Caca

2.8K 209 311
                                    

"Caca, selamat ulang tahun :)"

Pesan singkat itu masuk ke handphonenya tepat pukul 12.00 waktu Jakarta. Dalam mandian sinar bulan yang menerobos lewat celah tirai kamar yang sengaja ia buka, Chika terpaku memandang nama pengirim pesan itu. Tanpa ia sadari pelukan pada tubuh Aglio mengerat, seakan ingin menyalurkan perasaan rindunya pada pria itu.

Vino benar-benar mengabulkan permintaan Chika. Tapi kapan permintaan Chika pernah Vino tolak? Lelaki itu adalah satu-satunya orang yang selalu mencoba mewujudkan permintaannya. Tidak pernah menghakiminya, bahkan selalu berusaha menilai sesuatu dari sudut pandangnya.

Ka Vino adalah satu-satunya orang yang mungkin mengingat ulang tahunnya dan memaknai kalau hari ini setidaknya adalah hari spesial bagi Chika, walaupun sebenarnya tidak. Chika tidak pernah menunggu-nunggu hari ulang tahunnya, bahkan tidak pernah merasa ada yang berbeda antara hari ini dengan hari-hari biasanya.

Namun kali ini, berkat ucapan sederhana dari seseorang yang sangat bermakna itu membuat Chika ingin mengenang kembali satu tahun penuh bahagia bersama seseorang yang tidak pernah ia yakini akan ia perjuangkan sepenuh hati.

Setelah dengan egoisnya meminta Vino pergi, berhari-hari Chika diliputi rasa takut dan kecemasan yang berlebih. Karena buku How to Keep Calm and Carry On yang sengaja dia beli di kindle, kini ia tahu jika semua perasaan cemas dan ketakutannya bersumber dari dua lembar jaringan kecil pada otak, Amygdala.

Amygdala adalah bagian dalam memori otak yang menyimpan memori emosional tak sadar. Seperti perasaan takut saat ada dalam situasi tertentu, amygdala akan mengingatnya. Kemudian membangkitkan kembali memori itu saat berada di situasi yang sama. Dan mungkin amygdala dalam otak Chika membangkitkan kembali perasaan takut dan cemas saat Vino meninggalkannya, dan saat bagaimana ia begitu kesepian saat harus jauh dengan Vino.

Maka akhirnya Chika merasa sudah saatnya dia tidak lagi menyiksa dirinya sendiri. Menjauh dari Vino bukan sebuah keputusan yang tepat. Chika lelah melarikan diri. Ia lelah menghindar dari perasaannya.

Mungkin tidak ada kata yang cukup untuk mendefinisikan betapa Vino sangat berarti dalam hidup gadis yang hari ini baru menginjak umur 18 tahun, hingga ia rela mengambil penerbangan pertama untuk menyusul Vino yang sedang ada di Jogja. Bahkan sepagi ini, gadis itu tengah menunggu jemputan Vino yang juga sangat kaget ketika menerima panggilan dari Chika, hingga buru-buru menuju tempat yang Chika share di WA.

Jogja mungkin adalah Kota yang baru ia kunjungi, tidak ada kenangan yang membekas pada setiap kilometer yang ia lewati. Namun entah kenapa melihat punggung Vino mengantri di penjual jajanan tradisional, dilatarbelakangi bangunan tua sebuah optik yang masih berdiri kokoh di pertigaan Jalan Bumijo serasa menghangatkan hati Chika. Ia bahkan masih tidak bisa berhenti memandangi Vino yang berjalan mendekat ke sudut jalan tempat Chika menunggu Vino. Kedua tangan lelaki itu menggenggam bungkusan daun pisang hasil mengantri selama puluhan menit demi menunjukkan pada Yessica Tamara apa itu jajanan pasar.

"Ini namanya lupis"

Begitu Vino membuka bungkusan itu, bau gula aren berpadu dengan kelapa tercium di sudut trotoar tempat mereka duduk menikmati sarapan pagi mereka. Dengan telaten Vino merobek lembaran daun pisang dan melipatnya agar bisa Chika jadikan sendok, sementara ia sendiri melahap jajanan itu dengan tangannya.

"Jorok"

Vino hanya tersenyum dan tetap memakan bagiannya dengan lahap.

"Kamu beruntung, biasanya jam segini udah abis. Ka Vino bahkan terakhir kali makan disini itu udah lama banget."

"Ka Vino kenapa balik ke Jogja?"

"Pengen aja. Kayaknya damai aja kalo pulang ke Jogja. Kamu sendiri, kenapa pagi-pagi bisa sampai kesini?"

To The Imperfect You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang