𝙵𝚛𝚒𝚎𝚗𝚍 𝚣𝚘𝚗𝚎
🍁
"Berhenti ya nangisnya. Nggak capek, hm?" tanya Arsen lembut dan merenggangkan pelukannya untuk melihat wajah Aurel.
Aurel menghapus air mata yang jatuh di pipinya dengan kasar dan sesegukan.
"Pelan-pelan hapus nya, pipi lo masih bengkak," seru Arsen dengan menahan tangan Aurel dan digantikan dengan tangan nya yang menghapus air mata Aurel.
"Sudah biasa," jawab Aurel datar.
Arsen terdiam, ia kembali merasa sakit karena penderitaan Aurel. Pasti gadis itu sering mendapat siksaan dari ibu tirinya.
"Mau jalan-jalan sekitar rumah sakit nggak?" tanya Arsen memecahkan mengalihkan topik.
Aurel mengangguk pelan membuat Arsen tersenyum. "Ayoo, gue gendong ke kursi roda," ucapnya.
"Nggak usah. Gue bisa jalan sen-" ucap Aurel terhenti saat Arsen menggendongnya tiba-tiba dan menurunkannya di atas kursi roda.
"Sudah." Arsen selesai menurunkan Aurel ke kursi roda dan mulai mendorongnya keluar kamar rawat.
Aurel hanya bisa terdiam. Ia masih tidak percaya dengan sikap Arsen padanya yang seperti dulu.
Di sepanjang koridor rumah sakit, banyak sekali yang memperhatikan Aurel dan Arsen.
"Sen, balik ke kamar aja yuk. Gue nggak suka diperhatikan banyak orang," Bisik Aurel sedikit memundurkan kepalanya agar Arsen bisa mendengar bisikan nya.
"Nggak usah pedulikan. Mereka hanya iri sama kita," jawab Arsen tenang.
"Iri kenapa?" tanya Aurel heran.
"Karena lo cantik dan gue tampan," jawab Arsen dengan senyuman.
Aurel memanyunkan bibirnya karena jawaban cowok itu yang tidak sesuai dengan yang diinginkannya.
Tidak lama sampai lah mereka berdua di sebuah taman. Arsen mendekatkan kursi roda yang di duduki Aurel ke kursi taman kemudian, menatap Aurel lekat.
"Kenapa?" tanya Aurel heran.
"Nggak apa-apa. Gue nyesel aja, baru tahu kalau lo lebih cantik dari biasanya," jawab Arsen tulus.
Aurel menaikan alisnya. "Rambut lo sering di ikat dan pertama kalinya gue lihat rambut lo di gerai dan lo semakin cantik," lanjut Arsen membuat Aurel langsung mengalihkan tatapannya ke arah lain. Pipinya sudah merah merona.
"Gombal!" seru Aurel.
"Nggak apa-apa. Tapi lo suka, kan?" tanya Arsen dengan senyuman kecil.
Aurel menatap Arsen selanjutnya, menyentil kening cowok itu pelan. "Nggak," jawabnya.
Arsen mendengus. "Iya, nggak suka. Karena omongan gue buat lo salting," balasnya dengan senyum miring.
Aurel memutar bola mata malas. "Terserah lo."
"Aurel!" panggilan seseorang membuat Aurel dan Arsen menoleh.
"Delvin," gumam Aurel pelan saat melihat cowok itu mendekatinya.
Arsen menghela napas. Kenapa cowok itu bisa di sini.
"Aurel, lo sakit apa? Pantes nggak masuk sekolah dua hari," ucap Delvin terdengar khawatir.
"Gue...." Aurel melirik Arsen.
Arsen menatap Aurel kemudian, beralih menatap Delvin. "Aurel sakit demam," sambung Arsen.
Delvin menaikan alisnya namun, saat melihat Aurel tidak terlihat pucat mengangguk saja.
"Luka di tangan lo gimana?" tanya Delvin.
"Ohh, sudah baikan," jawab Aurel dan menyentuh lengannya yang di perban.
Delvin yang melihat luka lain di tangan Aurel langsung khawatir. "Tangan lo kenapa di perban?" tanyanya heboh saat ia melihat tangan Aurel di perban di tempat lain. Bukan luka yang di sebabkan Sena.
"I-ini..."
"Jatuh, Aurel jatuh dari motor," sambung Arsen lagi.
Delvin memicingkan mata pada Arsen, karena cowok itu yang selalu menjawab pertanyaannya.
"Benar?" tanya Delvin memastikan.
"Iya, benar," jawab Aurel berbohong.
Delvin menghela napas.
"Lo ngapain ke sini?" Kini Arsen yang memberikan pertanyaan pada Delvin.
"Anterin nyokap gue cek up," jawab Delvin dan menatap Arsen serius. "Sen, gue mau bicara sama lo sebentar," lanjutnya.
"Soal apa?" tanya Arsen bingung.
"Ini soal penting."
"Kenapa nggak bicara di sini, Vin?" tanya Aurel penasaran.
"Urusan cowok. Aurel," jawab Delvin.
Hyunjin menghela napas dan mengangguk. "Dimana?" tanyanya.
"Bawa Aurel masuk ke kamar dulu," jawab Delvin menatap Aurel dengan senyuman.
"Ya sudah." Terima Arsen dan membawa Aurel kembali ke kamarnya.
Setelah Aurel di bawa ke kamarnya. Arsen dan Delvin keluar ruangan namun, hanya di luar kamar Aurel di rawat. Mereka takut Aurel kenapa-napa karena tidak ada yang menjaganya.
"Mau ngomong apa?" tanya Arsen datar.
"Jauhkan Senata dari Aurel," jawab Delvin serius.
Arsen mengerutkan keningnya. "Kenapa?" tanyanya tidak suka. "Kami bersahabat," lanjutnya sedikit membela Senata.
Delvin menghela napas. "Senata bukan orang yang baik," jawabnya.
"Maksud lo apa?!" tanya Arsen yang mulai meninggikan suaranya, karena Sena sudah di jelek kan.
"Santai bro!" seru Delvin. "Lihat baik-baik. Lo bakal tahu seperti apa Sena selama ini," lanjutnya dengan memberikan ponsel miliknya pada Arsen.
Hyunjin menatap tajam Delvin. "Ngapain?!"
"Liat dulu!" lanjut Delvin agak kesal.
Arsen menghela napas dan menerima ponsel Delvin. Di ponsel Delvin terlihat sebuah video yang entah berisi tentang apa.
Areen play video tersebut. Ia bisa melihat dua orang cewek yang berada di taman.
Arsen menghentikan videonya. "Ini?" tanyanya pada Delvin yang butuh penjelasan.
"Itu cctv sekolah dekat taman. Gue minta sama satpam karena gue nggak bisa biarkan Aurel luka parah. Sedangkan gue nggak tahu siapa pelakunya yang buat dia terluka," jawab Delvin menjelaskan.
Arsen kembali menekan video itu dan seketika rahangnya mengeras saat melihat kebenaran yang terjadi saat kejadian di taman belakang.
Arsen marah dan kecewa pada dirinya sendiri yang sudah menyakiti Aurel. Padahal kenyataannya, Senata yang mulai lebih dulu dan menyakiti Aurel.
"Sial! Jadi gue di bohongi!" Geram Arsen. "Maafin gue, rel. Sumpah gue jahat banget sama lo. Gue lebih percaya Sena daripada lo," lanjutnya dalam hati.
"Jadi lo sudah tahu, kan, siapa yang salah disini?" tanya Delvin serius.
Arsen memejamkan mata sejenak kemudian, menghela napas kasar dan memberikan ponsel di tangannya pada Delvin. "Lo nggak akan gue biarkan, Sena."
🍁
Vote, share and comments
Thanks

KAMU SEDANG MEMBACA
FRIEND ZONE [END]
FanfictionSahabatan bertiga? Semuanya jadi asik, seru Tapi.... Pasti salah satu dari mereka harus ada yang mengorbankan perasaannya, siapakah dia? # 3 Hwanghyunjin DitaSr, 2019