043_Ugi

175 36 29
                                    

"Aru cepetan, gue udah telat nih," Ugimasih saja histeris dengan menepuk-nepuk bahunya Aru.

"Lo berat banget Gi, sumpah," kata Aru sambil terengah-engah.

"Ngeledeknya nanti aja, nggak keburu nih," cerocos Ugi.

"Siapa yang lagi ngeledek? Orang beneran berat kok," ujar Aru.

"Yaudah gue bantuin," kata Ugi.

"Aru semangat!" Ugi berteriak heboh sambil menepuk pundaknya Aru terus-menerus.

"Nggak gitu juga bantuinnya elah, kaki gue udah nggak kuat lagi nih," ungkap Aru.

"Lo bisa Ru, gue yakin lo pasti bisa," teriak Ugi dengan optimisme tinggi.

Aru hanya bisa teriak kesel seperti orang gila siang itu di tengah keringatnya yang meluncur keluar dari kulit.

Ugi sih masih teriak-teriak kasih semangat, nggak peduli banyak orang-orang yang memandangi mereka aneh.

Ugi nggak tahu aja kakinya Aru rasanya kebas sekali. Gimana nggak kebas kalo dia daritadi mengayuh pedal sepeda tanpa henti dari rumahnya.

Berhubung di garasi rumah hanya tersisa motornya Jun yang sekarat, mau nggak mau mereka harus pilih naik sepeda keranjang punya mamahnya Aru. Hanya itu yang tersisa.

Jadi saudara-saudara silakan rasakan bagaimana lelahnya mengendarai sepeda dengan kecepatan penuh di jalanan yang panas terik seperti ini ditambah boncengin orang pula.

Mereka harus melewati satu perempatan lagi sebelum sampai ke jalan raya besar yang memungkinan ada halte untuk menunggu bus yang akan mengantar Ugi ke kampus.

Tapi saat melewati perempatan terakhir Ugi jadi salah fokus ke jalanan yang berbelok ke kanan.  Kalo terus mengikuti jalanan itu hingga ke pertigaan di ujung jalan, maka mereka akan sampai di sekolah mereka dulu.

Jalan itu memang jalan satu-satunya untuk menuju ke sekolahnya, yang sering ia lalui dulu. Dan rasa-rasanya Ugi juga pernah mengalami kejadian hampir serupa dengan yang ia alami sekarang.

Kejadiannya itu sudah lama sekali, dan sekarang terlintas begitu saja di kepalanya saat melihat lampu lalu lintas yang menyala hijau.

Kejadiannya tuh seperti ini,

Hari itu hari Selasa. Pada hari tepatnya, dimana waktu itu Seulgi ke sekolah masih pakai sepeda warna biru kesayangannya.

Pagi  pukul tujuh kurang sepuluh menit. Dan sekarang dia tengah menunggu lampu lalulintas berubah menjadi hijau.

Sementara itu di seberang jalan sana, anak laki-laki  tengah lari-larian di trotoar. Namanya Hoon. Dan dia sedang kesiangan.

"Sialan si Jun, gaya banget baru SMP aja udah berangkat sekolah naik motor, gue ditinggal lagi," anak laki-laki itu merutuk sepanjang jalan.

Kadang dia lari, tapi sesekali juga dia jalan karena capek. Bayangin aja dia lari-larian dari rumahnya. Sebenarnya salahnya juga gara-gara bangun kesiangan. Tapi dia nggak bakal juga lari-lari begini kalo motornya nggak dibawa sama adiknya.

Sebenarnya saja Hoon sudah hampir nyerah, tapi tiba-tiba saja seorang cewek memacu sepedanya melewati Hoon begitu saja.

Hoon nggak tahu sih cewek itu satu sekolah dengannya atau bukan, tapi karena satu-satunya sekolah yang ada di dekat sini hanya sekolahnya, kemungkinan cewek itu juga satu sekolah dengannya.

"Woi, eh mbak yang pake sepeda," teriakan Hoon menggelar pagi itu, larinya juga makin cepat biar gak ketinggalan si cewek yang masih mengayuh sepedanya.

AIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang