Satu-satunya jam dinding yang menghiasi dinding putih itu terus berdetak. Bergerak cepat meninggalkan angka sembilan, dan sekarang jarum panjangnya akan menguasai angka enam.
Dan Hoon masih duduk terdiam di salah satu bangku panjang di salah satu lorong rumah sakit yang sudah mulai sepi.
Ia tak melakukan kegiatan apapun selain bernafas, dan mata sipitnya hanya menatap datar pintu di hadapannya yang tak kunjung dibuka dari sejam yang lalu.
Entah sudah berapa kali dia menebak-nebak, apa yang sedang terjadi di dalam sana. Dan kenapa Ugi gak keluar-keluar juga.
Sekarang dia memang sedang di rumah sakit, mengantar Ugi yang sejam lalu menelponnya sambil menangis.
Dan saat Hoon sampai di rumah Ugi, gadis itu sudah terkapar di lantai dapur dengan mata sembab. Makanya, dia langsung membawa Ugi ke rumah sakit terdekat. Dan kebetulan itu, tempat praktiknya Jinu.
Gak tau lagi deh, kenapa si Ugi hobinya jatuh mulu dari kemarin. Dan sudah hampir satu jam ini, Ugi belum juga keluar dari ruang pemeriksaan.
“Belum selesai juga?”
Hoon menoleh, dan Jinu tiba-tiba sudah duduk di sebelahnya. Lalu Hoon hanya menggeleng sebagai jawaban.
“Kenapa lagi sih tuh anak?” tanya Jinu, dia baru kembali lagi dari IGD. Hoon memang mengabarinya kalo Ugi lagi di rumah sakit, jadi setelah urusannya selesai, dia langsung buru-buru kesini.
“Jatuh lagi,” Aru menjawabnya singkat.
Jinu hanya geleng-geleng kepala. Dibilang juga apa, Seulgi tuh sudah disuruhnya untuk istirahat saja. Tapi gadis itu selalu ngeyel dan tubuhnya gak pernah mau berhenti bergerak.
“Padahal gue udah bilang ke dia, gak perlu ikut latihan dulu, tunggu sampe sembuh, makin parah kan lebamnya,” ungkap Jinu.
“Tau tuh, gue juga udah bilang gitu, kalo gak gue paksa pulang juga gak bakal pulang tadi, penting banget yah jadi peran utama?” Hoon senewen sendiri.
“Padahal kan udah ada Yeri,” tutur Jinu menambahi.
“Yeri? Maksudnya?” Hoon agaknya aneh mendengar Jinu menyebutkan nama mantannya itu.
“Lo gak tau, kan sekarang...........”
Cekrek
Pintu ruang pemeriksaan terbuka, dan Seulgi nampak berdiri disana.
Sontak Hoon dan Jinu langsung berdiri menghampiri gadis itu. Kaki Seulgi yang terkilir kini dililit oleh perban seperti di gips.
“Tulang lo gak papa kan?” tanya Jinu.
“Gak papa, tapi biar cepet sembuh, gue harus pake ini, biar kaki yang ini gak banyak pergerakan katanya,” Seulgi menjelaskan lagi apa yang telah disampaikan dokter yang memeriksanya tadi. Untung saja, tulang di pergelangan kakinya tak bermasalah.
“Syukur deh, harusnya sih lo pake tongkat juga,” imbuh Jinu.
“Iya, katanya tadi juga gitu,” jawab Seulgi.
“Yaudah, mending lo pulang gih istirahat, besok gue pinjemin tongkat buat lo,” kata Jinu.
“Seriusan?” tanya Seulgi sumringah, iya lah sumringah, jadinya kan dia gak perlu buang duit buat beli tongkat.
“Iya, obatnya juga jangan lupa diminum,” kata Jinu lagi. Seulgi tersenyum senang, lalu mengucapkan makasih berulang-ulang.
“Ayok pulang,” Hoon yang dari tadi diam buka suara.
Setelah pamit sama Jinu, lelaki itu langsung jalan begitu saja meninggalkan Seulgi.
“Eh, kok lo pergi sih? Bantuin kek,” rutuk Ugi.
KAMU SEDANG MEMBACA
AIR
FanfictionAru bagi Ugi, ataupun sebaliknya itu seperti udara. Selalu ada. Lee Seung Hoon x Kang Seulgi