15 - Melayang

127 8 0
                                    

Maafkan karna belum bisa update lapaknya Ozi.. lagi mampet 😥

Meanwhile, enjoy story-nya Bianca dulu yaaa

Happy reading, and vote and comment 😘😘

☀️

"SUMRINGAH BANGET, KAK," Inda mengomentariku.

"Lagi happy, ya?" Tiwi ikut menggodaku sambil terkikik geli di sampingnya.

Aku tak menjawab, hanya melebarkan senyum yang bertengger di wajahku seharian ini. Suasana hatiku selalu bagus sejak aku berbaikan dengan Arka. Saking bagusnya, aku merasa seakan tubuhku dapat melayang di udara.

"Cie, ciee... Muka Kakak blink-blink begitu! Dapat harta karun, ya? Atau, dapat pacar baru?"

"Pacar doang mah lewat," aku mencibirkan bibir bawahku pada Tiwi, "Yang ini jauh, jauuuuh lebih baik dari pacar."

"Masa? Lebih baik dari Kak Nata, dong?"

Siiing-suasana mendadak senyap. Kutatap Tiwi dengan mata terbelalak, tapi dia masih memasang ekspresi aku-menunggu-jawaban sambil tersenyum lebar. Tiwi sama sekali tak menyadari, Inda dan Nata langsung membeku mendengar pertanyaannya.

"Apa, sih, kamu bawa-bawa Nata..."

"Lho? Kak Nata, kan, memang pacar Kakak. Iya, kan?" dia kembali bertanya, tapi tak kujawab, "Iya, kan, Kak?" kali ini Tiwi menoleh pada Nata-menuntut jawaban.

Aku ikut menatap Nata. Dia telah berhasil menghapus ekspresi terkejut dari wajahnya. Kedua bahunya pun telah kembali rileks.

"Kepo, deh!" ujarnya sambil tertawa ringan.

Tiwi merengut kesal, tapi tak menyerah. "Iya, kan? Mereka pacaran, kan?" dia menarik lengan baju Inda yang masih duduk mematung.

Inda menggerakkan lengannya. Hanya gerakan kecil, tapi cukup untuk membuat pegangan Tiwi terlepas.

"Aku nggak tahu," jawabnya datar, "Tanya langsung saja sama orangnya," Inda menatap Nata sejenak, lalu bangun dari duduknya, "Aku mau mandi."

Mataku bergerak mengikuti langkah kaku Inda. Kedua tangannya terkepal erat. Nata pun memandangi gadis itu dan tanpa sengaja, mata kami bertemu. Dia ganti menatapku tanpa berkedip.

"Cie, ciee, yang lagi saling tatap!" suara Tiwi membuatku terlonjak kaget, "Tadi nggak mau dibilang pacaran, tapi sekarang saling tatap begitu. Pergi aah-nggak mau jadi pengganggu," Tiwi berlalu sambil tertawa. Dia benar-benar tak menyadari suasana telah berubah canggung.

Aku sengaja menunduk, menghindari tatapan Nata. Sudah kuduga hal seperti ini akan terjadi. Cepat atau lambat, anak-anak Mentari akan menganggap Nata memiliki hubungan istimewa denganku. Karena kami menghabiskan banyak waktu bersama dan-kurasa inilah penyebab utama kesalahpahaman mereka-Nata kerap terlihat sangat nyaman-terlalu nyaman-saat berada di dekatku.

Aku merasa bersalah pada Inda. Meski tak ada romantika dalam hubungan mereka, Inda memiliki keterikatan yang sangat kuat terhadap Nata-hampir seperti aku terhadap Arka. Aku mengerti jika Inda merasa khawatir kehadiranku akan membuatnya kehilangan Nata. Selama ini, aku pun selalu takut akan ada perempuan lain yang menggantikan posisiku di hati Arka.

"Ke kedai mie, yuk!" ajak Nata.

Sudah lama tak pernah kuiyakan ajakan Nata karena sebelumnya, aku punya banyak alasan untuk menghindari kedai mie itu. Tapi, aku telah berbaikan dengan Arka sekarang. Dia juga telah mengetahui pertemananku dengan Nata. Jadi...

"Oke."

"Oke!"

Setengah meloncat, Nata bangkit dari duduknya, lalu menarik kedua tanganku sampai aku berdiri. Begitu kakiku telah tegak, langsung kubebaskan tanganku dari tangannya. Aku bersikap seolah memerlukan dua tangan untuk membersihkan bagian belakang celanaku yang sebenarnya tak kotor.

Menara Awan - COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang