018_ TTS (Tentang Traumanya Seulgi)

280 51 6
                                    

Merinding. Itu yang Seulgi rasakan saat lewat dekat pohon mangga di dekat gedung fakultasnya. Masih pagi padahal, tapi telinganya sudah mendengar suara yang aneh-aneh. Suara tangisan perempuan yang belum terlihat wujudnya di mata Seulgi.

Semakin dekat suaranya semakin jelas. Pikiran Seulgi sudah kemana-mana. Tapi nalar logikanya menentang. Itu bukanlah sesuatu yang harus ditakutkan, batinnya berseru.

Jadi diputuskan untuk memberanikan diri. Tapi setelah menengok di balik pohon mangga, ketakutannya langsung sirna dan tergantikan oleh keheranan.

"Yer?"

Yeri. Sosok perempuan yang tengah nangis di bawah pohon mangga.

"Lo kenapa?" tanya Seulgi, langsung duduk begitu saja di dekatnya Yeri. Yeri yang masih sesengukan Cuma bisa menggeleng.

"Lo baik-baik aja kan?"

"Iya kak"

"Iya apa?"

"Iya nggak papa"

"Nggak papa kok nangis?" sumpah Seulgi bawel banget, gadis itu juga mengakuinya sendiri.

"Cerita aja sama gue, nggak bayar kok, tapi tergantung sih kalo ceritanya lama bisa kena pajak juga," Selain bawel, nyatanya Seulgi suka banget ngelantur receh kaya tadi.

Yeri tersenyum sambil mengusap air matanya. Sekarang terlihat jelas kalo matanya sembap.

"Lagi ada masalah aja sih kak," ungkap Seulgi akhirnya.

"Masalah pribadi?"

Yeri mengangguk.

"Oh, ok. Lo bisa simpen itu sendiri. Tapi kalo mau cerita lo bisa ke gue. Gue pergi dulu yah," Kata Seulgi panjang lebar dan akan pergi darisana.

"Kak Seulgi," panggil Yeri sebelum Seulgi pergi jauh.

"Ada apa?"

"Mau temenin gue cerita nggak?"

.........

Kafetaria memang tak terlalu ramai kalo masih pagi begini. Benar-benar suasana yang pas buat minum kopi, setidaknya begitu bagi Seulgi.

Seulgi lagi malas masuk kelas, jadinya dia membual pada Yeri kalo mau curhat lebih baik di kafetaria aja yang suasananya lebih mendukung.

"Gue bingung mau cerita darimana?" kata Yeri.

"Em, gue sebenarnya bingung sama keputusan gue," Yeri memulai.

"Keputusan apa?"

"Keputusan buat gabung teater"

"Maksud lo?"

"Sebenernya gue ikut teater buat ayah gue"

Seulgi mendengarkan dan mencermati baik-baik apapun yang dikatakan oleh Yeri.

Yeri adalah anak tunggal, harapan satu-satunnya buat keluarganya. Ayahnya ingin Yeri menjadi seorang dokter. Tapi Yeri benar-benar nggak minat masuk kedokteran. Jadilah ayahnya menentang keputusan Yeri yang memilih masuk ke sastra inggris hingga saat ini.

"Jadi gitu kak, gue cuma mau nunjukin sama ayah kalo gue juga bisa buat sesuatu sama apa yang gue pilih," ungkap Yeri.

Seulgi sekarang paham duduk masalahnya, para petinggi dan dewan kampus memang selalu dapat kursi paling depan di acara-acara kampus. Mungkin maksudnya Yeri dia ingin nunjukin 'sesuatu' yang jadi kelebihannya selama ini. Yah, walaupun hanya sekedar ikut pementasan teater.

"Mau nggak gue bantuin?" tawar Seulgi.

"Bantuin apa?"

"Jadi gini......."

AIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang