Bab 7 - Azura | 3

8.5K 723 0
                                    

Ternyata memilih apartemen untuk Azura tidak semudah yang kupikir.

Di lantai 5 hanya tersedia dua tipe apartemen, yaitu alcove seperti milikku, dan tipe studio, lebih kecil dari alcove. Ariel ingin membeli tipe yang lebih besar untuk Azura, tapi juga ingin aku dan Azura tinggal di lantai yang sama. Itu tidak mungkin karena apartemen tipe besar tersedia di lantai 10 ke atas.

Apartemenku seperti ini. Sederhana dan minimalis.

Ariel mendecakkan lidah setelah mendengar penjelasan staf pemasaran Kintamani House

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ariel mendecakkan lidah setelah mendengar penjelasan staf pemasaran Kintamani House. Aku tahu dia kesal karena harapannya tidak bisa jadi kenyataan - aku dan Azura berada di lantai yang sama. Yah, kecuali dia rela adiknya itu tinggal di unit yang kecil seperti apartemenku. Tapi seorang Abhiyasa mana terbiasa tinggal di rumah kecil!

Setelah meminta waktu sebentar pada sang staf untuk diskusi denganku, Ariel menggamit tanganku ke salah satu sofa di kantor bernuansa Bali tersebut.

"Kamu sewain aja tempatmu, aku belikan yang selantai dengan Azura, gimana?" Ariel menatapku serius.

Alisku terangkat. Kugelengkan kepala kuat-kuat.

"Ayolah ... cuma sampai Azura melahirkan aja, Naya." Mata Ariel memohon. Ternyata benar katanya, dia sayang banget sama Azura. Hanya komunikasi mereka saja yang aneh.

"Aku suka kamarku." Sebetulnya aku ingin menjelaskan panjang lebar bahwa permintaan "cuma sampai Azura melahirkan" itu mustahil banget. Sehabis melahirkan, Azura akan butuh bantuan lagi untuk menjaga kondisi dia dan bayinya. Sudah pasti aku akan dimintai tolong lagi walaupun mereka pasti akan membayar baby-sitter. Dan ini bisa berlanjut terus sampai akhirnya aku jadi semacam kakak perempuan Azura.

Ini yang membuatku takut. Hubunganku dengan Kak Karla saja tidak dekat, walau aku sangat sayang kakakku dan memujanya dalam hati. Aku nggak punya pengalaman menjadi saudara yang baik. Mana mungkin aku bisa jadi saudara Azura? Apalagi dia datang dari keluarga kelas atas, mana level denganku yang untuk membeli tempat tinggal kecil saja harus mencicil.

Tapi seperti biasa, aku nggak bisa mengatakan itu semua secara verbal. Bicara itu kadang sangat melelahkan buatku. Cuma berharap Ariel mengerti, entah bagaimana caranya.

Ariel akhirnya diam, tidak mencoba membujukku lagi. Jangan-jangan dia bisa membaca pikiran!

Kubiarkan dia menyelesaikan sendiri proses pembelian untuk Azura. Menatap punggungnya yang bidang di seberang meja staf pemasaran itu, aku merasa lega sekali karena unit mewah ada di lantai atas. Sampai sekarang aku belum pernah bertemu dengan Kak Arka dan kalau suatu saat nanti dia mengunjungi Azura, dia tidak akan perlu tahu kalau aku ada di lantai 5. Seharusnya sih Ariel tidak memberitahunya. Sedang Azura ... gimana ya kasih tahu cewek itu supaya jangan cerita tentang aku pada kakak sulungnya?

Satu-satunya cara, aku harus cukup akrab dengan Azura. Mau tak mau.

Aku dan Ariel membantu Azura pindah ke lantai 15 setelah lewat hampir tiga minggu sejak pembelian itu. Azura menyukai pilihan Ariel. Kamar tidurnya ada dua, besar-besar pula. Dapur lengkap dan ruang keluarga terpisah. Tak seperti apartemenku yang hanya terdiri dari satu ruang utama untuk dapur minimalis, ruang makan, ruang duduk, dan satu kamar tidur seluas sembilan meter persegi dengan perabot sederhana dan seadanya. Beda jauh.

Lihat saja dekorasi kamar tidur Azura yang bergaya Jepang ini. Kamar lainnya juga bergaya Jepang tapi tidak sebesar ini. Nantinya akan dijadikan kamar bayi, tapi sementara untuk tempat kakak-kakak Azura menginap.

Aku lega karena Kak Arka sedang di Perancis sekarang, kata Ariel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku lega karena Kak Arka sedang di Perancis sekarang, kata Ariel. Tapi mereka sudah memberitahunya bahwa Azura akan tinggal sendiri dan tempat ini harus dirahasiakan dari siapapun supaya ayah mereka tidak menemukan putrinya. Aku juga diminta berhati-hati supaya tidak keceplosan bicara. Astaga - bicara saja aku nggak suka, apalagi membuka rahasia!

Ariel bermalam di apartemen Azura, sementara aku turun ke kamarku. Saat adiknya istirahat di kamar, Ariel mengecup bibirku dengan lembut di ruang keluarga yang sudah lengkap perabotnya.

"Makasih, ya, Naya" bisiknya sayang.

Aku mengangguk, samar. Jangan dulu bilang terima kasih, Ariel. Belum tentu aku bisa memeriksa Azura secara rutin. Sungkan rasanya mengetuk pintu kamar seseorang yang tidak dekat denganku.

"O iya, bulan depan aku pindah kantor ke Sudirman. Kalau kamu mau, aku bisa mindahin kamu ke Sudirman supaya kita ketemu terus."

"Nanti aku jadi jauh pulangnya."

"Oh iya, ya." Dia menepuk kening dan tertawa. "Nanti kamu nggak bisa ngecek Zura."

"Iya. Ehm ... boleh minta nomor Azura? Supaya aku bisa kasih tahu kalau mau mampir."

Ariel menyebut sederet angka yang segera kuketikkan di ponsel.

"Selamat malam. Aku cinta kamu, Naya." Ariel menciumku lagi di pintu sebelum aku menuju elevator. "Sekarang aku akan bilang terus supaya kamu tahu kamu pacarku."

Aku tidak bilang apa-apa untuk membalas kalimatnya, tapi ada rasa aneh menyenangkan yang menjalar di tubuh.

***

Secrets Between Us [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang