melawan dunia

2.2K 179 348
                                    

Butuh waktu yang lumayan lama untuk menghilangkan kesedihan dan perasaan insecure yang ada di diri Shani, sehingga seharian itu Vino tidak beranjak sedikitpun dari sisi sang istri. Ia juga menghubungi Rachel untuk membatalkan jadwal Shani hari ini karena tidak mungkin Shani melakukan pemotretan dengan kondisi mata yang sembab dan mood yang tidak baik.

Seharian itu Vino setia memeluk tubuh sang istri yang seperti tanpa tenaga. Dengan sabar membantah semua pertanyaan insecure yang dilontarkan Shani. Berkali kali, pertanyaan yang sama gadis itu lontarkan. Namun tidak bosan juga Vino menjawab dan menenangkannya. Tidak juga ada rasa bosan dan frustasi yang terlihat dari wajah Vino, walaupun sebenarnya dia juga sedikit tertekan oleh kondisi ini.

Tangannya bergerak dengan sangat hati-hati membenarkan rambut sang istri agar tidak mengganggu wajahnya yang sedang tertidur di pelukan Vino. Ia betah pada posisi bersandar di headboard tempat tidur, sama sekali tidak bergerak agar Shani yang sudah nyaman tidur di dadanya tidak terbangun.

Shani baru terbangun saat Vino berusaha melepaskan pelukannya karena waktu sholat Dzuhur akan segera usai.

"Maaf yang, aku bangunin kamu ya?"

Shani menggeleng. "Engga Mas, aku tidurnya kelamaan ya?"

"Ga ko, cuma 3 jam. Aku sholat dulu ya By?"

"Cium dulu"

Cup

"Ini buat bibirnya biar ga cemberut terus"

Cup. Vino berpindah mencium mata Shani.

"Ini buat matanya biar ga nangis terus, sama biar ga sakit lagi. Dan ini.." Vino kemudian mencium kening Shani. "Biar ga mikirin yang aneh aneh lagi."

Setelah itu Vino bangkit dan melakukan ibadahnya, sementara Shani bergelung di atas tempat tidur karena entah kenapa akhir-akhir ini dia selalu mengalami extreme period. Bahkan untuk bangkit aja rasanya malas. Dan seharian itu Vino benar-benar menemani dan melayani sang istri. Mengisi botol minumnya, menyiapkan obat penghilang rasa sakit, dan juga menyiapkan kompres panas untuk sakit perut dan punggung Shani.

"Aargghh" Shani bergelung memegang perutnya yang memang sangat sakit sejak tadi. Wajahnya meringis nyeri. Melihat itu Vino tidak bisa melakukan apa-apa selain mengelus kepala sang istri yang tidur di dadanya.

"Sakit banget ya By?"

"Disminore By. Perut bagian bawah nyeri banget, nyeri di punggung bawah juga, paha bagian dalam rasanya ditarik, diare, mual, sakit kepala, pusing, belum lagi jadi badmood terus."

"Dan kalian masih harus bekerja secara normal saat ngerasain itu. Perempuan hebat ya"

"Professor kesehatan reproduksi di College London bahkan bilang kalau rasa sakitnya sama buruknya kaya ngalamin serangan jantung Mas. Katanya melahirkan jauh lebih sakit. Tapi aku tetep mau hamil walaupun sesakit apapun nanti"

"Nanti pasti dikasi By... Berdoa terus ya? Itu kompresnya mau diganti? Sekalian aku mau ambilin makan malem buat kamu"

"Ga usah Mas, aku turun aja. Kasian kamu, harusnya istri yang sibuk layanin suami tapi ini malah Mas yang jadi sibuk karena period aku. Aku udah biasa ko Mas"

"Shan, sakit haid gini jangan selalu diremehin. Gapapa ko kalo kamu mau istirahat karena sakit banget. Walau kamu ngerasain sakitnya itu tiap bulan, bukan berarti kamu ga boleh ngeluh sakit, atau kamu harus anggep ini hal biasa. Orang sakit jantung aja boleh ngeluh tiap saat kalo seandainya sakit jantungnya kambuh. Masa orang yang lagi period ga boleh? Padahal katanya sama buruknya."

"Mas... Aku terharu banget lo kamu mau ngerti gimana sakitnya kalo lagi period gini. Karena ga banyak orang yang mau ngerti. Gatau aja mungkin ya rasanya pendarahan mini itu kaya gimana. Aku juga bersyukur kamu sabar ngadepin manjanya aku kalo lagi kaya gini."

To The Imperfect You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang