𝙵𝚛𝚒𝚎𝚗𝚍 𝚉𝚘𝚗𝚎🍁
Aurel sudah tersadar dan sekarang sedang memandang kosong luar jendela ruangannya. Pikiran gadis itu masih mengingat ayahnya yang tidak mau peduli padanya.
Setetes air mata berhasil turun dari pipinya, ia tersenyum miris menyadari dirinya sekarang begitu lemah dan rapuh yang mengharapkan kasih sayang seorang ayah yang tidak pernah ia dapatkan selama tiga tahun terakhir. Tiga tahun sudah Aurel bersikap tegar dan kuat tetapi, sekarang pertahanannya sudah hancur. Terlebih orang yang selama ini menjadi obat untuknya perlahan menjauh darinya. Ia sadar, Aurel bukan siapa-siapa lagi baginya. Karena pasti di pikiran cowok itu hanya Senata, bahkan sekarang ia tidak masuk sekolah. Cowok itu tidak mencari atau menanyakan keadaannya. Miris sudah hidup seorang Aurel yang dulu menjadi kebanggaan bundanya dan sekolah namun, sekarang menjadi gadis yang menyedihkan.
Suara pintu terbuka, Aurel menoleh dan mendapati bibinya yang berjalan mendekatinya.
"Nona Aurel makan dulu, ya," ucap bibi dengan lembut.
Aurel menggelengkan kepala. "Aku nggak lapar bi," jawabnya datar.
"Tetapi nona dari kemarin belum makan. Makan sedikit aja yaa, supaya cepat sembuh. Mau bibi suapin?" pinta bibi dengan memelas.
"Aku mau makan tapi ada syaratnya," ucap Aurel menatap lekat sang bibi.
"Apa non?" tanya Bibi.
"Aku mau bibi jaga rahasia. Jangan sampai ada yang tahu kalau aku sakit, terutama keluarga Mahardika dan wanita tua itu," pinta Aurel serius.
Bibi terdiam sejenak. Apakah ia bisa menutup mulut, sedangkan sang majikan sedang sakit.
"Bi?" ucap Aurel lagi. Memastikan kalau sang bibi menyetujui permintaannya.
"I-iya non. Bibi janji," jawab bibi terpaksa.
Aurel tersenyum tipis, walau terlihat senyum yang diperlihatkan adalah senyum terpaksa.
"Terima kasih, bi."
Aurel mulai mau makan dengan bibi yang menyuapi makanan pada Aurel.
🍁
"Bi, Aurel mau pulang," ucapnya tiba-tiba. Sudah satu hari Aurel di rumah sakit membuatnya seperti berada di penjara.
"Non Aurel di rawat dulu. Dokter belum boleh mengizinkan pulang," seru bibi menahan.
"Aku mau pulang bi. Aurel nggak betah di sini," keras kepala Aurel.
"Non di rawat dulu," ucap bibi.
"Aku sudah sehat bi. Lihat! Aurel sudah tidak lemas lagi kan," serunya dengam turun dari ranjang dan memutar tubuhnya. Memperlihatkan pada bibi kalau dirinya sudah sehat.
Bibi tersenyum pedih. "Nona Aurel dari luar terlihat kuat dan sehat tetapi, di dalam nona sakit, lemah dan rapuh," ucapnya dalam hati.
"Tapi non...."
"Ayolah bi! Aurel sudah izin sekolah dua hari. Aurel nggak mau ketinggalan pelajaran lagi," bujuknya dengan memelas.
Bibi menghela napas pelan.
"Tapi non janji sama Bibi, kalau sakit bilang sama bibi jangan di pendam sendiri. Kalau nyonya kasar sama non bilang sama bibi dan jangan melukai diri non. Janji?" serunya serius.
Aurel mengangguk dan tersenyum. "Yeeaaa! Terima kasih bi. Aurel sayang bibi," ucap dengan memeluk bibi erat.
Bibi membalas pelukan Aurel dan mengelus punggung belakang gadis itu dengan lembut.
Tidak sadar setetes air mata jatuh ke pipi Aurel. Segera Aurel hapus air mata itu agar bibi tidak melihat. "Hanya bibi yang peduli sama Aurel." ucapnya dalam hati.
Aurel diperbolehkan pulang tetapi, harus rutin cek up untuk di hari-hari tertentu.
Setelah berkemas dibantu oleh bibi. Kini Aurel sudah tiba di rumah saat malam hari. Aurel membuka pintu kamar dan menghela napas dengan keadaan kamarnya yang sudah rapi dan bersih kembali.
Aurel ingin membaringkan tubuhnya di kasur. Dirinya lelah walaupun perjalanan hanya pulang ke rumah namun, langkahnya terhenti saat melihat sosok sahabatnya sedang tertidur di kasur menutup mata dengan lengan kanannya.
"Arsen," gumam Aurel pelan.
Arsen yang mendengar suara, membuka matanya dan merubah posisinya menjadi terduduk. "Enak, ya, jalan-jalan. Mana nggak bilang ke gue lagi," ucap cowok itu dengan melipat kedua tangannya di depan dada.
Aurel mengedipkan mata. "Hah?" bingungnya dengan ucapan Arsen.
Arsen tersenyum dan bangun untuk mendekati Aurel kemudian, mengusak surai hitam Aurel. "Pantes waktu belajar bareng lo minta pulang duluan. Lo mau jalan-jalan kan sama bokap lo."
Kening Aurel mengkerut. "Nggak ngomong sama gue, chat gue juga nggak di bales lagi," lanjut Arsen cemberut. "Bawa oleh-oleh buat gue nggak?" lanjut tanya Arsen.
Aurel tak merespon, dirinya masih belum bisa mencerna ucapan dari Arsen.
Arsen berdecak dan melambaikan tangannya di depan wajah Aurel karena gadis itu tidak merespon.
"Aurel?"
"A-aah...so-sorry, gue lupa beli oleh-olehnya," jawab Aurel asal dengan senyuman.
Arsen memanyunkan bibirnya. "Gue udah nggak ketemu lo seharian dan sekarang nggak dapat oleh-oleh lagi," gumamnya dengan nada lucu.
Aurel tersenyum tipis melihat tingkah Arsen yang bisa di bilang lucu baginya.
"Besok istirahat gue traktir makan. Mau makan apa?" ucap Aurel agar cowok itu tidak marah padanya.
Arsen menghela napas. "Maaf rel, gue nggak bisa. Gue—"
"Senata?" potong Aurel datar.
Arsen diam sejenak dengan menatap Aurel dan setelahnya mengangguk pelan.
Aurel menunduk dan tersenyum kecut. Ia berjalan ke arah meja belajar dan duduk untuk membuka bukunya yang akan menjadi materi sekolahnya besok.
"Kapan-kapan aja gue traktir lo," ucap Aurel datar.
Arsen merasa tidak enak. "Pulang sekolah gue bisa. Soalnya Sena ada ekstrakulikuler gitu," balasnya dan berjalan mendekati Aurel.
"Hmm, ter—" ucapan Aurel terhenti saat Arsen melingkarkan tangannya pada leher Aurel dan meletakan dagunya di atas kepala Aurel.
"Ar-Arsen, lo ngapain?" tanya Aurel gugup.
"Kangen gue tahu. Seharian nggak ketemu sama lo," jawab Arsen santai.
Aurel terdiam beberapa detik namun, ia tidak bisa berlama-lama. Detak jantungnya berdetak tidak karuan. "Lepas Jin, berat gue," serunya.
Arsen tertawa kecil. "Makanya makan yang banyak. Badan lo kurusan, dulu lo nggak pernah ngeluh berat kalau gue kaya gini," balasnya heran.
Aurel berdecak. "Sekarang beda...." jedanya. "Sikap, perlakuan dan semua yang terjadi, sudah berubah Arsen," ucapnya dalam hati. "Sekarang nggak akan sama seperti dulu. Semua sudah berubah" lanjut Aurel lirih dan kembali membaca buku, tidak peduli dengan lengan Arsen yang masih melingkar di lehernya.
"Nggak akan berubah Aurel. Lo—" Jeda Arsen menghirup aroma perfume Aurel. "Tetap, jadi sahabat gue," lanjutnya.
Aurel hanya bisa tersenyum miris mendengar ucapan seorang Arsen Arjuna Mahardika.
🍁
Vote, share and comments
Thanks

KAMU SEDANG MEMBACA
FRIEND ZONE [END]
FanfictionSahabatan bertiga? Semuanya jadi asik, seru Tapi.... Pasti salah satu dari mereka harus ada yang mengorbankan perasaannya, siapakah dia? # 3 Hwanghyunjin DitaSr, 2019