Baru sempet upload jam segini dong.. masih pada bangun, nggak?
Happy reading 😘
☀️
AWALNYA, ARKA HANYA MENOLAK duduk menemaniku di pojok Ice Cream Corner. Lalu, dia terlalu sibuk untuk datang ke apartemen dan tiba-tiba berhenti membalas pesan atau mengangkat telepon dariku. Sampai akhirnya, dia benar-benar berhenti bicara padaku hari ini.
Aku telah duduk selama berjam-jam di tokonya, tapi Arka sama sekali tak mengacuhkanku. Dia bahkan bersikap seolah aku tak ada. Padahal teman favoritku hanya duduk di meja kasir, bukan sibuk melayani pelanggan yang hendak membayar pesanan, melainkan sibuk menemani Alisa yang bertugas sebagai kasir menggantikan dirinya.
Mataku tak lepas menatap Alisa yang tengah tertawa setelah Arka mengatakan sesuatu padanya. Sebersit rasa curiga muncul di hatiku, seperti yang selalu terjadi tiap kali kulihat Arka berbincang dengan Alisa--terutama saat aku tak dapat mendengar pembicaraan mereka. Aku selalu merasa mereka sedang membicarakanku dan kekuranganku.
Prasangkaku memang tak berdasar. Tapi, jarak yang sekarang dia ciptakan di antara kami membuat ragu tumbuh subur di hatiku. Aku tak dapat berhenti berpikir, mungkin ada banyak hal yang dia sembunyikan dariku selain adik tirinya. Mungkin senyum di wajahnya hanya topeng. Mungkin sikap baiknya hanya sandiwara. Berapa banyak kata yang dia ucapkan padaku yang benar-benar jujur?
Kupalingkan wajahku ke jendela--bermaksud menatap halte bus di seberang jalan, tapi malah menangkap sosok Arka berjalan menuju mobilnya. Kulihat dia membuka pintu mobil dan memasukkan setengah badannya ke dalam, lalu kembali ke Ice Cream Corner sambil menenteng kantong plastik di tangannya.
Aku terus mengikuti Arka dengan mataku, tapi dia berjalan lurus ke meja kasir tanpa menoleh ke arahku. Kantong plastik yang dibawanya kini berpindah tangan. Dengan senyum lebar--tampak luar biasa senang--Alisa mengeluarkan dus sepatu dari dalam kantong plastik itu. Bibirnya bergerak membentuk kata 'makasih' dan aku pun mengerti.
Arka menghadiahi Alisa sepasang sepatu baru! Sebuah flatshoes yang langsung dipakai Alisa, menggantikan highheels yang dia kenakan sejak pagi.
Tanpa bisa kucegah, rasa iri menyusup ke hatiku. Bahkan saat rasa iri itu berubah menjadi cakar besi yang mencengkeram hatiku--meremasnya dengan keras sampai tak ada lagi bagian hatiku yang tak merasakan sakit--aku tetap tak mampu menghentikannya.
Aku ingin berada di posisi Alisa saat ini. Aku ingin menjadi orang yang diperhatikan Arka. Begitu besar hasratku sampai kubayangkan diriku berjalan menghampiri meja kasir, mendorong Alisa sampai terjatuh, lalu menarik Arka pergi. Aku tak suka, tak suka, sangat tak suka melihat Arka memperhatikan perempuan lain, sementara pada waktu yang sama, dia tak memedulikanku.
Kutelungkupkan wajahku ke atas meja. Aku tak tahan menyaksikan kebersamaan mereka dan tak tahan dengan rasa sakit yang mendera hatiku. Bukan hanya sakit, melainkan juga kecewa, iri, dan marah. Apa yang telah kulakukan sampai Arka menghukumku dengan cara seperti ini?
Apa dia tahu mengenai rahasianya yang telah terbongkar? Apa Alisa yang memberitahukan hal itu padanya? Apa hanya gara-gara itu dia menjauhiku? Padahal aku tak mengatakan apapun dan tak menuntutnya untuk menceritakan apapun. Aku bahkan tak marah, meski aku berhak untuk marah padanya.
Bukankah aku yang telah dia bohongi? Akulah korban ketidakjujuran yang dilakukan kakak-beradik itu. Tapi, malah mereka yang menjauhiku. Aku mengerti jika Nata tak pernah menghubungiku sekarang. Karena dia merasa bersalah, karena dia melihatku meninggalkannya dalam keadaan sangat marah. Kurasa Nata ingin memberiku waktu untuk menenangkan diri. Tapi, Arka?
KAMU SEDANG MEMBACA
Menara Awan - COMPLETED
RomansaKehilangan Ayah dan Ibu membuat Bianca sangat benci ditinggalkan. Satu-satunya cara agar tak ditinggalkan adalah dengan tak pernah membiarkan siapapun berada di dekatnya... ...kecuali Arka, teman favoritnya. Hingga suatu hari, hal yang paling dia ta...