kapan?

2.1K 168 158
                                    

Rasanya baru kemarin sang istri tiba di depan pintu flatnya, namun hari ini sudah harus packing dan kembali ke rutinitasnya di Indonesia. Vino memandang Shani yang tengah memilah baju dengan rapi sambil sesekali berbicara sendiri, kebiasaan kecil Shani.

Ternyata memang benar, perasaan ditinggalkan jauh lebih sedih daripada saat meninggalkan. Vino sudah terbiasa dengan keberadaan Shani yang setiap pagi memeluk dirinya, menyiapkan sarapan, bahkan memilihkan pakaian kuliah. Ia sudah terbiasa dengan peralatan mandi Shani memenuhi wastafelnya, atau wangi sabun sang istri yang menempel di bantal dan handuk yang ia gunakan.

Setelah kepergian Shani ini, ia perlu menunggu 3 bulan lagi agar bisa kembali bertemu sang istri. Dan masih tersisa belasan bulan lagi...

"Ka, ini ko daleman kamu nyelip di tumpukan baju aku? Nih rapiin dulu taruh di lemari bagian bawah ya. Aku udah rapiin kemarin"

Shani mengulurkan properti pribadi milik Vino yang langsung diletakkan Vino di sofa. Alih-alih menuruti sang istri, ia malah ikut duduk lesehan di lantai dan memeluk tubuh Shani dari belakang.

"Gini ya ternyata rasanya ditinggal"

Shani menoleh, dan mendapati Vino yang sedang memasang wajah sendu dan menumpukan dagunya di bahu Shani. Sesuatu yang jarang dilakukan oleh sang suami.

"Kamu kenapa Mas, hmm?"

Shani hanya mengelus rambut Vino dengan tangan kirinya, sementara pandangan dan tangan satunya masih sibuk memasukkan barang-barang ke dalam koper.

"Sedih bakal ditinggal kamu"

"Loh, suami aku bisa sedih juga ya ternyata?"

Shani langsung berbalik dan mengelus pipi Vino dengan lembut. Entah dari mana ketegaran itu muncul, Shani justru tidak sesedih saat ditinggalkan oleh Vino. Mungkin karena merasa sangat bersyukur bisa bersama dengan Vino selama seminggu ini sembari memupuk harapan bahwa 3 bulan lagi dia akan bertemu lagi dengan sang suami.

"Ga usah sedih yaa, 3 bulan lagi Mas pulang kan? Harusnya aku yang sedih dong...."

"Emang kamu kira aku ga pernah sedih ya Yang? Aku sedih tau... Aku selalu mikir ga pernah punya banyak waktu sama kamu. Pas kamu di Jeketi, kamu sibuk sama Jeketi. Setelahnya malah kita lost contact 2 tahun. Pas kita udah baikan kamu sibuk syuting, dan aku di Bandung. Pas udah nikah kita malah LDR. Kenapa sih kayanya hubungan kita selalu terbatas waktu?"

"Mas, nyadar ga dari semua keterbatasan waktu yang kita miliki, kita bisa kaya sekarang. Aku ga masalah walaupun sekarang punya waktu yang terbatas sama kamu. As long as we are together. Tapi mungkin ga selamanya dalam 2 tahun itu aku bisa tegar. Kita harus saling menguatkan Mas..."

Ia mencoba memberikan ketenangan melalui kecupan singkat di bibir sang suami. Sepertinya perasaan ditinggalkan memang benar-benar lebih membuat tekanan batin daripada meninggalkan. Ditinggalkan memiliki konten kesedihan yang lebih terlihat. Bagaimana rasanya melihat orang yang kita sayang berjalan menjauh meninggalkanmu di terminal keberangkatan memang sebuah momen yang benar-benar membuat hidup terasa kehilangan separuh jiwanya. Dan saat ini Vino yang merasakannya.

Malam itu, mereka absen melakukan ritual malam yang biasa dilakukan walau Vino sudah bertelanjang dada dan Shani hanya mengenakan tank top tipis. Mereka malah terlihat asik bertukar cerita. Shani dengan nyamannya berbaring di atas Vino, sementara Vino melipat kedua tangannya di kepala agar bisa memandang Shani dengan leluasa.

"Kemarin pas di Jakarta aku nemenin Dita nyari perlengkapan bayi di Mothercare kan By. Sumpah lucu-lucu banget. Dan harganya yaampunnn.... Lebih mahal dari kemejamu tau"

"Hahaha, masa sih?"

"He emm. Tapi asik banget sih Mas belanja perlengkapan gitu. Kebetulan kan kemarin USG ternyata cewe, trus liat dress dress cantik banget gitu, lucuu"

To The Imperfect You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang