It's my birthday today.. yeayy!
So I'm gonna publish two chapters today plus two more tomorrow as a celebration
Enjoy reading. Jangan lupa vote dan comment ya gaes 😁
☀️
HAMIL? Aku terbelalak menatap Alisa. Kalau begitu, selama ini, aku bukan hanya salah mengira Alisa sebagai perempuan yang ingin dilamar Arka, melainkan juga salah mengira dia sebagai perempuan single.
Pantas saja Arka menertawakanku semalam. Pasti dia menganggapku sangat konyol karena aku berpikir mereka memiliki hubungan spesial.
Padahal yang sebenarnya adalah Alisa telah menikah dan akan segera melahirkan seorang anak. Alisa hamil!
Hamil?
Aku tiba-tiba terkesiap.
Jika dia tengah mengandung, berarti... Saat kursi yang kulempar tanpa sengaja mengenai perutnya, berarti...
"Ya, ampun!" aku menutup mulutku dengan tangan, lalu refleks membungkukkan badan ke dekat perut Alisa.
Kedua tanganku terulur sekarang. Aku ingin menyentuh tempat bayi yang dikandung Alisa berada, tapi khawatir sentuhanku akan membuatnya kesakitan.
"Bayinya... Dia sakit. Gara-gara aku. Maaf, Bayi... Maaf..." bisikku ke perut Alisa.
Aku benar-benar ngeri membayangkan diriku nyaris menghilangkan kesempatan seorang bayi terlahir ke dunia. Aku pun teringat Arka yang begitu marah saat aku dengan enteng menyepelekan rasa sakit yang dirasakan Alisa karena terkena kursi yang kulempar.
Harusnya Arka bukan hanya membentakku semalam. Aku layak mendapat hukuman lebih dari sekadar bentakan karena telah melempar kursi itu.
Melihatku ragu, Alisa mengambil dan meletakkan kedua tanganku di atas perutnya dengan lembut.
"Dia nggak apa-apa," ujarnya, "Dia bayi yang kuat."
Aku mengangkat kepala, "Pasti dia kuat. Kayak ibunya."
Alisa tersenyum.
Aku kembali memandangi perutnya yang masih kuelus perlahan--berharap permintaan maafku untuk sang bayi tersampaikan melalui sentuhan tanganku. Aku pun mendekat pada Alisa agar tak perlu mengulurkan tangan terlalu jauh.
"Kamu kelihatan lebih baik sekarang," Alisa tiba-tiba bersuara setelah beberapa menit berlalu dalam hening, "Lebih percaya diri, lebih mandiri. Arka bilang, kamu mau kuliah lagi. Psikologi?" dia tersenyum padaku.
Ragu-ragu, aku balas tersenyum, "Iya. Tapi, aku nggak mungkin bisa jadi kayak begini tanpa bantuan banyak orang...termasuk Kakak. Kritik dari Kakak itu, lho..."
Aku menarik kedua tanganku dari perutnya, lalu duduk tegak.
Alisa tertawa.
"Bagus, lah. Berarti tujuan saya tercapai," katanya--membuat kedua alisku terangkat heran, "Saya geregetan lihat kamu! Apalagi waktu Arka cerita soal kecelakaan orangtua kamu. Kecelakaan itu, kan, yang bikin kamu berubah seratus delapan puluh derajat?"
"Kalau Kakak sudah tahu apa yang bikin aku jadi kayak begini, terus kenap--"
"Itu dia!" Alisa memotong ucapanku sambil menjentikkan telunjuk dan ibu jari tangan kanannya, "Terus kenapa kalau orang tua kamu meninggal? Sedih? Kehilangan? Pasti! Tapi, it's hardly the end of the world! Memang kenapa kalau hidup yang kamu jalani sedikit lebih sulit? Kamu bukan satu-satunya orang yang pernah merasa kehilangan, tapi kamu bersikap seolah kamu yang paling merana."
![](https://img.wattpad.com/cover/196047080-288-k718666.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Menara Awan - COMPLETED
RomanceKehilangan Ayah dan Ibu membuat Bianca sangat benci ditinggalkan. Satu-satunya cara agar tak ditinggalkan adalah dengan tak pernah membiarkan siapapun berada di dekatnya... ...kecuali Arka, teman favoritnya. Hingga suatu hari, hal yang paling dia ta...