-23-

5.2K 503 61
                                    


𝙵𝚛𝚒𝚎𝚗𝚍 𝚣𝚘𝚗𝚎

🍁

Aurel membuka pintu kamarnya dan berjalan gontai menuju kasur tidurnya. Aurel termenung, mengingat ucapan ayahnya tadi.

"Apa ini saatnya Aurel ikut bunda..." gumam Aurel lirih dengan menatap figuran foto seorang wanita cantik yang sedang tersenyum.

Aurel mengeluarkan ponsel miliknya dari dalam tas kemudian, mencari nomer kontak seseorang yang ia perlukan sekarang. Setelah menemukannya, Aurel langsung menghubungi nomer itu.

Telpon langsung tersambung. Aurel tersenyum, ada harapan untuk dirinya.

"Halo...Arsen," sapa Aurel dengan mengigit bibirnya. Berharap ada balasan dari sebrang sana namun, sudah menunggu beberapa detik tidak ada balasan juga. "Lo dengar suara gue, kan?" lanjut Aurel lirih.

Helaan napas terdengar dari sebrang sana disusul suara deheman.

Mata Aurel berbinar. "Gue...kangen sama lo, Sen," lanjut Aurel.

Keheningan kembali terjadi. "Lo...lagi sama Sena, ya?" lanjutnya seperti bisikan.

"To the point aja! Gue nggak ada waktu hanya karena dengar suara lo!" seru Arsen dari sebrang sana terdengar ketus.

Aurel meremas tangan kirinya. "Ma-maaf udah ganggu."

Decakan terdengar dan disusul helaan napas kasar. "Lo mau ngomong apa sama gue?! Kalau bukan karena nyokap, gue nggak akan mau terima telpon lo lagi!" Ucapan Arsen yang satu ini, berhasil menggores luka di hati Aurel semakin dalam.

Aurel tersenyum miris dengan kedua mata berkaca-kaca. "...gue cuma mau bilang. Kejadian yang tadi bukan —"

"Bullshit! Lo mau mengelak?! Padahal semua sudah jelas! Sena juga udah cerita ke gue kalau lo mulai lebih dulu. Lo yang tampar dia, lo yang buat dia terluka!"

Air mata yang Aurel tahan akhirnya jatuh juga. Bibirnya bergetar agar isakan tidak terdengar. Padahal Aurel menelpon Arsen hanya ingin ketenangan dan menceritakan semua masalahnya tapi...cowok itu malah kembali menyalahkannya.

"Arsen...Sena berbohong..." lirih Aurel berusaha untuk tidak menangis. "Semua yang dia...ceritakan bohong...lo harus percaya sama gue..."

"Persetan! Gue muak sama lo!"

Bip.

Sambungan telpon terputus. Isakan Aurel langsung terdengar. Air mata mengalir dengan deras. Tidak ada yang menginginkannya.

Aurel menatap figuran foto sang bunda. "Bun, aku akan ikut bunda..." gumamnya dan melangkah menuju meja belajar, mencari sesuatu dari dalam laci dan saat menemukannya  Aurel memilih terduduk di depan kasur menatap benda yang di pegang nya. "Maaf...bun...Aurel sudah nggak kuat," lanjutnya lirih kemudian memejamkan mata diikuti dengan goresan panjang pada lengannya dekat urat nadi. Aurel melakukannya sampai tiga kali dan setelahnya pandangan nya memburam dan perlahan matanya tertutup dengan tubuhnya yang tergeletak di lantai. "A-ayah...ku kabulkan permintaan...ayah."

🍁

Bibi baru saja pulang dari supermarket dan ingin memasak makan malam namun, sebelum memasak, bibi ingin ke kamar Aurel, menanyakan lauk apa yang diinginkan gadis itu.

Tiba di depan pintu, bibi langsung mengetuknya. "Nona Aurel," panggilnya. "Non, bibi masuk, ya," lanjutnya karena tidak ada respon dari gadis itu.

Clek!

Di buka pintu kamarnya Aurel karena tidak terkunci. Bibi masuk ke dalam kamar. "Non Aurel," panggil bibi lagi namun, tak ada respon kembali.

Bibi semakin masuk kamar Aurel dan betapa terkejutnya.b"Ya ampun! Non Aurel !" jerit Bibi saat melihat Aurel terkulai lemah tak sadarkan diri di lantai dengan darah banyak dari lengannya.

FRIEND ZONE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang