan tajam.
Plak!
Tamparan lagi di dapat Aurel. Tamparan ini mungkin sudah ratusan kali yang Aurel dapat dari ibu tirinya. Bahkan tamparannya pun sudah kebal di wajahnya sehingga Aurel tidak dapat merasakan sakit lagi.
"Berani-beraninya kamu membentak saya! Saya ini ibu—"
"Anda bukan ibu saya! Sampai kapanpun anda bukan ibu saya! Dasar wanita nggak tahu diri!" selak Aurel yang juga membentak dengan napas menggebu. Ia paling benci jika wanita tua dihadapannya mengakui bahwa dia adalah ibunya. Sampai kiamat pun Aurel tidak akan pernah mengakuinya.
Plak!
Lagi, tamparan kembali di rasakan Aurel. Namun lebih kuat sampai Aurel merasakan darah sedikit keluar dari sudut bibirnya. Aurel sentuh sudut bibirnya dan tersenyum mengejek kepada wanita tua di hadapannya. Rasa perih yang dirasakan akibat tamparan tidak sebanding dengan rasa sakit hatinya selama ini.
"Kamu menurut atau saya bakal buat lebih dari ini!" ancamnya dengan menunjuk wajah Aurel dengan jari telunjuknya.
Aurel menepis tangan wanita itu. Sedangkan wanita paruh baya yang sedari tadi menyaksikan pertengkaran tuan rumahnya berlari cepat ke arah Aurel dan membawa Aurel pergi menjauh. Wanita paruh baya itu terlihat khawatir dengan keadaan anak majikannya yang menderita. Dirinya khawatir dengan wajah Aurel yang terlihat merah dan darah keluar dari sudut bibir Aurel.
"Sudah nyonya. Sebaikanya nyonya masuk saja biarkan saya yang mengurus nona Aurel," ucapnya dengan tatapan memohon.
"Pokonya saya nggak mau kalau dia keluar kamarnya nanti malam. Kalau masih membantah, jangan kasih dia makan malam!" perintahnya tegas dan langsung pergi meninggalkan Aurel dan pembantu yang berdiri di sampingnya.
Aurel mengepalkan kedua tangan, emosinya sudah memuncak ingin sekali menjambak rambut wanita itu. Jika saja pembantunya tidak meredakan emosinya, bisa jadi Aurel dapat pukulan dari ayahnya nanti.
"Non, tenang yaa. Ada bibi disini, kita obati luka non Aurel," ucap bibi dengan mengelus punggung Aurel agar tenang.
Aurel tersenyum tipis pada pembantunya. "Terima kasih, bi," ucapnya.
Bibi tersenyum. "Sama-sama, non. Ayoo, bibi obati. Supaya non tidak terlambat berangkat sekolah."
Aurel mengangguk. "Lain kali non tidak usah membalas ucapan nyonya. Bibi nggak tega sama non yang selalu dapat perlakuan kasar darinya," ucap bibi dengan mengobati luka Aurel
"Aurel nggak bisa, bi. Dia udah keterlaluan, Aurel nggak akan tinggal diam," balas Aurel kembali emosi
Bibi mengelus pucuk kepala Aurel. "Bibi sayang sama nona. Bibi nggak mau non Aurel terluka lagi," ucap bibi.
KAMU SEDANG MEMBACA
FRIEND ZONE [END]
FanfictionSahabatan bertiga? Semuanya jadi asik, seru Tapi.... Pasti salah satu dari mereka harus ada yang mengorbankan perasaannya, siapakah dia? # 3 Hwanghyunjin DitaSr, 2019