Vino POV
Ada banyak hal yang ga bisa dijelaskan. Dan ada banyak hal yang menurutku tidak perlu untuk untuk dijelaskan.
Seperti, berapa besar perasaanku pada Shani.
Atau sebanyak apa aku merapalkan gumaman bahwa aku mengaguminya.
Menurutku Shani ga perlu tau. Tentang banyaknya waktu tidur yang aku korbankan untuk mengambil mata kuliah tiap semester, agar bisa segera menemuinya.
Bahwa hampir setiap malam aku juga memikirkan hal yang sama seperti yang istriku pikirkan.
Shani bisa terus menerus bertanya mengenai hal itu. Mencoba mendapatkan jawaban yang mampu menenangkannya. Sementara aku berusaha menguatkan dia walaupun aku pun sebenarnya mempertanyakan hal yang sama.
Aku tahu bagaimana Shani. Aku sangat tahu bagaimana istriku. Bagaimana overthinkingnya, bagaimana dia yang sering tidak percaya diri, dan bagaimana berat beban dari pekerjaannya membuatku ingin selalu meringankan beban pikiran Shani.
Tapi memang sepertinya apa yang aku pikir adalah yang terbaik buat dia, belum tentu merupakan keputusan yang tepat. Mungkin caraku mencintainya salah. Mungkin memperlakukan istriku seperti itu bukan hal yang tepat.
I know she wants a baby more than anything. And I'm 27 and I've been struggling with infertility. Shani pernah bilang, bahwa alasan utamanya ingin berpisah bukan karena ketidakmampuanku memberikannya seorang anak. Dia mengharapkan aku untuk berkata jujur. Maybe she wants me to say "we will adopt" atau "we'll have a baby some way, you'll be a mother"
But it's very different to be the one who feels that his body doesn't work, who doesn't feel like a man. Who feels as if life is passing him by everyday that passes without a baby.
Visi hidupku amat sangat sederhana. Membuat Shani bahagia. Tapi ternyata membuat orang lain bahagia itu tidak pernah sederhana. Dan tidak semudah itu meminta seseorang bertahan saat kamu pun tahu sudah tidak ada harapan.
Aku tahu, tidak akan ada orang yang bisa mengerti jika tidak ada di posisi ini.
Dyo dengan mudah mengatakan bahwa aku harus memperjuangkan semua ini. Aku tidak yakin dia masih memiliki keyakinan itu jika tau bagaimana rasanya tidak bisa memberikan pasanganmu apa yang ia begitu inginkan. Dan aku tidak mau hidup selamanya dengan rasa bersalah karena telah menutup pintu kebahagiaan Shani untuk memperoleh kebahagiaannya bersama orang lain.
Shan tolong kasi aku kesempatan. Aku janji-"
"Jangan pernah janji kalau kamu ga bisa nepatin Mas. Kamu janji untuk segera pulang ke Indo waktu itu, tapi itu ga pernah kamu tepatin. Kamu janji akan selalu nemenin dan dukung aku jalanin program hamil, tapi kamu ga ada. Jangan pernah janjiin aku sesuatu yang ga bisa kamu tepati, karena kamu ga hanya membuat aku percaya kata-katamu tapi juga ngasi aku harapan. Sesuatu yang kamu ga bisa pastiin dapat kamu lakuin."
Mungkin aku sangat ingin dikasihani. Entah kenapa saat itu aku sangat berharap ia mengatakan "I did not choose you, to have children with you. I choose you because of who you are." Dan memberikan kesempatan untuk memperbaiki semuanya...
Tapi malam itu, Shani pergi meninggalkanku untuk kesekian kalinya.
**
"Darimana aja lo?"
Baru saja Chika melangkahkan kaki menaiki tangga rumahnya, suara tegas seseorang membuatnya berbalik dan menemukan Gita sudah bersedekap dada melangkah mendekatinya.
Gita Putri Hermawan, menjelma menjadi kakak sulung Chika sejak 5 tahun yang lalu. Pekerjaannya sebagai food vlogger membuat mereka jarang berkomunikasi satu sama lain. Tapi diantara orang-orang lain di rumah ini, Gita adalah orang yang kata-katanya masih mau Chika dengar. Keduanya sama-sama menolak pernikahan orang tua mereka, itu lah mengapa they get along really well.
KAMU SEDANG MEMBACA
To The Imperfect You [END]
Hayran KurguShani Indira Natio, Indonesia Next top Artist, model favorit Vogue, salah satu model Next Face Asia, Brand Ambassador make up ternama untuk Indonesia dan baru-baru ini merambah ke dunia cinema mengejutkan dunia dengan unggahan dalam akun Instagram p...