37 - Kotak Pandora

101 11 0
                                    

“AKU HARUS GIMANA, KAK?”

Alisa menatapku dengan alis berkerut. Aku baru selesai menceritakan rahasia yang kucuri dengar dari pembicaraan Arka dan Inda.

Aku juga menceritakan hasil penyelidikan yang kulakukan di kantor polisi selama beberapa hari terakhir. Penyelidikan yang memberiku bukti, memang mobil Nata yang pertama kali menyebabkan tabrakan beruntun lima setengah tahun lalu.

Malam itu, Nata mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi dan tak melihat Inda menyeberang jalan. Nata membanting setir sambil mengerem untuk menghindari Inda, tapi terlambat.

Moncong mobilnya tetap membuat Inda terpental, sementara badan mobil berputar cepat, lalu menghantam mobil orangtuaku--membuat mereka terdorong maju beberapa meter.

Andai hanya itu, orangtuaku mungkin akan selamat. Tapi, setelah terdorong maju, sebuah truk besar menghantam mobil mereka dari samping. Mobil mereka terguling beberapa kali sampai akhirnya--

Untuk pertama kali, aku mengetahui detail kecelakaan yang merenggut nyawa orangtuaku. Aku terlalu pengecut untuk mendengar penjelasan pihak polisi mengenai kecelakaan itu saat mereka mendatangiku usai pemakaman.

Aku menyerahkan segalanya untuk ditangani Arka. Sekarang, aku menyadari, tindakanku itu yang memungkinkan Arka dan Inda merahasiakan hal ini dariku dan Nata.

“Mau kamu gimana?”

“Aku mau Arka cerita yang sebenarnya--semuanya,” jawabku segera. Aku mengetahui keinginanku dengan pasti, tapi sangat takut menghadapi konsekuensi dari keinginanku itu.

“Kalau begitu, harusnya kamu tahu apa yang mesti kamu lakukan sekarang.”

“Apa yang harus kulakukan? Gimana caraku minta Arka menceritakan semuanya tanpa bikin dia merasa tambah bersalah? Padahal Nata yang menabrak Ayah dan Ibu. Tapi selama bertahun-tahun, Arka yang menanggung rasa bersalahnya. Dia menyalahkan dirinya sendiri.”

It won’t stop me.

It will stop me. Aku nggak mau bikin Arka terluka,” tegasku.

Aku menghela napas berat.

“Aku mengerti sekarang, kenapa Arka selalu kelihatan sedih tiap kali teringat soal Ayah dan Ibu. Dia pasti merasa, kepergian mereka itu salahnya. Aku juga mengerti kenapa dia mati-matian berusaha membahagiakanku. Itu karena dia merasa, aku adalah tanggung jawabnya.”

“Arka berusaha membahagiakan kamu karena dia sayang sama kamu.”

Aku mengangkat bahu--tak ingin berdebat dengan Alisa.

“Itu bukan masalah, Kak. Yang jadi masalah, Arka menanggung rasa bersalah yang bukan miliknya,” ujarku.

“Arka menyembunyikan kenyataan soal kecelakaan itu untuk menjaga kebahagiaan Nata. Kalau aku minta dia mengungkapkan semuanya sekarang, Nata pasti bakal terluka. Padahal dia masih harus berjuang buat menghadapi penyakitnya sendiri. Apa nggak lebih baik kalau aku pura-pura nggak tahu--supaya Arka nggak tambah merasa bersalah dan Nata tetap bahagia?”

“Kalau kamu jadi Nata, apa kamu bakal merasa bahagia dengan Arka menyembunyikan semua itu dari kamu?” Alisa bertanya sambil mengelus perutnya yang mulai terlihat buncit.

Kepalaku refleks menggeleng.

“Itu maksud saya. Nggak akan pernah ada kebahagiaan yang datang dari kebohongan. Arka juga nggak mungkin bisa lepas dari rasa bersalah selama dia masih merahasiakan kenyataan itu dari kalian.”

“Tapi Nata bakal hancur kalau sampai dia tahu.”

“Dia tetap harus tahu yang sebenarnya.”

Menara Awan - COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang