6 - Mentari

161 12 0
                                        

APA YANG AKAN KULAKUKAN HARI INI? Aku telah membersihkan apartemenku kemarin. Jadi, 'bersih-bersih' tak dapat kutambahkan ke dalam daftar rencana kegiatanku hari ini.

Apartemenku berukuran sedang dengan satu kamar tidur dan satu kamar mandi. Dindingnya berwarna pucat, sementara perabot yang kupilih berwarna kuat agar terlihat kontras dengan dinding. Seperti sofa hijau tua besar dengan bantal warna-warni yang kutaruh di ruang televisi---satu-satunya sofa yang kumiliki.

Tak ada sekat. Dapur dan ruang makan pun hanya terpisah oleh sebuah meja konter. Di depannya, ada ruang kosong yang menghadap ke pintu balkon. Sebuah rak buku besar menutupi salah satu dinding ruang itu. Sengaja kubiarkan kosong agar apartemenku tak dipadati terlalu banyak perabot---keputusan yang tengah kusesali saat ini.

Andai kutaruh lebih banyak perabot, apartemenku pasti tak akan terasa lengang. Ini bukan pertama kali aku sendirian, tapi untuk pertama kali, aku merasa kesepian.

Biasanya, meski Arka tak dapat mengunjungiku, dering ponsel yang menyampaikan pesan atau telepon darinya tetap meramaikan apartemen. Tapi, sekarang, ponselku sama sekali tak bersuara.

Sejak Alisa datang, seluruh waktu Arka habis hanya untuk mengurusi Ice Cream Corner. Kalaupun aku datang ke tokonya, dia tetap terlalu sibuk untuk duduk menemani dan mengobrol denganku.

Aku kesal, tapi tak dapat melakukan apapun selain diam-diam mengutuki Alisa. Gara-gara dia mencekoki Arka dengan rencana pengembangan Ice Cream Corner, teman favoritku itu jadi tak punya waktu untukku.

Hari masih pagi. Masih tersisa setidaknya sebelas jam sebelum tiba waktu tidur. Apa yang bisa kukerjakan untuk mengisi sebelas jam ke depan?

Skripsiku telah rampung. Aku hanya perlu menyiapkan persyaratan sidang dan menunggu pengumuman jadwal sidangnya.

Deretan buku di rak yang biasanya mampu membuatku betah duduk membaca sendirian pun seolah hilang pesona. Padahal a Man named Dave, seri terakhir dari tiga buku Dave Pelzer yang telah berbulan-bulan kuburu, akhirnya bisa kupinang dan kubawa pulang kemarin. Tapi, nafsu bacaku malah lenyap.

Aku benar-benar sedang tak ingin sendirian di sini, tapi aku juga tak mau pergi ke Ice Cream Corner.

Gurauan Arka terdengar lagi di kepalaku. Soal aku yang akan kehilangan tempat nongkrong jika Ice Cream Corner sampai bangkrut.

Ice Cream Corner memang tak bangkrut sekarang, tapi kehadiran Alisa dan kesibukan Arka membuatku enggan berada di sana. Aku pun kehilangan satu-satunya teman dan tempat nongkrongku.

Tiba-tiba saja---untuk pertama kali---aku berharap ada seseorang yang dapat menemaniku selain Arka, atau tempat lain yang dapat kudatangi selain Ice Cream Corner.

Kuambil ponsel---bermaksud menghubungi Arka, tapi malah melihat nama lain di daftar panggilan terjawab. Aku tertegun, lalu tersenyum saat ide brilian muncul di kepalaku.

Mungkin aku tak harus sendirian hari ini.

"Halo?" suara serak milik Nata menyapaku. Suara kendaraan jadi latar belakangnya.

"Hai. Lagi di luar?"

"Iya."

"Ooh," aku kecewa.

"Kenapa, Bian? Ada yang bisa saya bantu?"

"Nggak. Nggak ada apa-apa."

Hening sejenak.

"Kamu di mana?" tanya Nata.

"Di apartemen."

"Nggak pergi ke mana-mana?"

"Nggak ada teman," jawabku pelan.

Menara Awan - COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang