TTIY

4.3K 237 337
                                    

Entah bagaimana cara Vino sampai di rumah, ia tidak tahu. Rasa-rasanya, Ia masih bisa merasakan eratnya pelukan Chika, suara tangisnya, bahkan bayangan bagaimana sedihnya wajah gadis itu masih terekam jelas selama perjalanannya pulang ke rumah.

Caca dengan ketegarannya menolak ketika Vino menawarkan diri untuk mengantarnya ke bandara, gadis itu seolah telah bersiap. Begitu mereka sampai di area parkir, Chika hanya melemparkan senyum sekilas kemudian menghilang di balik pintu mobil yang sudah menunggunya.

Ditengah gerimis yang menyejukkan Kota Jogja, Vino memilih berkendara tanpa tujuan hanya untuk memberikan otaknya waktu untuk mencerna semua hal yang terjadi. Sampai mungkin dirinya sudah lelah memutari Jalan Kaliurang, akhirnya ia berbelok ke Jalan Pandega dibelakang Universitas Gajah Mada. Waktu sudah semakin larut, ia harus menghentikan pikirannya yang sibuk berkelana.

Dari kejauhan Vino bisa melihat rumahnya yang sedikit gelap, karena memang orang tuanya sedang berkunjung ke rumah keluarganya di Solo. Ia mengeratkan jaket saat menerobos hujan untuk membuka pintu pagar rumah, sama sekali tidak menyadari kehadiran seseorang yang mengamatinya sejak tadi.

Begitu Vino menjejakkan kaki di teras rumahnya, ia baru menyadari bahwa seseorang tengah menunggunya. Shani Indira Natio, saat ini sedang duduk di kursi teras dalam keadaan basah kuyup, sama seperti dirinya.

Untuk sesaat, keduanya sama-sama terdiam. Vino sendiri tidak percaya bahwa Shani tiba-tiba muncul di hadapannya setelah seminggu terakhir mereka tidak pernah bertegur sapa.

"Dari Jakarta?" untuk sementara, hanya kata itu yang keluar dari lelaki itu. Ia melangkah mendekat, melepas chesterfield coat yang sudah sangat basah, kemudian dengan langkah cepat membuka pintu sedikit lebar agar Shani bisa melangkah masuk.

"Iya dari Jakarta. Mama sama Papa lagi ga di rumah?"

"Iya, lagi ke rumah Bude di Solo."

Vino menghilang selama beberapa lama dan kembali dengan membawa dua buah handuk. Satu sudah tersampir di bahunya, dan satu lagi ia serahkan pada Shani.

"Kamu mandi dulu biar ga sakit, aku udah siapin pakaian gantinya" Shani hanya mengangguk dan berjalan menuju kamar Vino. Di tempat tidur, sudah disiapkan kaos serta celana pendek Vino, tidak lupa perlengkapan mandi yang sudah tertata rapi di sebelahnya. Shani menghembuskan nafas lega. Harusnya dia tidak perlu khawatir Vino akan marah dan mengusirnya, seperti yang ia takutkan selama perjalanan menuju Jogja. Vino selalu memperlakukannya dengan baik.

"Mas buat apa?"

Vino yang sedari tadi sibuk di dapur tidak menyadari jika Shani sudah berdiri di belakangnya. Perempuan itu terlihat lebih segar dari sebelumnya walau hanya menggunakan celana basket yang hampir tenggelam di balik kaos Vino yang kebesaran.

"Lagi bikin coklat hangat. Kamu udah makan?"

"Udah. Sini biar aku aja yang bikin"

"Ga usah Shan, ini udah selesai kok" bersamaan dengan itu, Vino mengulurkan mug berwarna abu ke arah Shani.

"Kamu apa kabar?" | "Mas apa kabar?"

Pertanyaan mereka yang hampir bersamaan memecah kesunyian ruang makan kecil itu. Sementara Shani kembali bungkam, Vino malah tersenyum dan menjawab pertanyaan Shani.

"Aku baik kok"

"Kamu seminggu ga pulang"

"Iya, aku dari seminggu lalu udah izin sama Dyo buat balik ke Jogja. Lagi kangen Jogja"

"...Olio kangen kamu"

"Hahaha, Olio kayaknya lebih suka sama kamu. Biar sama kamu aja"

Di bawah meja makan, tangan Shani terlihat sangat gelisah untuk memulai pembicaraan dengan Vino. Perempuan itu terlihat beberapa kali melirik Vino, mencoba memulai pembicaraan tapi lelaki itu terlihat sibuk dengan handphonenya.

To The Imperfect You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang