ruang sendiri

3.1K 180 67
                                    


"Otsukaresama deshita"

Hiruk pikuk yang terjadi di backstage akhirnya terakhiri dengan suksesnya penyelenggaraan Graduation Concert untuk Feni. Salah satu ace member JKT yang akhirnya memutuskan untuk mengikuti jejak teman-temannya untuk meraih sukses di luar sana.

Gracio merapikan gear kamera yang tadi tim dokumentasi gunakan. Memilih sudut yang tidak terlalu ramai karena memang backstage berubah menjadi ajang reuni member. Beberapa member generasi lama berdatangan hanya untuk memberi dukungan pada Feni yang memang dekat dengan member generasi awal.

"Feniii, happy graduation."

Gracio membeku mendengar suara yang sudah 3 bulan ini tidak pernah dia dengar secara langsung. Suara seseorang yang pernah menjadi bagian terpenting dari hidupnya. Atau mungkin masih sampai saat ini.

Tanpa mendongakkan kepala, Gracio tetap fokus melanjutkan pekerjaannya, menghiraukan kebisingan yang dibuat Feni dengan teman-teman generasi 3 nya yang memang hadir dan memberikan kejutan di stage. Menjadi salah satu generasi dengan banyaknya member sukses didalamnya membuat reuni ini menjadi moment langka.

"Ci Shanii yaampun artis kitaaa. Makasi ya udah mau dateng, luangin waktunya. Kangen Ci Shani bangettt."

"Eh kalian tunggu bentar yah, aku ganti baju dulu."

Shani hanya menggangguk sekilas dan ikut berbincang dengan Desy, Michele dan beberapa member gen 3 lainnya. Hingga sudut matanya memperhatikan sosok seorang pria yang tengah sibuk dengan alat-alat fotografinya.

Gracio.

Gracio Harlan mungkin adalah lelaki kedua yang dirindukan Shani saat ini. Pria yang dulu selalu menemaninya kala dirinya rapuh. Namun menjauh saat Shani sudah menemukan kebahagiannya.

'Ge, jika saja tidak ada seorang Vino di dunia ini. Mungkin permintaanmu akan sangat mungkin aku kabulkan.'

Shani melangkahkan kaki mendekati Gracio. Bagaimanapun Gracio adalah orang yang sangat berharga bagi dirinya. More than friend and more like a little brother, Gracio mampu membuat Shani menuruti apapun keinginan bocah kecil itu, membuatnya merasa memiliki saudara laki-laki di Jakarta.

"Hai, Ge."

Gerakan Gracio terhenti begitu menyadari Shani saat ini sudah berdiri di hadapannya, menggunakan dress putih dengan rambut yang dibiarkan tergerai, she looks so gorgeous .

"Hai Shan, belum pulang?" Gracio melemparkan senyum sekilas pada Shani sebelum lanjut membereskan barang-barangnya. Tidak ada lagi panggilan 'Ci' seperti biasanya.

"Belum, masih mau makan malam sama temen-temen."

"Oh, kalo gitu gue duluan ya." Saat Gracio telah menggendong tas dan ingin berlalu melewati Shani, gadis itu malah menggenggam lengan jaket Gracio, yang membuatnya terpaksa menghentikan langkah dan berbalik memandang Shani dengan tatapan bertanya.

"Aku minta maaf Ge"

"Buat apa Shan? Kamu ga ada salah apa apa."

"Kalau emang bener aku ga salah, kenapa kamu jauhin aku?"

Gracio memandang Shani sebelum akhirnya melepaskan genggaman tangan gadis itu pada jaketnya. Sadar jika beberapa orang menjadikan mereka tontonan gratis.

"Shan, semua ini bukan cuma masalah kamu. Dunia ga hanya berputar mengelilingmu. Ada kalanya orang lain melakukan sesuatu ya buat dirinya sendiri. Ga ada hubungannya sama kamu. Gue cuma butuh ruang buat sendiri, berdamai sama perasaan, walau gue tau itu ga berhasil."

Dengan berakhirnya kalimat tersebut dia ucapkan, maka berakhir pula keberanian Gracio untuk memandang wajah teduh Shani Indira. Dirinya melangkah menuju pintu keluar dimana seseorang sedari tadi memperhatikannya.

"Mau pulang bareng?" Gracio menyapa gadis yang sedari tadi bergeming di pintu backstage memperhatikan interaksi senior dan kakak staf idolanya. Adalah Lala, gadis yang begitu mengidolakan Gracio dan karya-karyanya yang mengamati mereka sedari tadi.

"Enggak, aku nginep di tempat biyel hari ini. Itu Ci Shani kenapa ditinggal?"

Lala sangat tahu betapa Gracio mengagumi Shani, bahkan sangat menyayanginya. Semua orang yang berinteraksi dengan mereka juga pasti tahu. Bagaimana pandangan kagum Gracio selalu terlihat kala memandang Shani, selalu memperlakukan mantan center JKT48 itu begitu special. Maka sejak awal dirinya memang tidak pernah berharap. Dia hanya mengidolakan Gracio, iya mengidolakan lelaki jutek itu, namun entah kenapa ada rasa sedih jika melihat Gracio begitu memperhatikan Shani. Sedangkan Shani sendiri memilih orang lain untuk membuatnya bahagia.

"Dia ga harus selalu ditemenin"

"Tapi Kak Cio juga ga tenang kan ninggalin Ci Shani kayak gitu. Kamu udah dapet ruang untuk sendiri, udah saatnya kamu berdamai sama diri kamu sendiri. Kalau emang ga kuat buat jauh-jauhan gini, kenapa masih dijalanin? Ada kalanya kita hanya butuh berdamai Kak, karena ga semuanya dapat berjalan sesuai dengan harapan kita. Kamu yang lebih tua dari aku mestinya tau itu."

Lala melengos pergi meninggalkan Gracio yang masih mencerna ucapannya. Lala tahu jika dirinya keterlaluan menasihati orang yang lebih tua, bahkan mereka tidak sedekat itu untuk saling memberikan wejangan.

Sudah cukup waktu sendiri yang diberikan Ci Shani buat Kak Cio, udah sewajarnya mereka sadar bahwa mereka bukan lagi anak kecil yang harus berjarak saat ada masalah. Beda halnya jika sumber masalahnya justru karena 'kedekatan' itu sendiri. Seperti mungkin perasaan Lala yang semakin menguat jika berdekatan dengan Kak Cio. Yang malah sedang butuh ruang untuk sendiri agar tidak semakin menjadi.

Shani sendiri tidak tahu harus melakukan apa agar Gracio memaafkannya. Dia tidak pernah bermaksud memanfaatkan kebaikan Gracio. Shani menyayangi bocah itu, sungguh. Gracio menempati hatinya walau berbeda posisi dengan Vino.

Sedangkan masalahnya dengan Vino pun belum selesai. Dia masih tidak habis pikir Vino berniat meninggalkannya sekali lagi. Seakan jarak Bandung-Jakarta belum cukup menyiksa baginya, sekarang ditambah mau kuliah di Massachusetts yang jaraknya hampir 104 kali jarak yang selalu ditempuhnya tiap minggu. Is he trying to broke up with her slowly?

To The Imperfect You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang